"Dari mana saja kau?"
Lampu tiba-tiba menyala, seorang laki-laki yang dikenal Yoon dengan baik berdiri satu tangannya masuk ke dalam saku. Dia menatap dengan tatapan yang Yoon tidak suka. Bukannya menjawab pertanyaan Jiyong, Yoon jalan santai hendak meninggalkan Jiyong. Tak juga mendapat jawaban dari Yoon, Jiyong memegang tangan Yoon dan kini posisi mereka bersisian.
"Aku tanya, dari mana saja kau?" tanya Jiyong bernada dingin.
"Apa urusannya denganmu?" Yoon mencekal tangan Jiyong.
"Kau bilang apa? Kau tinggal di rumahku, jelas kau urusanku!"
Yoon berhenti melangkah begitu mendengar kalimat Jiyong. Dia langsung membalikkan badan dan keduanya kembali saling beradu pandang.
"Maaf hyung kalau aku hanya numpang tinggal di rumahmu. Mungkin aku hanya benalu bagimu. Aku akan keluar dari rumahmu," ucap Yoon seakan tidak terima.
"Siapa yang menganggapmu benalu? Aku hanya ingin tahu kau dari mana saja. Pulang malam, nilai kuliahmu buruk dan sekarang kau pulang dengan leher bertanda. Apa yang sebenarnya kau lakukan di luar sana?"
Sejak awal Jiyong sudah memperhatikan bercak merah di leher Seungyoon yang sedikit tersingkap dari kerah bajunya.
"Dengar hyung, apa yang aku lakukan dan ke manapun aku pergi itu bukan urusanmu. Kau urus saja kerjaanmu."
Si bungsu meninggalkan si sulung sendirian dan masuk ke dalam kamarnya. Jiyong menghela napas panjang. Dia tidak tahu caranya berdamai atau bahkan mendamaikan dirinya dengan Yoon. Diraihnya ponsel di nakas kamarnya. Yang dihubungi pertama kali adalah Seungri, si sekretaris barunya.
Di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Lee. Si kepala rumah tangga ini sedang memijat keningnya di meja makan. Kepalanya tidak berdenyut sebenarnya, hanya karena dia terkejut melihat kelakuan adik bungsunya. Mungkin kali ini kepalanya akan tambah berdenyut melihat ponselnya bergetar dan tertera "Kwon Sajangnim" di layarnya. Dengan cepat jempolnya menggeser tombol hijaunya.
"Yeoboseyo, Sajangnim?"
"Apa kau sudah tidur?"
Seungri mendengar suara Jiyong yang lebih lunak dari biasanya dan ini menjadi hal pertama bagi Seungri mendapat telpon dari Jiyong di malam hari.
"Hm, belum Sajangnim. Ada yang bisa aku bantu?" tanya Seungri sopan.
"Aniya, aku hanya tidak sengaja memencet nomormu."
Alasan macam apa itu? Mana ada orang yang tanpa sengaja menekan nomornya. Bahkan jika itu salah sekalipun, pasti akan segera dimatikan.
"Ah, kupikir sajangnim membutuhkan sesuatu. Kenapa anda belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur," jawab Jiyong sekenanya.
"Waeyo?" Kening Seungri berkerut halus.
"Memikirkan sesuatu. Aku ingin tidur tapi mata ini tidak bisa tertutup."
"Sajangnim, boleh aku saran sesuatu?" Seungri melepaskan pijatan halusnya dari kening dan bersandar pada kursi di meja makan.
"Silahkan, aku mendengarmu."
"Seorang teman menyarankanku jika tidak bisa tidur, cobalah untuk menghitung jumlah penonton konser Bigbang yang datang," ujar Seungri.
"Bigbang? Siapa itu?"
Baik, kali ini Seungri bengong mendengar pertanyaan Jiyong.
"Sajangnim tidak tahu Bigbang?"
"Molla," jawab Jiyong enteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love (📌 Complete)
RomanceAyah Seungri memiliki hutang pada perusahaan tempatnya bekerja. Namun Seungri tidak tahu akan hal itu. Dia terkejut ketika pemilik perusahaan memintanya untuk melunasi hutangnya. Hanya saja Seungri tidak punya uang untuk mengembalikannya. Bagaimana...