04. Pemberitahuan

167 50 112
                                    

Di pertigaan jalan, Arumi dan sepedanya saling melambaikan tangan dengan kelima sahabatnya yang berbeda arah darinya.

"Dah, sampai jumpa nanti malam!" ujar Arumi yang tengah membelokkan sepedanya ke arah kanan.

"Dah, Arumi!" balas Melya, Nabila, Ezra, dan 2R mengarahkan sepedanya ke arah kiri.

Sambil mengayuh pelan sepeda, dari kejauhan Arumi menoleh ke belakang dimana empat sepeda melaju bersama-sama menjauhi posisinya. Bibir merah muda di balik maskernya melengkung membentuk senyuman di iringi perasaan sendu karena sebentar lagi momen dengan sahabat-sahabatnya akan segera berakhir.

Desir angin menyahuti batin Arumi di perjalanan menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari pertigaan tadi. Diselingi dengan menjawab sapaan dari teman ngajinya atau perempuan paruh baya yang sedang mengangkat ikan asin setelah dijemur sedari pagi.

Setibanya, Arumi membuka pintu pagar cokelat kemudian menuntun sepedanya ke dalam. Sepeda lipat berwarna merah itu ia standar kan di depan rumah berlatar kebun pisang.

"Assalamu'alaikum." Arumi membuka pintu lantas mengedarkan pandangan.

"Wa'alaikumussalam, Rumi. Tumben sudah pulang," jawab pria berpeci hitam.

Arumi menyalami pria yang tengah duduk di kursi ditemani secangkir kopi kapal api di atas meja.

"Sudah, Kek. Di sekolah ada rapat dadakan, semua guru harus menghadirinya, jadi kita dipulangkan biar tidak mengganggu," jawab Arumi, ia mendudukan dirinya di kursi sebelahnya

"Oo, gitu." Kakeknya kembali menatap buku tebal di pangkuannya.

"Kakek membaca apa?" tanya Arumi.

"Sirah nabawiyah, kisah perjalanan Rasulullah SAW. Dengan membaca ini kita jadi mengenal Rasul kita, perjuangan luar biasa beliau, sifat mulia, bahkan kuatnya beliau saat ujian berat datang. Kamu juga perlu baca ini, Nak," jelas kakek memberikan senyuman.

"Maa syaa Allah. Iya Arumi mau baca bukunya, Kek," ucap Arumi antusias.

Mata Arumi mencari sosok perempuan yang tidak pernah lepas dari jilbabnya.

'Nenek belum pulang. Belanja kali, ya,' ucap Arumi dalam hati.

Neneknya sudah biasa berbelanja kebutuhan dagangnya di jam Arumi pulang sekolah, jadi Arumi sudah paham jika neneknya tidak menyambutnya pulang.

Jarum jam dinding menunjukkan pukul 14.45 WIB, Arumi bergegas masuk ke kamarnya. Ia buka masker di depan cermin bundar itu, sekejap menatap tanda merah di pipinya, tanpa berpikir apa-apa Arumi langsung melangkahkan kaki untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melaksanakan shalat ashar dilanjutkan dengan tilawah al-qur'an.

Arumi melirik ke luar kamar, suasana rumah tampak masih sepi tanda neneknya belum pulang.

"Waktunya nugas, mana banyak lagi. Semangat, Rum!" gumam Arumi mendudukkan dirinya di kursi belajar.

Ia membuka bukunya. Terdengar suara orang masuk, Arumi langsung ke luar melihatnya. Benar saja, neneknya baru pulang, Arumi mencium tangannya. Di meja dapur terdapat beberapa kantong belanjaan, Arumi pun mengamati satu-persatu.

"Nek, kenapa belanjanya banyak? Biasanya kan nenek belanja cuma buat satu kali jualan," tanya Arumi penasaran.

"Nenek mau buat donat buat pengajian nanti malam, Nak Rum. Alhamdulillah nanti bakal ada banyak tamu dari kampung sebelah, jadi nenek bikin agak banyak," jawab nenek sambil mengeluarkan bahan-bahan dalam kantong.

"Oo, pantesan."

Nenek membalasnya dengan senyuman. Arumi berpikir bahwa perempuan di depannya pasti butuh bantuan, tetapi di sisi lain ia harus mengerjakan tugas sekolah buat besok. Mana yang akan Arumi pilih? Tentu membantu neneknya. Ya, setelah Arumi tahu akan pindah ke kota, ia ingin membantu dan menghabiskan banyak waktu bersama dua orang yang sudah ia anggap sebagai orang tua kandungya.

Arumi Khairunnisa <TAMAT>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang