abis hiatus update yang santai dulu yakkk
~*~*~*~
Tak terasa sudah sebulan berlalu sejak Mikha pergi meninggalkan Rio. Hari-hari awal rasanya sangat berat terjerumus oleh beratnya patah hati. Lalu hari-hari berikutnya, ia bisa apa selain menampilkan kesan baik-baik saja versi paling sempurna dengan meyakinkan diri bahwa ia harus bahagia demi keluarganya. Padahal sebenarnya...
Hampa.
Sekuat apapun ia menampik, berusaha untuk tetap menikmati hidup, mengutuk Rio yang begitu brengsek, tapi tetap saja kekosongan itu mendekam di sana. Sialnya lagi, kekosongan itu seperti dikelilingi selaput tipis yang teramat rapuh. Jika sedikit saja tersentuh akan bayang-bayang pria itu, maka tanpa sadar Mikha akan menahan napas untuk sekejap demi menikmati rasa sakit yang timbul.
Setelah kejadian Rio mengunjungi rumahnya tiga minggu lalu, pria itu tak pernah datang lagi, pun tak pernah mencari Mikha di kantornya. Dan meskipun Mikha memblokir kontak dan semua media sosial Rio, harusnya Rio berinisiatif menghubunginya dengan nomor lain atau membuat akun baru demi mengirim pesan di instagramnya. Padahal Mikha bisa saja menyusun skenario mengangkat panggilan dari nomor asing, atau kalaupun sebuah pesan instagram tak akan ia balas, setidaknya Mikha tahu bahwa Rio telah berusaha meski sekecil itu.
Tapi Rio tidak melakukannya.
Awalnya Mikha mengira semua itu karena kebodohan Rio, tapi ketika ia terjaga tengah malam dan berujung memandangi foto-foto lama dirinya bersama Rio lalu tersenyum pada gambar yang mengabadikan momen konyol, Mikha langsung sadar bahwa cintanyalah yang bodoh selama ini. Cintanya yang teramat bodoh itu juga melarangnya untuk menghapus potret kenangan bersama Rio dan hanya bisa menggiringnya dalam tangis ketika menyadari bahwa Rio tak pernah menginginkannya.
Tau apa paling bodoh dari itu semua?
Nyaris setiap malam, pada jam yang sama ketika Rio datang ke rumahnya tiga minggu lalu, Mikha akan berdiri di depan jendela kamarnya entah untuk berapa lama.
Tak mengapa jika yang datang bukanlah sosok Rio dengan balutan kemeja rapi dan turun dari mobilnya dengan menyandang profesi sebagai interior designer yang sudah menyukseskan banyak proyek, melainkan sosok Rio yang mengendarai motor dengan jaket hitam yang warnanya agak memudar karena terlalu sering dipakai saat pergi kuliah serta sepatu keds putih yang sudah menguning akibat dicuci berulang kali.
Karena yang paling penting adalah kedatangan dengan membawa seuntai perkataan maaf. Bila Mikha beruntung, mungkin ia akan mendapati Rio membawakannya bunga mawar. Tak perlu sebuket, setangkaipun tidak masalah.
Jika itu terjadi, Mikha sudah tak peduli lagi dengan rasa sakit yang begitu meremukkan hatinya. Ia akan langsung berlari dari kamarnya, membawa cintanya yang begitu bodoh, dan menghampiri Rio dengan dekapan seerat rindu yang teramat menyesakkan.
Tok ... tok ...
"Mikha..."
Suara ibunya membuat Mikha tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas siang dan merasa bodoh sendiri karena bengong di siang bolong.
"Bon..."
"Iya?" sahut Mikha sembari berjalan menuju pintu dan membukanya, tampaklah ibunya yang berdiri sambil menggendong Raka, anak sulung Geri yang berumur tgiga tahun. "Ada apa, Mam?"
"Bonbon, anterin Mami ke tempat Geri, ya? Pak Ujang lagi nganterin Papi ke rumah temennya, Anna juga nggak bisa ikut karena Chiara tiba-tiba rewel, jadi nggak ada yang nyupirin," jelas Diana panjang lebar. "Raka turun dulu, ya? Pinggang Eyang encok lama-lama," ucap Diana sambil menurunkan Raka, tapi anak itu malah memeluk leher neneknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROPOSAL : Deposito 9 Bulan
ChickLitCinta Mikha pada Rio bertepuk sebelah tangan selama 12 tahun, tapi ia tidak menyerah, ia berhasil menjerat pria itu agar tinggal bersamanya... meski status mereka belum berubah. Mikha masih tetap mengenaskan. "Mikha itu memang cantik, banker, keluar...