Camora tumbuh dalam keterasingan.
Terpisah dari orang tuanya, dari rumah, dari masa lalu yang tak bisa ia ingat, namun terus menghantuinya.
Ia tak tahu alasan di balik jarak itu.
Tak tahu mengapa hidupnya terasa seperti labirin tanpa ujung.
Se...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yang lain dimana?" sahut gadis berambut cokelat yang baru saja memasuki lounge room itu.
"Tidak tahu," sahutan lain terdengar dari seorang gadis berambut blonde yang tengah sibuk dengan layar besar di depannya, menampilkan film kesukaannya—Barbie.
Kemudian, gadis berambut cokelat tadi mengalihkan pandangannya pada seorang pria berkacamata yang juga berada dalam ruangan itu. Ia terlihat begitu sibuk dengan buku yang sedang dibacanya. Entahlah, mungkin karena terlalu fokus atau memang tidak mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh gadis berambut cokelat itu.
Tidak ambil pusing dengan respons yang ia dapat, akhirnya ia beranjak menuju bar dalam ruangan itu, mencari sesuatu yang sekiranya cocok untuk diminum saat ini.
Pandangannya menyusuri puluhan botol yang tersusun di rak, begitu banyak hingga ia sedikit bingung ingin memilih yang mana. Ia sempat melirik salah satu favoritnya, Tequila Ley .925 Diamante, yang berada di ujung rak, lalu menggeleng, mengenyahkan pikirannya untuk meminum minuman dengan kadar alkohol tinggi itu. Menghela napas, ia akhirnya memilih salah satu yang bebas alkohol saja—La Cuvée. Walaupun bebas alkohol, setidaknya rasanya bisa sedikit membuatnya tenang.
Jika tidak mengingat bahwa ia masih ada kelas setelah ini, ia tidak akan menahan diri untuk meminum Tequila favoritnya tadi.
Setelah menghabiskan setengah botol, gadis itu kemudian beranjak duduk di salah satu sofa yang tidak begitu jauh dari lelaki berkacamata tadi. Ia memejamkan matanya, berniat untuk beristirahat sejenak karena cukup lelah dengan kegiatan yang sebelumnya ia lakukan.
Cklek.
Suara pintu tidak membuat ketiga orang di ruangan itu mengalihkan perhatiannya.
"Ivy, matikan dulu," sahut Milan, sosok yang baru masuk tadi bersama dengan Jemon dan juga seorang gadis yang dibawanya.
Ivy, gadis blonde itu, mau tidak mau menghentikan tontonannya terlebih dahulu, lalu beranjak menuju sofa.
"El," panggilnya lagi pada pria yang tadinya sibuk dengan buku bacaannya.
Pria itu mengalihkan pandangannya pada Milan, lalu menutup buku yang ia baca tadi dan meletakkannya di atas meja.
Jangan tanyakan Jemon—lelaki itu sudah mengambil posisi di bar dan sedang menikmati La Cuvée sisa gadis berambut cokelat tadi.
"Nic di mana?" tanya Milan ketika tidak mendapati sosok yang bernama Nic di sana.
"Equestrian," sahut Azrael, lelaki berkacamata tadi.
Milan mengangguk. Ia lupa bahwa sekarang adalah jadwal Nic untuk berkuda. Ia kemudian melirik jam di tangannya, sekarang pukul 14.45, yang artinya lima belas menit lagi lelaki itu selesai.
"Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Ini murid baru yang kubicarakan kemarin. Namanya Camora," ujar Milan
"Hai, Camoraa... Tidak apa-apa, bukan, jika aku memanggilmu Ra saja? Camora terdengar terlalu panjang," Ivy, gadis blonde itu, menyapa Camora dengan penuh semangat. Dengan senyum lebarnya, ia menatap Camora begitu hangat.