47 - If This Was a Movie

53K 5.9K 533
                                    

Di bawah guyuran hujang siang itu, tampak sebuah motor memasuki area parkir restoran cepat saji yang letaknya berseberangan dengan Bank BSN. Setelah menurunkan kaki dari footstep motor, Mikha langsung berlari memasuki McD tanpa menunggu Doni yang menyusul kemudian.

Mereka berdua baru saja pulang dari pabrik roti nasabah. Tadinya Doni mengajaknya pakai motor supaya cepat sampai karena area yang mereka kunjungi rawan macet sepanjang hari, lagipula mobil kantor sedang dibawa Gita dan tidak tahu kapan tiba, sedangkan Mikha tidak membawa mobil hari ini karena pergi bersama Jona.

Saat mereka berangkat langit masih terbilang aman, tetapi saat di jalan pulang tiba-tiba kumulus awan mendung menurunkan pasukannya dan membuat Mikha lebih memilih berhenti di McD. Meskipun tempat itu berhadapan dengan kantornya, tapi putar baliknya jauh. Keburu berkuah bajunya pas sampai kantor. Lagipula dia baru ingat kalau belum makan sejak pagi tadi.

Mikha langsung memilih meja kosong yang dilihatnya. Saat meletakkan kantung plastik berisi berbagai macam roti pemberian nasbaah, ia baru sadar bahwa kemeja bagian depannya sangat basah. Mendadak ia menyesal memakai blouse berwarna biru cerah berbahan rayon, karena bagian depan yang sangat basah itu warnanya menggelap dan nempel ke kulit sehingga mencetak lekukan bra-nya. Padahal kalau kering aman-aman saja dipakai.

Mikha langsung menarik bajunya agar tidak terlalu menempel ke kulit. Salah sendiri tidak bawa jaket.

"Don, gue nitip pesenin Big Mac sama Iced Coffe ya, gue mau ke toilet dulu," pintanya pada Yudha saat meletakkan tas di meja.

"Oke."

Mikha bergegas melangkah menuju toilet. Saat melihat kaca ia hampir berteriak. Mungkin itu terlalu berlebihan, tapi penampilannya memang kacau sekali. rambutnya mencuat dari ikatan akibat memakai helm pinjaman yang sempit dan harus ditarik kencang saat membukanya.

"Malu-maluin aja, tau gini mending langsung ke kantor. Pas nyampe paling tinggal meras baju, lumayan air perasannya bisa buat melihara ikan cupang," dumelnya dalam hati. "Besok-besok gue nggak mau naik motor bareng Doni, sial mulu perasaan. Kemaren kecelakaan, terus sekarang kehujanan malu-maluin."

Setelah merapikan rambutnya yang panjangnya sudah melewati bahu, ia memeriksa isi slingbag-nya, mencari benda apa saja yang bisa dijadikan kipas untuk mengeringkan bajunya. Kan nggak mungkin dia nempel-nempelin dada di hand dryer supaya kering kena terjangan angin, bisa dikira gila kalau ada orang yang masuk toilet.

Menemukan brosur kredit di tasnya, lantas Mikha langsung mengipas-ngipas dengan heboh. Alhasil Mikha berada di toilet cukup lama sampai tangannya berotot, tapi tak apa yang penting bajunya tidak separah tadi.

Sekeluar dari toilet, Mikha mendapati Doni yang mengigit paha ayam dengan nikmat. Mendadak perutnya keroncongan. Saat Mikha mendekat, alisnya bertaut melihat sebuah jaket hitam terlipat rapi di atas bungkusan plastik roti.

Mikha langsung meraih jaket itu, "Ini jaket lo, Don?"

Doni langsung menelan makanannya lalu mengernyit heran. "Hah? Bukan," Tampiknya lalu menunjuk jaket kulit hitam yang disampirkan pada kursi sebelahnya. "Ini jaket gue."

"Terus punya siapa dong?"

"Nggak tau, pas mesen gue nggak ngecek meja. Jangan-jangan punya orang ketinggalan."

"Ketinggalan kok ditarohnya di atas plastik? Itu sih namanya sengaja."

"Yaudah lo cium aja, kalo bau bandot tinggal lo buang. Tapi kalo fine-fine aja, mending lo pake. Siapa tau tuh orang lagi sedekah gara-gara ngeliat lo basah?"

Mikha memutar bola mata, "Yakali ada orang asing begitu, emang ini drama korea?"

Meski agak skeptis, terapi Mikha akui saran Doni boleh juga. Agar tak terlalu menarik perhatian pengunjung lain, Mikha mengambil posisi duduk di hadapan Doni. Ia merentangkan jaket di tangannya yang akan jadi oversize bila ia pakai.

PROPOSAL : Deposito 9 BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang