29. Kepulangan

115 30 75
                                    

Farhan baru saja memarkirkan motornya di depan rumah Yusuf.

"Hati-hati, Nak Rum!" teriak Zulaiha terdengar nyaring ke luar rumah.

Arumi hendak membuka pintu utama karena ada beberapa keperluan yang harus dibeli. "Iya, Bu!" sahut Arumi yang kemudian keluar dari rumahnya.

Tunggu, Arumi berhenti tatkala melihat motor yang terparkir di depan rumah. Sudah tahu motor siapa, Arumi langsung mengedarkan pandangan mencari pemiliknya. Arumi mengedikkan bahu acuh.

Duarrr!

Dari balik pohon pendek itu Farhan menyergah gadis yang tampak biasa-biasa saja.

"Ih, kok gak kaget?"

"Ngumpetnya yang pinter dong. Orang kaki kamu kelihatan. Dah, aku buru-buru. Kamu masuk aja ke dalam ngobrol sama bapak," pungkas Arumi.

"Kamu mau kemana emang?"

"Ke hatimu." Arumi kembali berkata, "Ke pasar. Kemarin belanjaan ada yang kurang buat dibawa ke desa nanti."

Farhan mengintil sampai berdiri di samping Arumi menunggu angkot lewat. Mata Arumi melirik sinis pemuda di sebelahnya.

"Loh, kok malah ke sini?"

"Kar-"

"Ayok kosong, Neng," ajak sopir angkot menghentikan mobilnya.

Arumi segera menyusup ke dalam yang belum ada penumpangnya, Farhan juga ikut-ikutan masuk tanpa mengingat ada sesuatu yang ia lupakan. Farhan mengamati Arumi yang asyik senyum-senyum sendiri, mengabaikan kehadirannya.

Sudah beberapa hari Arumi menginjak bumi tanpa menyembunyikan sebagian wajahnya lagi. Di libur semester ini ia memulai awal yang baru dan harapan yang baru. Tidak ada lagi yang Arumi sembunyikan dari semesta.

Sekarang hidungnya bisa berkenalan langsung dengan aroma apapun yang dilaluinya. Terutama menghirup udara kota Garut di pagi hari, Arumi sudah lama menantikan masa ini.

"Heh, senyam senyum senyam senyum. Kunaon?" tanya Farhan duduk berhadapan dengan Arumi.

"Yah, Farhan mah ngeganggu. Aku tadi lagi mengingat momen sama teman-teman di desa. Dan aku gak sabar buat ketemu mereka."

"Hm, jadi gitu. Mereka belum ada aja, kamu udah lupain aku. Apalagi nanti kalau udah ketemu. Kayaknya aku bakal diusir duluan nanti," ujar Farhan seraya menautkan kedua tangan.

"Haha maaf. Kamu tenang aja, aku gak bakal usir kamu, kok. Paling kamu aku buang dulu ke tong sampah," celetuk Arumi sudah terjangkit dengan tabiat Farhan.

Mata Farhan membuka lebar-lebar. "Wah parah, Neng Rumi."

Tiba-tiba sopir angkot tergelak. Arumi dan Farhan sontak meliriknya. Ternyata di sana ada orang ketiga yang sedari tadi mendengar ocehan sepasang sahabat itu.

"Kalian adik-kakak, teman, atau ... pacaran, nih?" tanya orang ketiga.

"Sahabat," jawab Arumi dan Farhan bersamaan.

"Cimiwiw!" Sopir angkot bersuara.

Mereka kembali mengobrol dengan topik yang berbeda diselingi dengan penumpang lain yang keluar masuk. Tibalah mereka di pasar. Kedua kalinya Arumi dan Farhan main di pasar tanpa direncanakan.

Mereka turun dengan hati-hati. Arumi menyodorkan ongkosnya, kemudian mundur agar bergantian dengan Farhan. Farhan tengah merogoh semua saku dan berakhir dengan menepuk jidatnya sendiri. Ia tersenyum kikuk kepada penumpang yang duduk di sebelah sopir.

"What happen, aya naon?" tanya Arumi kelimpungan.

"Ssst, a-aku pinjem uang buat bayar ongkosnya," desis Farhan menatap jengah Arumi.

Arumi Khairunnisa <TAMAT>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang