🌹 Visit🌷

41 11 41
                                    

Present

"Hyung cepatlah pakai bajunya! Kita bukan akan pergi ke pesta tidak perlu berdandan seperti wanita!"

Astaga anak itu! Percayalah saat ini aku masih di kamarku di lantai dua dan dia ada di dapur di bawah, tapi rasanya aku hampir tuli karena suaranya. Oke lupakan soal Yenan, sekarang aku sedang bingung memilih pakaian.

Sebenarnya Yenan tidak salah berteriak seperti tadi, aku memang sudah terlalu lama memilih pakaian di kamar. Yah, kami memang hanya akan pergi ke funeral, bukan ke pesta. Tapi ini adalah pertama kalinya aku ke sana setelah sekian lama. Aku harus tampak bagus di hadapan mereka.

Oke, aku sudah rapi, hanya tinggal memakai syal. Aku mencari-cari diantara lipatan-lipatan pakaian di bagian bawah lemari, ah tidak ada yang bagus.

"Yanan Hyuuuuuung!"

"Iya sebentar!"

Aish anak itu lagi! Tanganku seketika bergerak membuka laci yang sepertinya sudah lama tidak dibuka. Hingga aku menemukan sebuah syal rajut bagus berwarna merah.

"Hyung! Ayo cep…"

"Huh?"

Seperti biasa Yenan datang lansung membuka pintuku tanpa mengetuknya. Dan entah kenapa ia malah melongo melihatku yang sedang melilitkan syal itu di leherku.

"Hyung…"

"Ayo berangkat! Kino ikut kan? Dia mungkin sudah menunggu lama."



🍬🍬🍬

"Oppa, kau baik-baik saja?" Tanya Kino saat kami semua sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Yenan.

"Apa maksudmu? Aku sangat baik kok!"

"Mungkin ini akan bagus. Sepertinya nanti Yanan Hyung tidak perlu menemui Yuto lagi di rumah sakit," ujar Yenan.

"Memang aku terlihat aneh atau berbeda?" Tanyaku.

"Kau terlihat lebih bahagia dari biasanya. Tapi ya itu bagus," kata Kino.

Selanjutnya perjalanan hanya diisi obrolan random seperti itu. Mereka benar, mungkin aku sudah pulih dari depresiku? Entah kenapa aku juga hanya merasa bahagia untuk saat ini.

"Sudah sampai."

"Loh? Kita tidak beli bunga dulu?" Tanyaku saat sadar dari lamunanku dan tahu-tahu kami sudah sampai di depan gedung funeral.

"Aku sudah membawanya," kata Kino sembari mengacungkan keranjang berisi beberapa tangkai bunga mawar aneka warna.

"Kau memetiknya dari kebunmu sendiri?"

Kino mengangguk. Setelah itu kami pun melangkah masuk ke gedung funeral yang agaknya sepi pagi ini. Aku lupa dimana tepatnya posisi abunya di semayamkan, jadi aku hanya mengekor di belakang Yenan.

"Kita sudah sampai, Hyung. Ini Eomma, kau merindukannya bukan? Eomma lihat, sekarang aku tidak lagi sendirian ke sini," kata Yenan.

"Eomma…"

Aku terpaku untuk sesaat. Menatap sekotak ruang dengan guci berisi abu jenazah yang dibagian depannya terukir dengan apik aksara china 'Wang Shihua'. Di dekat guci itu ada sebuah figura ukuran sedang dengan potret cantiknya di dalamnya. Juga ada fotoku bersama Yenan saat kami wisuda yang berukuran lebih kecil tertata di sana.

Kami meletakkan beberapa tangkai mawar di sana. Lalu kami mulai bicara meski kami tahu Ia tidak akan membalasnya.

"Eomma, aku hanya bisa berharap kau selalu bahagia di sana. Maaf aku baru sempat menengokmu setelah bertahun-tahun," kataku sembari membungkuk sebentar di hadapannya.

"Maafkan aku juga Eomma karena baru sempat membawa Yanan Hyung kemari hari ini. Aku juga berharap kau bahagia di sana tanpa memikirkan kami lagi. Aku cukup bahagia kok hidup bersama Yanan Hyung, dan Kino, aku akan menikahinya sebentar lagi," kata Yenan sembari memelankan suara di akhir kalimat, yah meski aku masih bisa dengar.

"Nyonya Wang, aku memang tidak sempat mengenalmu, tapi aku juga berharap kau selalu bahagia di sana. Dan terimakasih kau sudah melahirkan anak-anak yang kuat, yang baik, dan tampan meski kadang Yenan menyebalkan," imbuh Kino.

"Tampan? Aku lebih tampan dari Yanan Hyung loh!"

"Wajah kalian sama!"

"Hehe."

Setelah sedikit lebih lama bicara lagi, kami pun mengakhirinya. Lalu bergeser ke kiri untuk tujuan kami selanjutnya. Kami tidak punya waktu banyak karena Yenan harus pergi bekerja.

Tanganku bergetar saat perlahan menyentuh gucinya yang sejak pertama ia diletakkan di sini belum pernah kusentuh, bahkan kulihat. Kuusap lembut ukiran namanya di sana, antara percaya dan tidak tapi aku harus menerima fakta bahwa memang dia ada di sana. Sementara itu pandanganku tertuju pada sebuah bingkai dengan foto seseorang yang pernah sangat kukenal, yang selalu tersenyum secerah matahari.

"Ini Yanan Hyung mu. Apa kabar…









.





































Changgu-ya?"

Changgu-ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍬🍬🍬

A/n.

Maaf untuk keterlambatan update dan malah bikin pra ending yang begini :")

Aku bener2 sengaja nunda2 publikasi karena chap ini tuh ga enak banget… tapi mau gimana lagi ini udah jadi alur yang aku susun sejak awal :")

Jeongmal mianhae

//bow 90°

Dan aku ucapkan selamat kepada pembaca yang udah nebak-nebak dari awal… sepertinya plot kejutanku nggak berhasil karena kalian udah nerka dari awal bahwa Changgu nya udah nggak ada di waktu 'present' 😭😭😭

Sebenernya aku mau ngasih fakta soal Changgu di akhir yang bener2 akhir, tapi karena keknya udah ketebak ya udah saat ini aja :")

Aku bener2 menyesal untuk banyak bawang di akhir cerita ini 😭 percayalah aku mau nangis nulis chap ini tuh 😭

Tapi gapapa…

Udah deh ah catatannya… selamat menikmati aja semua :'D

A Little HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang