1. Suatu Hari

2.5K 472 380
                                    

Selamat membaca!
Tolong tandai typo ya :)

Sore itu langit agak mendung, seorang gadis berhijab hitam berlarian mengejar bus Transjakarta yang baru saja berangkat meninggalkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu langit agak mendung, seorang gadis berhijab hitam berlarian mengejar bus Transjakarta yang baru saja berangkat meninggalkannya.

"Aish, ketinggalan lagi, ini tumben busway kok jarang banget. Giliran ada penuh, giliran longgar eh ketinggalan," gerutunya dengan kesal, napasnya tersengal-sengal setelah terburu-buru berlarian menuruni tangga halte bus Trans Jakarta.

Kemudian gadis itu mengambil botol minuman di dalam tasnya dan duduk sejenak untuk meneguk minumannya. "Habis lagi, padahal masih haus," lirihnya.

"Mbak!"

Suara bariton menginterupsinya, spontan ia bangkit dan berdiri, gadis itu mulai mengernyit saat dilihatnya seorang pria sedang tersenyum di hadapannya. Ya ... dia pria dengan kaos oblong dan celanan sobek-sobek seperti preman yang sering dilihatnya di terminal, gadis itu mengeratkan pegangan pada tas ranselnya, waspada. "Kenapa ya?"

"Mau minum?" Pria itu menyodorkan sebuah botol air mineral.

"Oh nggak, Mas, terima kasih."

"Nggak ada apa-apanya kok air mineralnya, Mbak. Ini baru saya beli tadi," jelasnya.

Si gadis mengangkat wajahnya sembari memicingkan mata, merasa aneh. "Nggak, Mas. Makasih."

"Dan itu, saya bukan copet atau pencuri kok, tenang saja," serunya dengan pandangan mata mengarah pada tas yang ada dalam pelukan erat gadis itu dan sudut bibir yang terangkat.

Gadis itu menunduk sejenak, ternyata pria di depannya tahu jika dirinya sedang dalam mode waspada. "Nggak, Mas. Maaf bukan begi ...."

"Ngga apa-apa, saya tahu penampilan seperti ini memang mencurigakan. Saya udah biasa, jangan khawatir," potongnya.

"Lhoh ini orang cenayang apa ya? Kok tau sih yang ku pikirkan," gumamnya dalam hati.

"Tau dong," celetuknya dengan senyum penuh arti, hal itu semakin membuat gadis di depannya ketakutan.

"Mas tahu apa yang saya pikirkan?" selidik gadis itu.

"Iya. Saya sudah biasa dengan reaksi seperti yang Mbaknya ini tunjukkan ketika bertemu laki-laki seperti saya. Tapi saya bukan dukun kok, bukan peramal juga."

"Terus?"

"Saya pelamar."

"Mau melamar kerja?"

"Bukan. Saya mau melamar Mbak."

Gadis itu terkejut dengan tangan bergetar menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Saya?"

Pria itu mengangguk dan tersenyum manis.

Bulu kuduk gadis itu meremang. "Apa-apaan, kamu orang stres ya? Serem banget," ujarnya seraya berjalan menjauh.

"Mbak! Mbak!" panggilnya.

Uhibbuki, AlmahyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang