15 | a heart that's broken

15.2K 1.4K 56
                                    

Tatapan Shalitta terlempar jauh memandang kosong gedung raksasa yang berdiri megah beberapa meter dari tempat dirinya dan Malik duduk. Mereka bersantai di atas taman berumput hijau di bagian belakang mal yang mereka kunjungi.

Ia mengajak Malik untuk bersembunyi di sini, jauh dari kemungkinan bertemu dua pasang manusia yang paling ia hindari di muka bumi.

Lagipula Shalitta lebih suka di sini. Dirinya selalu suka bau rumput. Bunyi gesekan daun dari pepohonan yang berdiri rimbun juga terdengar menenangkan. Pemandangan keluarga yang sedang piknik di tengah taman pun sangat menyenangkan.

"Kenapa lo nggak mau pacaran?" Tanya Shalitta tiba-tiba, teringat obrolan-obrolan simpang siur yang ia dengar tentang Malik yang katanya anti komitmen.

Malik yang sedang duduk berselonjor dengan tangan bertumpu agak ke belakang, seketika menoleh menatap Shalitta dengan heran. "Nggak boleh sama agama."

Shalitta mendengkus. "Kaya punya agama aja."

"Eh, lo tau nggak, dosa ngekafir-kafirin orang?"

Shalitta tertawa renyah. "Mendadak ilmu pesantrennya keluar," Cibirnya. "Jawab aja, deh, yang bener. Kalau nggak, gue nggak mau telepon-telepon lo lagi. Mending gue telepon Pasha. Seenggaknya kalau ditanya, dia nggak banyak bacot."

"Ya iyalah nggak banyak bacot. Ngomong aja nggak," Malik memutar bola matanya. Lalu Shalitta berdecak sebal karena Malik masih saja tidak langsung menjawab pertanyaannya. Melihat hal itu, Malik terkekeh dan memutuskan menjawab. "Nggak apa-apa, Ta. Gue nggak pengen terikat aja. Kewajibannya banyak. Ribet."

Shalitta mendengkus.

"Gue paling capek berurusan ama emosi wanita. Mesti kabar-kabaran tiap hari. Belum lagi ngatasin cemburu gara-gara gue sibuk pacaran ama guling. Kalo gue bilang gue tidur, nggak percaya!" Sahut Malik terdengar sebal.

Shalitta berdecak. "Ya, lo pacaran ama guling orang, kan? Tidur, sih, tapi di tempat cewek lain." tuding Shalitta seraya mendengkus.

"Nah, yang kaya gini-gini yang bikin gue males pacaran! Dituduh mulu!" seru Malik. Telunjuknya menunjuk Shalitta hingga sangat dekat ke pipinya. Ketika Shalitta menoleh, telunjuk itu menusuk pipi kenyalnya.

Shalitta menepis tangan Malik sekali lagi. "Kelakuan lo emang nggak bisa dipercaya, ya, mau begimana?" dengkus Shalitta.

Malik berdecih. "Ya, intinya malas lah. Dia yang insecure, gue yang repot."

Shalitta menggelengkan kepala. Enggan menanggapi lebih jauh.

"Lo pasti dulu sama mantan-mantan lo kaya gitu, kan? Cemburuan. Posesif," tanya Malik membalas keingintahuan Shalitta. "Gue aja diposesifin terus."

"Lo mabok lem?" Cibir Shalitta dengan raut wajah memberengut.

Malik tertawa kecil. "Mantan lo berapa sih, Ta?"

"Nggak ada." Shalitta menjawab singkat dan tak acuh.

Malik terperenyak. "Maksudnya?"

"Gue belum pernah pacaran." terang Shalitta seakan jawaban pertamanya masih kurang jelas.

"Hah?"

"Gue jomblo dari orok." Shalitta melemparkan tawa yang terdengar sedikit getir saat menatap Malik yang ternganga.

"Bercanda, kan?" Malik masih belum bisa percaya.

Shalitta memberengut geli. "Ngapain gue bercanda soal beginian?"

"Kenapa?" tanya Malik.

Shalitta mengedikkan bahu. Pertanyaan itu begitu absurd untuknya. Mana Shalitta tahu jawabannya. Bukankah semua itu rahasia Tuhan kalau Shalitta masih belum menemukan satu pun manusia yang bisa menjadi pasangannya?

Shalitta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang