Arumi menuruni satu-persatu anak tangga, menghampiri Zulaiha yang sedang memasak untuk sarapan. Arumi membantu untuk ke sekian kalinya. Zulaiha tidak bisa melarang karena niat anaknya baik.
"Alhamdulillah beres. Rumi ke atas ya, Bu."
"Iya, nanti kalau bapak sudah ke sini ibu panggil kamu," jawab Zulaiha sambil mengelap piring.
Arumi mengangguk. Tugas sekolah sudah beres ia selesaikan semuanya. Arumi membuka aplikasi catatan di HP tempat ia menuliskan hal-hal yang penting.
"Nah ini alamatnya Kak Aisyah. Aku pengen main ke rumahnya hari ini."
Karena ada nomor HP-nya, Arumi menghubungi Aisyah untuk memastikan bisa tidaknya. Setelahnya, Arumi ke kamar mandi dan segera melakukan ritual mandi. Memilih pakaian yang cocok untuk ia kenakan. Kemeja putih, rok berwarna peach, dan kerudung pashmina berwarna selaras dengan rok nya. Arumi tidak tahu orang tuanya akan mengizinkan atau tidak.
Dari bawah, Zulaiha memanggil Arumi untuk sarapan. Mereka mengisi perut dengan damai. Yusuf tidak rewel tentang masakan apa yang dibuatkan istrinya. Bahkan ia tidak bertanya siapa yang memasak hari ini. Patut diakui, Yusuf makan dengan lahap. Arumi tersenyum bahagia melihatnya.
"Nak Rum, tumben sudah rapi. Ini kan hari libur," ujar Zulaiha mengamati anaknya.
Arumi menyengir, ia memainkan tangan di atas meja makan.
"Bapak, ibu, kalau Arumi main ke rumah Kak Aisyah boleh? Katanya dia kerja bagian sift siang."
Yusuf menghentikan cemilannya. "Aisyah yang jadi chef di restoran kita?"
Arumi menunduk. "I-iya, Pak. Aku mau silaturahmi sekalian belajar bahasa Sunda."
Aisyah adalah karyawan yang dipercaya Yusuf. Selain disiplin, ia juga memiliki attitude yang baik. Yusuf terdiam selama beberapa detik.
"Boleh."
"Alhamdulillah. Terima kasih, Pak."
Zulaiha tersenyum renyah. "Emang kamu tahu rumahnya? Mau naik apa?"
"In syaa Allah. Naik angkot saja, Bu," jawab Arumi.
"Oke. Hati-hati di jalan."
Arumi memasang tangan hormat bendera. Seperti biasa, Yusuf dan Zulaiha pergi ke restorannya meninggalkan Arumi bersama kucing di rumah. Tama menemani Arumi membereskan kembali sisa sarapan, mencuci piring, membersihkan dapur yang ternodai. Usainya, Arumi memangku Tama ke kamar. Meletakkan kucing mungil itu di atas kasur.
Jam tangan yang melingkar di tangan Arumi sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB. Arumi mengambil tas selempangnya, lantas menemui Tama yang sedang menghangatkan tubuh di kasur yang terpantul sinar mentari.
"Tama, abdi pergi dulu, yaw. Gak akan lama, kok. Aku sudah siapkan sarapan untuk kamu di tempat biasa. Baik-baik di rumah," ujar Arumi seraya mengelus bulu kuduk Tama.
Meong, meong.
"Sip, anak baik. Hahaha."
Arumi mempercepat langkahnya. Mengunci pintu dan berjalan ke depan menunggu angkot lewat. Kendaraan bersimpang siur di jalanan. Arumi memasang google maps juga bertanya kepada sopir angkot agar tidak sesat di jalan.
Tidak disangka, ternyata Arumi harus dua kali naik angkot. Tangan Arumi membawa kantong kresek putih berisi makanan untuk Aisyah. Tidak mungkin ke sana dengan tangan kosong. Ia berhenti di depan sebuah rumah yang hampir sama besarnya dengan rumah Yusuf dan Zulaiha.
"Ini ... rumahnya. Alamatnya juga sudah benar. Okeylah, bismillah."
Arumi menekan bel rumahnya. Tidak ada sahutan. Sekali lagi Arumi memanggil pemilik rumah. Yang kedua kalinya ada orang yang membukakan pintu. Aisyah, ia menyambut kedatangan Arumi dengan senang hati. Mempersilakan masuk ke dalam rumah yang hening tanpa ada suara manusia lain atau kegiatan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arumi Khairunnisa <TAMAT>
Teen FictionArumi Khairunnisa, perempuan berparas tidak sempurna mencoba menguatkan diri ketika keluar dari desanya. Pindah ke kota demi mengikuti keinginan orang tua dan kisah SMA yang ia lalui berjalan di luar ekspektasi. Kali ini aku dan partnerku sedang be...