📚Book Store📓

43 7 42
                                    

*Past

“Tidak perlu mengelak dan merasa malu padaku. Aku tidak pernah peduli dengan yang namanya orientasi seksual. Kalau adikku bisa bahagia meski dengan sesama laki-laki, kenapa tidak? Lagipula dalam sekali lihat saja aku tahu, kau orang baik yang tidak akan berbuat aneh-aneh pada adikku.”

***

Kata-kata Shinwon Hyung masih saja terngiang di kepalaku. Tak kusangka dia sama gilanya denganku. Kukira saat aku ketahuan menatap Changgu dengan tatapan yang tidak biasa, dia akan menyuruhku pergi jauh-jauh seperti orang-orang. Kukira dia akan menatapku jijik seperti orang-orang. Sebaliknya dia malah mendukungku. Astaga.

Masalahnya, apa Changgu juga bisa punya perasaan semacam itu padaku? Yah, aku juga secara sadar mengetahui kalau perasaanku padanya itu tidak benar. Tapi diam-diam aku takut saat tiba waktunya nanti dia akan jatuh cinta pada seorang gadis dan mengencaninya. Rasanya hatiku sakit saat harus membayangkannya.

Begini ya yang namanya cinta? Cinta yang tidak seharusnya. Perasaan dan akal sehatmu menjadi tidak sejalan.

-seperti bunga bangke yang berkali-kali falling in ai pada seseorang yang belong to someone else -,-

“Hyung! Kau melamun?”

Iya dan lamunanku buyar saat suara manisnya menyapa indra pendengaranku. Ngomong-ngomong saat ini kami sedang berada di kamarnya dan aku hanya memperhatikannya yang sedang membaca buku.

“Aku hanya terpikirkan sesuatu,” kataku.

“Apa itu?” tanyanya.

“Xiaoxin, bayi panda yang pernah kuasuh di penangkaran dulu. Ah, mungkin sekarang dia sudah beranjak remaja sekarang,” alibiku.

“Astaga, bayi panda? Dia pasti sangat lucu dan menggemaskan!”

“Tentu saja.”

“Ngomong-ngomong, apa kau bosan, Hyung?”

“Hmmm?”

“Aku bosan, Hyung. Somi sedang dikemoterapi. Youngjae sedang tidak bisa diajak main. Aku juga sedang malas bermain dengan teman-teman yang lain. Dan aku sudah membaca buku-buku ini beberapa kali,” katanya sembari menekuk bibir lucu.

“Lalu kau mau apa?”

“Aku ingin buku yang lain.”

“Kau ingin pergi membeli beberapa buku lagi ke toko buku bersamaku?”

Changgu menatapku ragu. “Huh?”

“Kau sudah lama sekali di rumah sakit tanpa pergi kemanapun selain sekolah. Mungkin karena itu kau bosan. Sesekali kau harus pergi ke tempat lain,” kataku.

“Iyakah?”

“Bagaimana? Kau mau tidak?” tawarku.

“Kalau begitu aku harus ganti baju. Tidak mungkin kan aku keluar dengan piyama rumah sakit?”

🍬🍬🍬

Singkat saja kami pergi ke toko buku. Kebetulan letaknya tidak begitu jauh dari rumah sakit, jadi kami hanya perlu berjalan kaki. Tapi ada yang aneh dengan Changgu. Dia berjalan di sampingku sembari berpegangan sangat erat pada lengan bajuku.

“Kau kenapa?” tanyaku.

“Aku tidak biasa berada di tengah orang-orang. Aku selalu merasa mereka menatapku aneh.”

Aku hanya bisa tersenyum simpul. Justru dia yang berpegangan seperti ini lebih membuat orang menatap kami aneh. Ah, tapi mengapa pula harus peduli pada tatapan orang? Sekalian saja aku menggusak rambutnya gemas saat ada orang berpapasan dengan kami sembari menatapku aneh.

“Whoaaah sampai!” pekiknya riang setelah tiba di depan toko buku.

“Pilihlah buku yang ingin kau beli,” kataku saat kami melangkah masuk ke dalam toko buku itu.

Pegangannya pada lenganku pun melonggar. Matanya yang berbinar menatap sekeliling dengan takjub. Selanjutnya dia langsung berlari masuk untuk memburu buku yang diinginkannya.

“Jangan lari-lari!” kataku sembari berjalan biasa menyusulnya.

“Keren! Penulis favoritku menerbitkan bukunya yang baru!” katanya antusias.

Aku hanya tersenyum melihatnya yang tampak sangat bahagia hanya kerena melihat buku-buku. Ia begitu bersemangat. 

Selanjutnya aku hanya mengekorinya yang sibuk memilih buku. Hingga akhirnya dia memilih tiga buah buku dan membawanya ke kasir. Sementara aku hanya membeli sebuah buku yang sepertinya menarik untuk referensi menulisku.

“Berapa semuanya?” kataku pada kasir sembari mengeluarkan dompet.

“Hyung, tidak usah. Aku juga bawa uang kok,” kata Changgu sembari menahan tanganku yang akan memberikan kartu uang elektronik pada kasir.

“Aku yang mengajakmu kemari, jadi biar saja aku yang bayar,” kataku.

“Tapi…”

“Tidak sopan kalau menolak pemberian dari seseorang.”

“Huh, baiklah. Terimakasih kalau begitu.”

Selesai dengan urusan pembayaran, kami pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah sakit. Sebenarnya aku masih ingin jalan-jalan ke tempat lain bersamanya, tapi tampaknya Changgu sudah mulai pucat. Ia bahkan tidak lari-lari lagi dan hanya diam sembari berpegangan erat pada lengan bajuku.

“Kau baik-baik saja?” tanyaku memecah keheningan.

Dia hanya bergumam sembari mendongak menatapku. “Hmm?”

Seketika aku panik saat mendapati wajahnya yang semakin pucat dan lesu. Senyuman juga sama sekali tidak ia tampakkan. Aku pun berhenti berjalan dan membuat posisi kami berhadapan sembari memegangi bahunya.

“Kau kelelahan?”

“Tak apa hyung. Rumah sakitnya sudah dekat kok.”

Aku mendecak. Tidak apa-apa darimananya?! Tanpa banyak bicara lagi aku pun hanya langsung berjongkok memunggunginya.

“Naik. Aku akan menggendongmu sampai rumah sakit.”

“Aku bukan anak kecil, Hyung!”

Astaga keras kepala sekali anak ini. Ia malah berjalan mendahuluiku dengan langkah lesu. Akhirnya, aku pun berdiri untuk melangkah mengejarnya, lalu memasang badan menghalangi jalannya.

“Hyu…”

Tanpa repot menunggu kalimatnya selesai, langsung saja aku mengangkat tubuhnya, menggendongnya di depan seperti koala. Aku tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang yang semakin menatapku aneh.

“YANAN HYUUUUNG TURUNKAN AKU!”

🍬🍬🍬

A/n.

Kemarin nggak bisa up karena kuotaku abis :" Maap :"

Pengin dobel up tapi nggak yakin… Hmmmm :")

Jadi ini aja udah :D Hehe :D

Aduh manisnya uke kita satu ini 😭

Eh tapi tunggu…

Uke?

Yakin?

Tunggu sampai beberapa chap depan… 😏😏😏

A Little HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang