36 - Masa

45.1K 5.4K 382
                                    

Konflik di part ini ga setebel di chapter sebelumnya, tapi nulis flashback di sini berasa baper bgt haaaaa. berasa nerjemahin scene film ke dalam tulisan.

like dulu ya, thank you

~*~*~*~

Rio menginjak pedal rem dengan kuat, tubuhnya tersentak ke depan akibat manuver dadakan itu. Ia mengumpat dalam hati, hampir saja ia menerobos lampu merah gara-gara pikirannya yang bercabang kemana-mana membuatnya tidak fokus.

Rio mendengus kasar, ia meraih sebotol air mineral di dekat perseneling kemudian menenggaknya hingga tandas. Setelah meletakkan kembali botol itu, ia menyandarkan punggungnya lalu menghela nafas panjang.

Penyesalan yang sekian lama bercokol di hatinya kembali menyeruak liar.

Seharusnya dari awal ia lebih tegas menolak Mikha.

Seharusnya ia berusaha lebih keras untuk menjauhi Mikha.

Seharusnya sejak dulu ia membuat Mikha membencinya.

Dirinya tak lebih dari tinta hitam yang merusak kanvas hidup Mikha yang cemerlang.

Rio ingat betul kapan pertama kali ia menghindari Mikha, waktu itu bahkan lembaran kelam hidupnya yang dilalui bersama Ivy belum dimulai. Kejadiannya setelah kegiatan camping, saat itu Rio sudah menyadari bahwa Mikha berbahaya. Ia tak ingin memperbanyak eksistensi Mikha dalam hidupnya, gadis itu memiliki potensi merebut apa yang menjadi milik Ivy. Sedikitpun ia tak mau memberikannya.

~

Seminggu setelah kegiatan camping, Mikha beberapa kali mengirimnya sms, tapi jarang Rio balas, kalaupun dibalas hanya kata-kata singkat dan seadanya. Pesan-pesan itu berisi ucapan terima kasih, menanyakan kabar Rio pasca pertikaian di acara camping waktu itu, dan Mikha memaksa untuk mengembalikan jaketnya. Untuk yang terakhir itu sepertinya Mikha agak memaksa, karena meskipun Rio membalas "titip aja ke Keanu" tetapi Mikha bersihkeras ingin mengantarkannya pada Rio.

Bukan hanya pesan singkat, Mikha juga meneleponnya tetapi tak pernah Rio angkat. Hingga pada suatu sore, Rio menemukan 15 missed call di ponselnya. Jelas saja Rio kesal, bahkan saat ponselnya kembali berdering, ia mengkatnya dengan kasar. "Ngapain sih lo telpon-telpon gue ? kan gue udah bilang jaketnya kasih aja ke Keanu. Nggak usah merasa hutang budi karena gue udah nolongin lo, cukup jangan hubungi gue buat urusan yang nggak penting."

"Uhm ... Maaf Kak, tapi aku udah di taman komplek kakak."

"Lo di komplek gue?!"

"Iya Kak, tapi aku nggak tau nomor rumah Kakak."

Rio mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Tunggu gue di situ." Ia menekan tombol ber-icon merah pada keypad ponselnya, kemudian bergegas keluar kamar. Setiba di luar rumah, ternyata awan kelabu sedang bersiap meluruhkan muatannya. Alhasil Rio mempercepat langkahnya menjadi berlari.

Kala Rio berhenti, nafasnya memburu akibat berlari sangat cepat. Tatapannya menyusuri taman yang diisi oleh berbagai macam wahana permainan. Biasanya tempat itu ramai setiap sore, tapi mendung membuat suasana taman menjadi sepi. Hanya ada seorang gadis yang duduk termangu di ayunan sambil memangku sebuah paper bag.

"Mikha!" panggilan Rio membuat Mikha berdiri, senyumnya mengembang riang.

Disaat seperti ini, bisa-bisanya Mikha masih senyum padanya.

Rio berlari mendatangi Mikha. Bertepatan saat ia tiba, rintik-rintik air mulai turun dari langit. "Mikha! Lo nggak perlu datangin gue ke sini, kan udah gue bilang titip aja ke Keanu."

PROPOSAL : Deposito 9 BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang