SK '24 |maafkan aku|

291 17 4
                                    

Sedikit penjelasan menurut siva (author) untuk chapter sebelumnya. Melepaskan, belum tentu mengikhlaskan. Sedangkan mengikhlaskan sudah pasti dia bisa melepaskan semuanya dengan lapang dada.
Jadi untuk kalian yang ditinggalkan baik dalam keadaan apapun, siva hanya ingin bilang. 'Ikhlaskan mereka, mungkin saja tuhan sedang menyiapkan sesuatu yang spesial atau terbaik untuk kalian dimasa yang akan datang. Semangat ya semuanya!'

💞

Ryan Putra Arifin.

Ruang keluarga begitu sunyi, semua orang terdiam dengan pikiran masing-masing yang entah kemana.

"Aku ke kamar." pamitku berjalan menjauh dari sana, tidak tahu dan tidak ingin mengetahui apapun yang akan terjadi selanjutnya. Hanya sendiri dan itu adalah pilihan yang ingin aku dapatkan sekarang.

Aku membuka pintu kamar, menguncinya kembali. Badanku terasa lemas, menginginkan untuk mengistirahatkan tubuh ini. Tapi, yang terjadi aku malah berjalan menuju kamar mandi. Menghidupi shower, berdiam diri di sana.

Merasakan air yang mengalir di seluruh tubuhku, begitu sejuk dan menenangkan. Aku memandang kearah pakaianku, masih berbalut pakaian tadi, pakaian yang menjadi saksi aku yang akan menikah serta saksi atas kehilangan orang yang kucintai untuk selama-lamanya.

Aku tinju dinding kamar mandi beberapa kali tanpa memperdulikan sakit dan darah mengalir bercampur dengan air bening yang berubah menjadi merah.

Berusaha untuk sabar dan menerima semua ini, itu sudah aku lakukan. Tapi kalian pasti juga mengerti betapa sangat susahnya bagiku. Memutuskan hubungan dengan dia saja, sudah menghilangkan segenap hatiku. Kehilangan dia untuk selama-lamanya ditambah saat itu aku sedang ingin bersanding, betapa sangat menyakitkan, lebih sakit daripada apapun yang pernah aku alami selama hidup.

Ikhlas? Tentu saja, akan tetapi itu semua butuh waktu.

Aku menerima setiap takdir yang mungkin dalam masalah percintaan, tidak semulus mereka di luar sana.

Ah. Maafkan aku tuhan, maafkan hamba mu ini, telah mengeluh. Tolong jaga dia, berikan dia tempat yang layak disisi mu. Maafkan hamba mu yang lupa, bahwa itu hanyalah titipan, tidak tahu kapanpun engkau mengambilnya dan kami hanya mampu mengikhlaskannya. Maafkan hamba yang tidak mensyukuri setiap nikmat yang engkau berikan. Batinku begitu menyakitkan, setelah sadar atas semuanya.

Hatiku mulai tenang, sudah mandi dan melaksanakan keharusan ku sebagai umat islam. Aku keluar dari kamar menuju ruang keluarga, terlihat di pandanganku keluarga besar ku serta keluarga calon mempelai perempuan.

Aku duduk di samping Ayah, mungkin memang disiapkan untukku.

"Jadi begini, kami pihak wanita ingin meminta maaf pada kalian." pria paru baya yang kukira adalah calon mertuaku mulai membuka percakapan. "Sekarang saya sadar sebagai orang tua, bahwa tidak seharusnya melibatkan anak kita hanya untuk bisnis yang tidak seberapa dengan kebahagian."

"Kami dari pihak mempelai perempuan akan membatalkan pernikahan ini." tandasnya kemudian. Aku hanya dia membisu, jujur tidak tahu harus menanggapi bagaimana. "Untuk masalah selanjutnya akan dibahas dilain waktu saja."

Ayah terlihat bingung, harus menanggapi bagaimana. "Seharusnya kami yang meminta maaf untuk semuanya dan membuat nak Yesha malu." kata Ayah terdengar bersalah untuk masalah tadi. Umm, haruskah aku meminta maaf padanya?

Dia -Yesha- terlihat menggeleng pelan dengan senyum di bibirnya. "Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan pada kalian, banyak hal yang ingin ku bagi pada kalian... Aku ingin sekali mengucapkan pada sosok perempuan tersebut betapa aku begitu bangga bisa bertemu dengannya. Begitu banyak hikmah dan pelajaran yang dia berikan padaku, hanya untuk beberapa kali pertemuan."

Aku diam. Sadar siapa perempuan yang dibicarakannya.

"Untuk pernikahan ini..." dia terlihat menggeleng pelan. "Jangan meminta maaf om, aku sadar diri bahwa awal mulanya menerima perjodohan ini karena semua fasilitas ku akan diberhentikan dan aku tak ingin itu terjadi. Tapi sekarang aku sadar, dan ingin memperbaiki diri lebih baik kedepannya. Masalah jodoh, bukankah itu ada yang mengatur?" ujarnya.

Aku sedikit mengangguk, membenarkan ucapannya. Kalau dipikir-pikir dia memang cantik dengan rambut panjang hitamnya. Tapi, tidak ada yang lebih cantik dan anggun daripada kekasihku. Dia pasti di sana lagi tersenyum bahagia, menggunakan pakaian yang bersih dan nyaman.

Maafkan aku, sayang. Hingga tidak sadar menjerumuskan kamu pada sebuah zina. Batinku pedih, mengingat ketidaksadaran ku atas mengajak dia berpacaran.

"Maaf." ujarku pada Yesha ketika mereka berpamitan untuk pulang. Terlihat dia sedikit tertegun, aku sadar selama kami bersama tidak pernah aku mengeluarkan sepata kataku. Jadi, tidak heran bila dia sedikit syok.

Dia menggeleng. "Maafkan aku juga, atas semuanya." dia menundukkan sedikit kepalanya, membalikkan badannya untuk menyusul kedua orang tuanya.

Setelah mobil mereka hilang dihadapan kami, aku dan kedua orang tuaku masuk kedalam rumah. Bukannya duduk bersama mereka atau berbicara, aku langkahkan kaki mengambil kunci mobil.

"Sayang mau kemana?" pertanyaan dari Ibu, membuatku terhenti di tengah ruangan.

"Tahlilan," jawabku tanpa mengembalikan badan kearah Ibu.

"Tunggu ibu dan ayah akan ikut." aku hanya mengangguk singkat mendengar perintah Ibu dan melangkah pergi menuju mobil.

Tidak butuh beberapa lama, mereka berdua keluar. Aku pandang kearah mereka yang mulai memasuki mobil, Ibu duduk dibelakang sedangkan Ayah di samping ku. Ibu terlihat cantik dengan gamisnya dan Ayah terlihat gagah dengan baju kokonya.

"Maafkan ibu dan ayah atas semuanya." tutur Ibu pelan, Ayah? Aku tahu dia ingin mengatakan itu juga, hanya saja ia terlalu gengsi dan mungkin masih mencari waktu yang tepat.

Aku menggeleng pelan, bukan maksud ingin menjadi durhaka karena tidak menjawab perkataan Ibu. Hanya saja yang lagi tidak ingin membicarakan apapun. Aku juga sadar, sejak pergi dari pemakaman, sikapku kembali seperti dulu.

Ketika memutuskannya, hatiku hanya berkurang separuhnya. Sekarang hatiku, jiwaku, hampir berkurang dan menghilang sepenuhnya.

💔

Aku memikirkan mobil, kami bertiga turun dan berjalan menuju panti asuhan. Aku berhenti, memandang ke sekeliling, setiap sisi mempunyai kenangan yang manis dan makna tersendiri.

Ayah menepuk pelan pundak ku, menyadarkan aku untuk melanjutkan langkah. Kami disambut oleh beberapa bapak-bapak. Tak jarang mereka berjabat tangan dan menepuk pelan pundak ku sebagai ungkapan semangat atau perihatin.

Tahlilan belum dimulai, aku duduk diantara Pak Khalid, seorang ustadz sekaligus RT di daerah sini dan Ayah sedangkan Ibu pergi kebelakang untuk bantu-bantu.

Tidak nunggu waktu lama, acara dimulai terlihat begitu banyak orang yang datang, untuk mendoakan atau hanya sekedar datang saja. Tidak boleh suudzon! Aku menggeleng pelan, walaupun itu tidak salah bukan?

Ketika membaca Yasin, air bening yang terbendung dimata ini siap kapanpun untuk mengalir. Setiap ayat Al-Qur'an mempunyai makna tersendiri dan dalam. Begitupun salah satunya surah Yasin, arti, makna begitu dalam dan menyentuh jiwaku yang paling dalam saat membacanya.

Ya tuhan, maafkan lah dosaku dan buat tempatnya di sampingmu yang terbaik.

💔

semangat kapten ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang