Gedebug!
Suara bising itu tercipta atas tarikan Farhan kepada Arumi.
Arumi melepaskan genggaman Farhan, mendorong Farhan agar menjauh dari dirinya. Farhan yang tidak tahu apa-apa gelisah ingin diberi tahu sebenarnya.
"Kamu kenapa, Rum? Kenapa jadi kepikiran buat nyelakain diri sendiri?" Kondisi Farhan yang penuh keringat bercampur dengan rasa khawatir yang memburu.
Arumi menangis. Ia juga tidak habis pikir dengan apa yang hendak ia lakukan tadi. "Kamu enggak usah pura-pura baik sama aku, Farhan. Setelah lihat wajahku yang asli, kamu pasti juga bakalan sama! Kamu juga pasti ngejek aku. Aku tuh cape, Han. Delapan tahun aku nutupin wajah aku, cuman biar enggak di pandang rendah sama temen-temen."
"Kamu juga enggak akan ngerasain apa yang aku rasain. Teman-teman ... mereka semua tahu wajah asli aku," ungkap Arumi disertai tangisan yang kian memekik pendengaran.
Dikarenakan ada rapat dan kesibukan lain hal. Farhan baru bisa membuka ponselnya sekarang. Di aplikasi Line ada beribu-ribu pesan yang belum di baca Farhan. Melihat panel notifikasi 'Info terkini' di chat grup kelas Farhan, lantas ia buka.
Farhan membelalakkan matanya saat melihat foto wanita yaitu sahabat yang ada di depannya sekarang. "A-arumi ... ini foto kamu?" tanya Farhan mengalihkan pandangan ke arah Arumi di depan.
Arumi juga ikut melihat dan benar itu wajahnya. Ia juga membuka ponselnya, namun sayang sebelum berita itu disebar, Arumi sudah dikeluarkan dari ruang obrolan grup tersebut.
Farhan membaca komentar-komentar yang menghiasi obrolan itu. Kebanyakan dari semuanya mencibir Arumi, menghina, bahkan ada yang mengedit jadi bahan candaan. "Aku mau lihat," pinta Arumi.
Farhan ragu ingin memberikan ponselnya. "Ta-tapi kamu janji, jangan lompat."
Arumi menghapus jejak Air matanya, mengambil paksa ponsel genggam Farhan. Seperti apa yang dilakukan Farhan, Arumi membaca setiap olokan yang tertulis. Tidak kuat melanjutkan, Arumi memberikan kembali ponsel ke Farhan dan buliran air mata kembali jatuh berguguran. Kini wajah yang selalu ditutupi, disimpan rapat oleh pemilik diri, akhirnya diketahui oleh publik dan Farhan tahu wajah Arumi sebenarnya.
"Rum, kita pulang, yuk," ajak Farhan dengan lembut.
Sambil berlinangan air mata, Arumi kembali hendak menaiki dinding pembatas rooftop. Untungnya Farhan sempat menarik tangan Arumi.
"Lepasin! Aku mau mati aja. Aku udah enggak kuat lagi, lepasin!" Arumi meronta-ronta ingin dilepaskan agar dirinya bisa terjun bebas membelah udara.
"Arumi istighfar!" balas Farhan sedikit meninggikan intonasi bicaranya.
Farhan berusaha keras menahan Arumi supaya tidak lepas dari genggamannya. Farhan memutar pikiran demi mencari cara agar Arumi tidak terjun dari atas.
"Arumi sadar! Ingat Allah SWT. Rum. Kamu masih punya harapan. Teman-teman kamu di desa, nenek dan kakek kamu, ayah dan ibu, serta Aku, kak Aisyah juga. Kamu masih punya harapan untuk hidup, kamu harus bersyukur diberikan hidup yang nyaman dan sekarang malah ingin kamu sia-siakan," timpal Farhan.
Arumi menghentikan aksi berontak, ia diam. "Kamu bilang hidup aku nyaman? Kamu bilang hidup seperti pengecut ini nyaman? Lihat, kamu tidak tahu apa-apa!" bentak Arumi seraya melayangkan tatapan tajam ke arah Farhan.
"Sekarang kamu lihat wajah aku." Arumi berbalik badan menghadap sepenuhnya agar Farhan dapat melihat jelas wajah yang dianggapnya buruk itu.
"Kamu pasti berpikir wajahku menjijikkan. Aku ... aku cape, Han. Aku pengen pergi aja," ucap Arumi disela isak tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arumi Khairunnisa <TAMAT>
Ficção AdolescenteArumi Khairunnisa, perempuan berparas tidak sempurna mencoba menguatkan diri ketika keluar dari desanya. Pindah ke kota demi mengikuti keinginan orang tua dan kisah SMA yang ia lalui berjalan di luar ekspektasi. Kali ini aku dan partnerku sedang be...