PAGE 17

392 67 6
                                    


CHAPTER FOUR
'A Spring Bird, Captured'

Persefon tidak pernah secemas ini—setidaknya setelah keluar dari 'neraka' yang menculiknya. Jantungnya seakan ingin meledak, dan panas merasuki wajahnya. Kemana Ibunya pergi? Pertanyaan itu terus muncul dalam benaknya.

Tatapannya jatuh pada taman yang membatasinya dengan bagian belakang rumahnya. Apa ibunya tidak akan kembali, apa ia bisa keluar dari sini walau hanya sebentar saja? Ia dengan segera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran jeleknya. Masih banyak yang dapat ia lakukan kecuali keluar dari lingkup rumahnya.

Mama pasti akan kembali bukan? Ya, pasti.

Ia tanpa sadar memikirkan hal yang sama berulang-ulang kali hingga tertidur di atas bangku taman. Di dalam mimpinya ia melihat pintu 'neraka' yang terbuka di gunung Olimpus. Asap yang begitu pekat keluar dari sana, namun tidak menyesakkan. Seorang pria yang selalui menghantui malam-malamnya, muncul datang dengan seekor kuda hitam yang senada dengan rambut pria itu.

Mereka datang semakin dekat, namun ia tidak bisa lari dari di mana ia berdiri.

"Apa kau mau mengelusnya? Persefon?" Suara Hades lembut padanya. Tepat sebelum ia menjawabnya, ia terbangun dengan Ibunya yang berdiri di hadapannya. "Persefon?" Suara ibunya lembut. "Apa aku tertidur lagi?" Persefon mengucek matanya pelan dan bangkit.

"Aku bermimpi aneh lagi." Persefon menghela napas.

"Kore, apakah kamu akan ke toko hari ini?" Tanya Demeter, perempuan paruh baya itu menyentuh dedaunan yang layu dan dalam sekejap mereka berubah menjadi hijau.

"Toko? Bukannya aku tidak boleh keluar dari rumah?" Tanya Persefon.

"Hm? Siapa bilang kau dikurung di dalam sini?" Demeter terkekeh pelan sementara Persefon menemukan kejanggalan yang aneh. Tapi ia berusaha untuk mempercayai ibunya sehingga ia segera mengangguk dan mempersiapkan diri untuk pergi dari rumah.

"Kalau begitu, aku berangkat ma!" Persefon ceria.

***

Ada sebuah padang yang luas dan jika sedikit berjalan maka akan ditemukan sebuah hutan, di sana tumbuhlah berbagai bunga Bakung yang Persefon sukai. Terkadang ia suka untuk duduk dan mendengarkan para nimfa air—Naiad yang dengan setia mengikutinya kemanapun ia berada. Hutan dan Padang itu adalah pusat vegetasi yang Demeter buat khusus untuknya, dengan banyak keindahan alam seperti air mancur dan pohon-pohon yang rindang.

Tidak ada satupun tumbuhan ataupun hewan yang berani untuk merusak ekosistem di sana. Mereka semua hidup bersama dan terus tertawa, melantunkan kebahagiaan dan bentuk puja mereka bagi Demeter—Sang Dewi Pertanian dan putrinya Persefon.

Letak Padang ini jarang ditemui manusia, mereka hanya dapat melihat hamparan lahan nan luas yang jika mereka masuki tidak akan ada ujungnya. Maka tidak jarang, para Naiad akan memikat manusia-manusia dengan menyiptakan oasis yang membuat jiwa mereka tersesat.

Salah satu Naiad mendekati Persefon dan berbisik di telinganya, memuji tanaman indah yang belom pernah para Naiad menyentuh ataupun melihatnya. Berbeda dari para bakung yang tumbuh liar dan indahnya.

Para Naiad menuntun Persefon, mengiringinya dari air tawar sungai sementara tangannya dengan lunglai membawa Persefon ke sumber air mengalir. Di sanalah ia melihatnya, satu tangkai bunga yang begitu indah muncul dari sumber titik munculnya air.

Ia tumbuh dengan kelopak yang gelap bewarna kehitaman, sementara serbuk merah berkilauan bertebaran di sekelilingnya. Bunga dengan dua kelopak yang terlihat menawan, Persefon mengisyaratkan para Naiad untuk meninggalkannya. Mereka pun menyetujuinya, mereka kembali berenang dan bernyanyi memuja keindahan tempat tinggalnya.

Mata Persefon terpaku hanya pada bunga itu, pandangannya tidak bisa lepas dari indahnya bunga itu. Ia mendekatinya dan melepaskan kedua sepatunya, membiarkan lumut dengan lembut menyambut telapak kakinya.

Wangi yang tak kalah menyaingi keindahan bunga itupun membuatnya semakin tertarik. Apa ia bisa membawanya pulang? Apa bisa ia teliti? Apa ia bisa membawa bunga itu ke peradaban manusia? Persefon dengan perlahan mengelus kelopak bunganya.

"Sangat indah..." bisiknya. "Izinkan aku mengambilmu ya?" Tanyanya, ketika ia meletakkan jari jemarinya di batang bunga dan menjetikkan tangannya.

Bunga itupun jatuh ke dalam tangannya, begitu pula dengan Persefon yang ditarik dengan satu tangan oleh makhluk yang tak sempat ia lihat wajahnya. Seluruh wajahnya ditutupi dengan kain dengan wangi yang serupa dengan bunga yang indah itu. Jantungnya berhenti dengan amat cepat ketika tarikan itu menjadi pelukan yang hangat dengan berlabuh di permukaan yang bidang.

Suara kereta kuda yang berderap dengan kejamnya dan ketika tidak terdengar lagi suara taman miliknya, ia bisa melihat ia terjebak dalam kereta kuda. Emas yang melapisi semuanya tidaklah membuatnya semakin tenang melainkan memucat.

Sebuah tangan yang sekarang familiar di benaknya muncul dengan menyerahkan bunga yang ia petik dari bumi. "Sudah sangat lama aku menantimu." Serak pemilik tangan itu, "ambillah bunga ini." Pria itu mengecup kepalanya lembut. Meninggalkan sensasi panas menjalar ke tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Persefon melompat dari pangkuan pria dingin itu dan kepalanya hampir menghantam sisi kereta jika saja Hades—Dewa Kekayaan tidak menahan kepalanya dengan penuh kehati-hatian.

"Duduklah, aku tidak akan menghabisimu atau bahkan melukaimu." Kekeh Hades, dengan serba sentuhan lembut lengannya menyelimuti perut Persefon dan mendekatkannya ke samping wajahnya. "Apa kau menyukai hadiahku?" Tambah Hades.

Laki-laki gila! Teriak Persefon dalam hati. Tapi tetap, jantungnya berdebar-debar hanya karena sentuhannya.

"Ibu tidak akan diam dengan penculikan ini, aku telah mengadu padanya!" Ketus Persefon, kedua tangannya dengan penuh tenaga berusaha melepaskan pelukan yang diberikan oleh Hades.

Hades tertawa kecil, kemudian ia tertawa besar mendengar kata-kata yang dilontarkan burung musim seminya. "Do I have to tell you, or you want to find it by yourself?" Goda Hades yang membuat Persefon memekik kesal.

Dewi itu terus memukul-mukul Hades, berbagai cara ia lakukan sebagai bentuk pemberontakan atas penculikan ini. Bahkan ia hampir membuat pintu kereta emas ini hancur, namun tetap saja... ia tidak bisa menghancurkan kereta yang dengan khusus Hades buat.

Tidak ada saksi karena taman yang dibuat Demeter hanya tercipta hanya untuk para nimfa dan putrinya. Hades tersenyum bangga, dengan begini tahap kedua telah ia lalui dengan amat sempurna.
Menyisakan satu tahap terakhir yang membuatnya harus lebih berjuang dengan keras.

Membuat burung semi miliknya jatuh cinta.

______________ End of The Part.

Semoga kalian menyukai bagian ini! Jangan lupa untuk meninggalkan vote dan komentar. Sincerely, Hades.

Sincerely, HadesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang