Setelah upacara selesai, Farhan bersama anak rohis lainnya berkumpul di aula masjid untuk menghitung uang sedekah dari siswa-siswi usai upacara tadi. Arumi juga ikut serta dalam hal ini. Ia sudah masuk sekolah setelah hari Ahad istirahat, terutama mendapatkan support dari teman baiknya, Farhan dan Karina. Walaupun belum sembuh total, paling tidak Arumi sudah kuat untuk sekolah.
Sebenarnya Karina mengajak Arumi ke kantin. Tetapi, Arumi menolak dengan lembut karena ia harus penuhi tanggung jawabnya sebagai anak rohis. Apalagi anggota baru, tentunya ia tidak boleh lalai dalam tugas.
Kali ini tidak masalah. Karina masih bisa mengerti dengan keadaan Arumi. Di sana juga ia lihat Arumi berkumpul dengan kaum hawa lainnya, bukan berduaan dengan Farhan.
"Farhan, kamu kan sudah tahu uang-uang sedekah harus diapakan. Abang minta kamu atur semuanya, ya. Soalnya di kelas sudah ada guru fisika, kamu tahu kan gimana Bu ...," jelas Rizal.
Farhan manggut-manggut tanda mengerti.
"Oke, in syaa Allah, Bang. Semangat belajarnya!"
"Iya, sip. Syukron ya, Han."
"Santai saja."
Rizal memakai sepatunya, kemudian bergegas menuju kelas. Farhan kembali bergabung dengan yang lain. Uangnya sudah dihitung dan dirapikan semua ketika Farhan berbincang tadi. Biasanya sedekah dilakukan pada hari jumat atau kerap disebut jumsod. Tapi, karena hari Jumat nanti tanggal merah, jadi diganti dengan hari Senin ini.
"Gaes, gimana makanan sudah dititipkan ke kantin?" tanya Farhan kepada tiga orang yang baru datang.
"Sudah, bos," jawab perempuan berpipi mengembang.
"Sip. Makasih tembem," seloroh Farhan.
Orangnya senyum-senyum sendiri. "Iya, aa Farhan."
Semua orang tergelak mendengar candaan ketua OSIS.
"Ish, Farhan," desis Arumi sedikit mencubit punggung Farhan diam-diam. Farhan malah ikut tertawa.
"Sudah, sudah. By the way, yang ikut ngejenguk kak Nadira nanti jangan lupa kumpul di depan kelas aku, ya," kata Farhan.
Semuanya setuju. Mereka membubarkan diri ke kelasnya masing-masing. Kecuali dua sobat yang harus mengantar uang sedekah. Farhan mengajak Arumi agar Arumi tahu dan lebih kenal lagi dengan guru pembimbing rohis, Bu Nindi. Mereka bercakap-cakap mengenai uang tadi dan rencana menjenguk kak Nadira—wakil ketua rohis yang terkenal dengan salihahnya—.
Uang hasil penjualan makanan yang dititipkan mereka di kantin sekolah akan dipakai untuk menjenguk kak Nadira yang sudah dua hari tidak masuk sekolah karena terkena musibah. Setelah tuntas, mereka menuju kelas masing-masing. Untung saja di kelas IPA satu dan dua belum ada guru.
Empat jam pelajaran berlalu dengan singkat. Kali ini Arumi tidak ada hasrat untuk keluar kelas. Ia masih mengingat kejadian hari lalu yang menimpanya. Arumi tidak dendam, tidak juga marah, karena dalam Islam tidak diperbolehkan. Hanya saja, Arumi sedikit trauma sehingga ketika bertemu dengan geng rudal, ada rasa waswas dalam dirinya.
"Farhan, Arumi, yuk," ajak Karina menghampiri Farhan di depan kelasnya.
"Bade naon, Rin?"
"Hmm, hayu weh."
Farhan pun mengikuti Karina. Arumi keluar dari kelas.
"Iya. Ada apa, Karin?" tanya Arumi seraya mengedarkan pandangan berharap tidak ada geng rudal di sekitarnya.
Karina menyengir. "Hihi, biasa. Aku lapar, ke kantin yuu. Kalian juga pasti lapar, 'kan?"
"Aduh, maaf banget. Bukannya aku enggak mau. Tapi, a-aku lagi anu," balas Arumi tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arumi Khairunnisa <TAMAT>
Teen FictionArumi Khairunnisa, perempuan berparas tidak sempurna mencoba menguatkan diri ketika keluar dari desanya. Pindah ke kota demi mengikuti keinginan orang tua dan kisah SMA yang ia lalui berjalan di luar ekspektasi. Kali ini aku dan partnerku sedang be...