23. Nginep

102 32 132
                                    

"Hai, apa kabar?" sapa Lita ketua geng rudal menghalangi jalan Arumi di koridor.

"Alhamdulillah. Kabar aku baik, Kak."

Lita selangkah lebih maju ke depan, mengamati ujung kaki sampai kepala Arumi. "Dilihat-lihat lo makin dekat aja sama Farhan."

Dari balik tembok kelas di belakang, Karina memergoki mereka dengan penuh kehati-hatian. Tadi Karina hendak mengagetkan Arumi. Tetapi, karena Lita lebih dulu datang, jadi ia menyembunyikan dirinya dahulu.

"Gue mau tau lo secantik apa sampai ... Farhan mau dekat sama orang sok misterius kayak lo," celetuk Lita melipat tangan di dada.

Jantung Arumi berdebar kencang. Berfirasat buruk tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh kakak kelasnya. Lita berhasil mengintimidasi jiwa Arumi. Mendengar itu, Karina manggut-manggut seolah ia setuju dengan perkataan Lita. Arumi menghindari tatapan mata lawan. Lita menjentikkan jari kepada teman-temannya di belakang. Mereka maju mendekati Arumi.

"Rumi!" panggil Karina menghampiri mereka.

"Eh, Karin," sahut Arumi super cepat.

Geng Rudal terpaku di tempat.

"Kita ke kelas bareng, yuk," ajak Karina menggenggam tangan Arumi yang berkeringat basah.

Teman sejoli itu meninggalkan Lita and the geng dengan hajatnya yang belum sempat terkabul. Arumi akhirnya bisa bernapas lega setelah Karina membawanya pergi dari cengkeraman geng rudal.

"Makasih karena kamu sudah menyelamatkan aku dari ketakutanku, Karin."

Karina menghentikan langkahnya, memutar badan 90° ke arah Arumi. "Ketakutan apa, Rum?"

Arumi terbelalak, lantas segera mengajak Karina melanjutkan langkah. Dahi Karina berkerut, semakin penasaran.

"Ma-maksudku, Kak Lita kan bisa ngelakuin apa aja demi nyakitin aku seperti waktu lalu. Kalau tadi kamu enggak datang, mungkin dia sudah lakuin itu. Ngedorong aku, misalnya," jelas Arumi beralasan.

"Ooh, iya." Karina mengangguk.

Padahal Karina tahu apa yang akan dilakukan Lita tadi. Arumi apalagi. Ia belum siap untuk bercerita tentang kekurangannya pada Karina sebagai teman yang sudah Arumi anggap sebagai saudara sendiri.

Mereka bersibak jalan karena perbedaan kelas. Sebelumnya, Karina mengajak Arumi ke taman sekolah di jam istirahat nanti. Katanya, bosan ke kantin terus. Taman kali-kali.

Dua jam pelajaran menjelang istirahat diisi dengan pelajaran PAI. Dimana gurunya adalah Bu Nindy, guru pembimbing rohis.

"Jadi, jangan asal bergaul. Pilihlah teman yang selalu ada di kala suka dan duka. Terutama, dia yang selalu mengajak kepada kebaikan. Karena ... teman bisa memberi syafaat nanti di Akhirat."

"Nah, sudahkah kalian memiliki sahabat seperti itu?" tanya Nindy kepada semuanya.

"Ada juga malah berkhianat, Bu."

"Susah nyari yang kayak gitu mah."

"Ada juga yang suka uangnya, Bu," celetuk Anita menyindir kedua temannya.

Banyak dari mereka yang mengeluh. Tepatnya, belum menemukan teman yang disebutkan gurunya tadi. Dan Arumi ... ia hanya tersenyum dan bersyukur bisa mendapatkan teman seperti Karina dan Farhan. Arumi tidak ingin menyia-nyiakan teman seperti mereka. Mendengar keluhan yang lain, Arumi semakin yakin bahwa Karina dan Farhan adalah yang terbaik.

Guru muda itu menerangkan dengan singkat, padat, dan jelas. Kaum adam saja tidak berpaling dari depan. Bukan pada papan tulis, tapi wajah Bu Nindy yang rupawan.

Arumi Khairunnisa <TAMAT>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang