23 - Journey to find Abang

39.8K 5.2K 340
                                    

akhirnya tiba juga di chapter yang memunculkan dua tokoh ini. favorit aku nih wkwk. anggap aja lagi refresing, ibarat pesawat lagi transit nih sebelum ke tujuan yang sebenarnya. hayati kan lelah baper terus wkwk

Oh ya makasih bgt likenya, chapter kemaren paling banyak likenya sepanjang cerita ini dibuat. luvvv yu all

~*~*~*~

Terminal kedatangan internasional bandara Soetta tampak ramai oleh passengers yang baru saja tiba di Jakarta. Bunyi tapak sepatu yang bersusulan dan suara gesekan roda dengan lantai memenuhi atmosfer koridor kedatangan tersebut. Di antara hiruk-pikuk yang berdengung seperti lebah itu, terlihat dua orang pria berjalan bersisian sambil menggeret koper.

Mereka adalah Kebarasta dan Kebastara, si kembar yang wajahnya begitu serupa dan tingginya pun hampir sama. Perbedaan yang paling kontras saat ini hanya pada rambut mereka, Bara berpotongan pendek, sedangkan rambut Basta agak agak ikal dan sedikit penutupi kening.

Bara–si pria berjaket kulit hitam dengan kacamata hitam yang mengantung di kerah kaus putihnya–menoleh pada Basta, adik kembarnya yang mengenakan boomber jacket berwarna navy blue. "Lo udah pastiin kan alamatnya?" tanyanya.

"Gue cuma punya nama kos sama nama tempat yang dibilang Abang waktu itu. Kita kan sepakat pulang diam-diam, jadi gue nggak ada nanya ke Abang."

"Maksud gue, di maps valid nggak alamatnya? Kalo enggak biar gue telpon Abang aja."

"Jangan!" sergah Basta cepat. "Tenang aja, lokasinya valid lengkap sama foto-foto kosnya. Lagian ini kan ide lo yang nggak mau pulang bilang-bilang, mana rdadakan lagi," keluhnya di akhir kalimat.

"Itu sih elo doang yang ngebet ngasih surprise, kalo gue lebih milih nelpon abang dari pada nyasar. Maksud gue itu, pulangnya aja yang nggak bilang-bilang, kalo udah sampai ya bilanglah," timpal Bara cuek.

Basta mendelik kesal. "Kampret emang lo, Bar! Gue packing sampe kalang kabut, buru-buru datengin lo dari Kensington ke Blaxland gara-gara lo suruh cepat, seenaknya aja lo—"

Bara langsung menyodorkan botol air mineral ke wajah Basta untuk membungkam adik kembarnya itu. Ketimbang menyodorkan, mungkin lebih tepat disebut nampol. "Minum gih, rempong lo kayak emak-emak." Kemudian ia seenak jidat mendahului Basta.

"Kembaran setan lo!"

~*~*~*~

Langit sudah beranjak sore saat Bara dan Basta tiba di tempat tujuan. Basta langsung menganga melihat bangunan di hadapannya, ia bolak-balik memeriksa foto dari google maps dan membandingkan rumah dua lantai di hadapannya. "Kok beda banget, ya?" gumamnya bingung.

Bara yang ikut membantu supir taksi untuk menurunkan koper, langsung menendang koper abu-abu milik Basta hingga rodanya menggelinding dan membentur betis Basta. "Makanya gua bilang juga apa, telpon abang aja!"

Basta yang celingukan langsung menaikkan handle kopernya. "Tapi titik lokasinya benar, tulisannya aja Kos Putra Kamboja, rumahnya juga mirip sama di maps."

"Lebih mirip rumah hantu kalo kata gua."

Basta membuang napas kasar sambil menatap plang bertuliskan "Kos Putra Kamboja" yang menggantung di atas pagar. Rumah dua lantai di hadapannya ini tampak tak terawat. Daun-daun kering yang kemungkinan menyusup karena terbawa angin, tampak berhamburan di atas pekarangannya yang dilapisi semen. Beberapa kardus kosong juga tergeletak asal-asalan. Tak seperti kos berpenghuni lainnya, sama sekali tak ada kendaraan yang terparkir di sana.

PROPOSAL : Deposito 9 BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang