16 | rahasia

15K 1.4K 66
                                    

Seberapa besar pun Shalitta menyukai apartemennya, dia sebenarnya lebih suka di rumah. Tempat dimana mama dan papanya berada. Tempat dimana setiap sudutnya selalu terasa hangat. Tempat ternyaman untuk dirinya mau apapun yang sedang ia rasa.

Sayang saja, letaknya di ujung dunia.

Bekasi.

Dulu ia sempat tinggal di rumah tantenya di daerah Jakarta Selatan. Kadang mamanya suka menginap kalau sedang kangen dengan anak semata wayangnya. Tapi karena kesulitan ekonomi, tantenya menjual rumah itu dan ikut pindah ke planet ini. Alhasil, Shalitta tak punya orang yang bisa ia tumpangi lagi setelah keluar dari apartemen Icha karena yang bersangkutan pindah ke negara adidaya itu.

Oleh karena itu, sekarang ia harus menyewa apartemen kecil satu kamar—yang meski begitu harganya tetap lumayan menyesakkan dada—di tengah kota demi kesehatan jiwa dan raga. Lalu setiap akhir minggu, ia akan pulang ke planet asalnya, berkumpul bersama mama dan papanya yang tercinta.

"Ta, kamu tuh, ya, kalau abis dari kamar mandi kebiasaan banget nggak pernah matiin lampu. Bayar listrik mahal tau nggak?" gerutu Tri, sang mama, ketika bergabung di ruang keluarga.

Shalitta sedang bersantai di sofa sambil menonton Netflix. Kucing kesayangannya, Lemonade, tertidur di pangkuannya, terlena karena belaian Shalitta.

"Iya, sorry, Ma. Lain kali Shalitta gelap-gelapan aja pipisnya biar nggak lupa matiin lampu." jawab Shalitta seraya mengerling sekilas ke arah Tri yang menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Yeeee! Ngambek!" cibir Tri.

Shalitta mencebik. "Siapa yang ngambek? Ini namanya solutif! Daripada Shalitta di kamar mandi cuma bentar terus lupa matiin lampu, kan. Energi terbuang sia-sia padahal di pelosok sana banyak yang menderita demi pasokan listrik kita. Mending Shalitta pipis gelap-gelapan aja."

"Duh, duh, udahlah. Pusing mama dengernya," Tri mengibaskan tangannya menghentikan ocehan Shalitta yang kemana-mana. "Papa mana, sih? Daritadi mama panggilin nggak ada suaranya."

Shalitta mengangkat bahunya. "Nggak tau, deh. Di pos satpam kali lagi ghibahin anaknya pak RW yang baru pindah ke rumah kosong di ujung jalan," Shalitta menggeser posisinya sedikit menghadap ke arah Tri yang duduk di sebelahnya. Wajahnya berubah serius. "Tau nggak, Ma, itu anaknya freak banget kata papa. Dia marah-marah karena dimasukin ke grup WA-nya RT kita. Katanya dia protes, Pak Syam tau nomer dia dari siapa sampe bisa masukin nomernya ke grup WA. Dia nggak suka nomernya disebar-sebar sampe satpam bisa masukin nomer dia di grup WA."

Tri terkesiap. "Loh, gimana sih? Orang dimasukkin ke grup kok malah marah-marah."

Shalitta geleng-geleng kepala seraya mengembalikan posisinya menghadap ke depan. "Makanya. Lagian, Pak Syam tau dari mana lagi kalo bukan dari bapaknya coba?"

"Iya, lah. Terus Pak Syam bilang apa?"

Shalitta seketika tertawa geli. "Pak RW sendiri yang langsung jawabin anaknya di grup. Ngasih tau kalo dia yang ngasih nomernya ke Pak Syam. Ngakak."

Tri menggeleng tak habis pikir. "Dasar frik."

"Ih, mama kaya tau aja freak apaan." goda Shalitta. Ia mendorong bahu Tri sambil tertawa.

"Tau, lah. Mama update, kali, kosakata anak jaman now." jawab Tri sombong.

Shalitta makin tertawa dibuat Tri yang sok gaul setengah mati.

"Ma, liburan semester ini Shalitta mau ke Yogya, ya." ucap Shalitta setelah tawanya dan Tri mereda.

Tri langsung menoleh ke putri semata wayangnya dengan kening berkerut. "Loh, sama siapa?"

Shalitta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang