Ryan putra Arifin.Jam menunjukan waktu tengah malam, tapi aku masih tetap diruang keluarga dengan ditemani siaran televisi.
Pikiranku berkelana ditadi sore saat dicafe dan sikapku kepada Pani. Aku sadar, mungkin sikapku tadi begitu menyakiti baginya. Tapi aku juga gak tahu harus bersikap bagaimana?
Tiba-tiba seseorang duduk disampingku, tidak tau siapa? Aku hanya enggan untuk melakukan sesuatu saat ini. Tapi dari suaranya aku bisa langsung mengenalnya.
"Gak bisa tidur, Bang?" tanyanya bodoh, sudah pasti iyalah jawabannya.
Jangan tanya, dia masuk lewat mana? Yang pasti dia manjat pagar lagi, udah tuh gedor-gedor pintu kamar mang Jun biar dibukain pintu belakang.
Tapi sekarang rasanya ingin berbicara saja, aku tidak ada niatan.
"Kamar yuk, Bang," ajaknya ambigu, sambil mematikan televisi dan berjalan kearah kamarku.
Aku yang melihat tentu saja penasaran, tumben banget. Biasanya dia hanya akan tidur disalah satu kamar yang ada.
Sekarang tidak ada angin, tidak ada hujan dan tidak ada badai, dia mengajakku kekamar. Apakah ada yang sangat serius untuk dibicarakan? Tapi aku terlalu enggan untuk sekedar bertanya.
Kulihat Agus yang sudah melentangkan badannya dikasur milikku, sedangkan aku memilih untuk menduduki sofa dan kembali menghidupi televisi yang ada dikamar.
"Bang, tadi aku bertemu dengan Yola."
Aku yang sedang fokus kearah televisi tapi pikiran yang kemana-mana, segera menatap kearahnya terkejut dan ingin tau.
"Yola?" aku bertanya untuk memastikan kembali, ya walau aku akui bahwa aku tidak salah dengar dan kami juga sempat bertemu tadi sore.
Agus mengangguk, dia membenarkan tidurnya. "Dan juga ..."
Aku menatapnya ingin tau, dan apa? Tapi sekali lagi terlalu enggan untuk mengucapkan kalimat.
"Kebetulan bertemu dengan Mbak Pani saat sedang menjaili Yola."
Tubuhku kaku mendengar hal tersebut, apalagi setelah dia menceritakan kejadiannya secara rinci.
"Bang?" panggilnya setelah kesunyian melanda kami untuk beberapa saat. Aku menatap kearahnya, yang mungkin sedang fokus pada pikirannya sendiri.
Dia bertanya,"bagaimana mungkin Mbak Pani begitu baik pada orang yang tidak dia kenalin? Pernahkan Mbak Pani berpikir bahwa kebaikannya suatu saat mungkin malah membawa kejahatan padanya? Tidak pernahkah Mbak Pani berpikir, bahwa mungkin orang yang dia tolong itu, malah membawa kehancuran bagi kebahagiannya."
Aku hanya bisa diam, Pani memang baik. Aku tau bagaimana dia begitu baik, bahkan untuk seekor kucing yang kelaparan saja dia dengan senang hati memberikan makanannya. Padahal dia berkerja keras mencari uang untuk membeli makanan itu.
"Ada beberapa kalimat yang ingin aku ucapkan untuk Abang."
"Apa?" tanyaku penasaran, tumben banget dia serius. Agus ini, orangnya main-main jarang banget serius bahkan kalau dihadapan keluarga. "Aku akan ikut pelatihan militer yang akan diadakan minggu besok."
Aku terbatuk-batuk mendengar ucapannya. Serius? Apakah Agus kerasukan sesuatu? Ini Agus atau bukan? Mungkinkah hantu yang menyamar menjadi dia?
"Jangan menatapku seperti itu, Abang!" geramnya, menutup mata dan menarik nafas pelan sebelum melanjut ucapannya, "aku tau mungkin ini gak masuk akal. Sebab yang kalian tau, aku selalu mengelak dan tidak mau melakukan pekerjaan tetap. Tapi entah mengapa aku mempunyai semacam filasat tidak enak dan hatiku selalu meminta untuk melakukan pelatihan itu."
Aku mengangguk, "Abang akan selalu mendukung apapun itu keputusanmu, asal selama itu kebaikan." sebenarnya bukan hanya dia yang mempunyai filasat tidak enak, aku pun begitu, sejak kemarin entah mengapa hatiku selalu gelisah. Tapi tenanglah bukannya aku punya Allah yang menjadi tempat bersandar terbaikku.
Setelah pembicaraan tersebut, kami memutuskan untuk memainkan pemainan game online yang dulu sering kami mainkan bersama.
Ya, diantara begitu banyaknya sepupu, hanya kepada Agus aku lebih dekat. Mungkin kami satu hobi? Malah tidak! Aku suka ketenangan dan kesendirian sebelum ada Pani tentunya, sedangkan Agus lebih suka pada kebisingan, keruyulan sana-sini, gak betah dirumah.
Tidak terasa sudah mau jam dua subuh, ku matikan hp, berdiri dari tempat duduk dan melangkahkan kaki kearah kasur.
"Tumben jam segini udah mau tidur?" tanya Agus. Mungkin heran denganku yang tidak cepat, biasanya kami main game sampai jam tigaan baru selesai, ini malah tidak.
Aku menatapnya jail, sebelum nada mengejek ku keluarkan untuknya. "Ya dong, besok mau ketemu sama pujaan hati. Gak sama seperti kamu." Setelah mengucapkan tersebut, akupun memutuskan untuk tidur.
Agus hanya menggeleng pelan melihat tingkah laku sepupunya itu. Dia tentu saja senang melihat Abangnya tidak seperti beberapa tahun yang lalu.
Bila kalian berpikir Agus akan menjadi masalah dalam hubungan Pani dan Ryan, maka kalian akan salah besar!
Diantara banyak orang yang menetang hubungan mereka berdua, Agus lah orang pertama yang mendukung hubungan mereka. Sebab dia mengetahui betul bagaimana pribadi sepupunya itu.
Ada satu harapan Agus pada mereka berdua, yaitu dia ingin melihat Ryan dan Pani mengucapkan janji sehidup semati. Tapi, tidak tau alasan apa yang membuat sepupunya itu belum juga melamar kekasihnya, membuat dia kesal setengah mati.
Kalau saja itu dia, sudah dipastikan mungkin sekarang dia akan menjadi sosok seorang Ayah.
Agus menggeleng, sebelum tertawa bodoh, mertawakan dirinya sendiri. Seorang Ayah?
Ayolah dia saja masih berusaha mengejar gadis pujaan nya, apalagi ditambah gadis tersebut akan menikah dengan pria luar negeri pada tahun depan. Membuatnya pusing tujuh keliling!
Bagaimana mungkin dia menjadi seorang Ayah? Menjadi seorang Suami dari gadis itu saja dia tidak tau, apakah masih ada kesempatan atau tidak? Tapi sebelum janur kuning melengkung, bukankah dia masih punya banyak kesempatan?
"Jadi ayo berusaha dan mari terus semangat, Agus Pratama!" tegasnya pada diri sendiri sebelum melanjutkan kembali bermain game, yang sempat dia tunda tadi.
Tapi tidak beberapa lama, matanya ini tidak tau kondisi. Mau, tidak mau Agus pun tidur disamping Abangnya itu, yang sudah lebih dahulu masuk ke alam mimpi. Mungkin sudah memimpikan kekasihnya?
Kalau begitu, mari jangan kalah. Agus pun, ingin memimpikan gadis pujaannya!
Tidak butuh waktu lama, dia sudah masuk kealam mimpi, dengan senyum mengukir di bibirnya. Mungkin mimpinya sesuai dengan apa yang dia inginkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
semangat kapten ✔
Romansa[Follow dulu sebelum baca] Banyak orang iri dengan diriku, hanya karena pacarku seorang tentara. Padahal aku banyak kekurangan, baik bidang fisik maupun keluarga. Dia berjuang demi negara. Aku berjuang untuk tetap berdiri di sampingnya. Akan tetapi...