*tigabelas*

2 2 0
                                    

Matahari yang tadinya bersinar cerah mencerahi bumi kini mulai meredup terhalang awan yang terlihat berwarna hitap pekat.

Angin berhembusan sangat kencang menabrak pepohonan,menggugurkan dedaunan, seolah isyarat akan terjadinya sesuatu.

Seorang gadis cilik dengan keadaan berantakan menangis meraung raung di sebuah gedung bertingakat 15 lantai,dengan kedua tangan yang tetikat serta mata yang di tutup dengan sebuah kain yang di ikat di kedua matanya.

Berdiri di pembatas lantai paling atas gedung, bahkan dua langkah gadis itu melangkah nyawanya siap melayang tak terselamatkan.

Di gedung itu terdapat 10 orang berbaju hitam dan jangan lupakan badannya yang kekar kekar yang tengah duduk santai tetapi dua di antaranya kini tengah berdiri di belakang gadis cilik nan malang itu.

Tak jauh dari situ seorang pria paruh baya yang umurnya memginjak kepala empat kini tengah tersenyum miring, rencananya sebentar lagi akan berjalan dengan mulus dan apa yang ia inginkan sebentar akan tercapai.

"kali ini kau takkan bisa selamat nyonya vanila yang bodoh"gumam pria itu lalu diikuti tawanya.

"Dan sebentar lagi akan ku pastikan kau akan mati di hadapanku hahahaha"tegasnya penuh penekanan, bahkan pria itu sudah seperti pria gila yang tertawa sendiri.

Kembali pada gadis cilik yang memiliki wajah ayu nan malang itu.

Dia keni, adik kandung dari vanila.Keni dengan wajah pucatnya sedari tadi terus merapalkan doanya semoga esok ia dna kakak tersayangnya itu masih bisa melihat dunia ya walaupun terkadang dunia begitu kejam terhadap dirinya dan sang kakak.

"lepaskan saya.. Hikss"gumam gadis itu dengan parau.

"diam kau bocah"sentak pria berbadan kekar dengan kepala botaknya itu tepat di belakang keni.

"om, saya masih kecil.. Hikss masih punya tujuan hidup om, tolong om lepasin saya, saya masih harus memenuhi keinginan kedua orang tua saya om, saya gak mau mati tolong om...hikss"

Sebenarnya ada terselip raspa kasihan dari beberapa anak buah jibran ketika mendengar permohonan dari gadia kecil itu tetapi mereka segera tepis raspa kasihan itu jika tidak di pastikan mereka akan mati saat itu juga, mereka masih sayang nyawa.

"si tua jibran jahat aku benci tua jibran itu... Benci"teriak keni  dan hal itu sontak mendapat pelotottan dari jibran yang masih bisa mendengar ucapan keni.

"jaga ucapanmu bocah tengil, lihat saja kau akan mati di hadapanku bersama kakak bodohmu itu hahahaha"

***

Di tempat lain seorang gadis tengah melajukan motor yang ia pinjam dengan kecepatan di atas rata rata, dengan sesekali menengokkan kepalaya ke kanan dan kekiri guna untuk mencari gedung yang sama dengan di foto.

Tepat, ia melihat gedung itu, gedung itu terlihat masih sangat apik jika di gunakan untuk menyandra, vanila menatap ke lantai paling atas di atas sana di rofftop ia melihat sang adik yang mungkin tinggal beberapa langkah dan sekali dorongan sudah jatuh dri ketinggian lantai 15.

Dengan emosi yanh sudah di ubun ubun vanila melepas helemnya dengan kasar lalu membanting helm itu untuk melampiaskan emosinya, melangkah dengan terburu buru memasuki gedung yang masih terlihat apik itu.

"brengsek sampai adikku kenapa napa mati kau sialan"umpat vanila menaiki tangga satu persatu menuju lantai paling atas, emamgsih capek menaiki tangga itu satu persatu apalagi sampai lantai 15,tetapi entah keajaiban dari mana vanila tak merasakan capek sedikitpun mungkin rasa capeknya meluap di gantikan dengan emosinya yang sudah membara itu.

VANILA || on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang