3 | Truth or Truth

30.1K 2.8K 106
                                    

"Taik. Lo emang goblok sih, Pash. Nyusahin gue, anjing. Cewek banyak tapi Icha mulu di kepala lo," gerutu Zora dengan tak acuh mau bagaimanapun kasarnya itu bahasa. Semua orang sudah terbiasa. "Kampret. Hilang dua juta gue."

"Lagi lo bego sih masang taruhan nya!" Cibir Malik sambil tertawa penuh kemenangan. "Udah tau Pasha bucin nya nggak ada obat."

"Ya, si anjir! Udah ditinggal ampe ke Amerika! Gue yakin udah tamat lah! Pasha deket aja si Icha selingkuh apalagi jauh! Gue pikir, nih cewek gatel udah pasti nemu yang baru lah di sana!" Sahut Zora membuat Icha membeliak penuh emosi. "Taunya sama aja dua-duanya! Najis, drama banget kalian. Saling cinta aja sok main putus-putusan. Elah! Bikin PHP!"

"Pash, ini teman kamu bisa dibacain ayat kursi dulu nggak sih sebelum deket-deket aku? Mulutnya panas banget kaya api neraka." Protes Icha sambil menatap Pasha dengan muka memberengut.

Pasha yang ditanya hanya bisa mengedikkan bahu dengan santai seakan tidak peduli dengan semua ocehan Zora dan fakta bahwa Malik dan Zora taruhan sejak di bangku kuliah dulu. Mereka bertaruh apakah Pasha dan Icha akan berujung bersama pada akhirnya. Malik menang. Zora harus membayar dua juta rupiah.

Zora mencibir dengan mulutnya saat mendengar ucapan Icha.

"Buru pasang taruhan baru!" Usul Zora dengan senewen. Ia menenggak bir nya seperti orang kehausan. "Gue pengen duit gue balik. Gue kali ini nggak akan kalah lagi."

"Gue ama Qiandra waktu itu taruhan kira-kira lo sama Thalia siapa yang mutusin duluan tapi batal. Jawabannya terlalu gampang," ujar Shalitta sembari tertawa renyah. "Masa gue ama Qiandra megangnya sama. Jadi nggak asyik, kan."

Zora terlihat ingin sekali melempar botol pada Shalitta saking kesalnya melihat wanita itu tertawa mengejeknya. Matanya melotot sempurna sampai ingin keluar.

"Sialan. Harusnya lo taruhan soal alasan gue diputusin," ucap Zora sambil berdecih. "Pasti nggak akan ada yang bisa nyangka."

Abaya yang baru saja meneguk minumnya langsung menghela nafas panjang dan menggeleng pelan. "Zora si nyinyir is back."

"Kalau itu, mah, udah tau lah semua orang," decak Zora. "Daripada Abaya tukang tikung. Lebih ada element of surprise."

"Halah! Udah, udah! Ini hari bahagia gue! Nggak perlu diwarnai gontok-gontokan!" sela Icha mengakhiri perseteruan yang bau-baunya akan segera terjadi.

"Lagian alasannya ketebak, kok. Ada yang lebih baik," Qiandra malah menaruh garam di atas luka. "Cuma, ya, yang plot twist, kan, siapanya doang."

"Nggak salah, sih, Thalia pilih Abaya. Kalau dulu modus belajar kelompok yang kalian bikin itu premisnya nyomblangin Shalitta sama Zora atau Malik, ya, gue bakal nolak, sih. Untung aja kalian pakai nama Abaya, jadi gue setuju." Icha mengingat upaya teman-temannya yang dulu mengajaknya belajar kelompok demi modus nyomblangin Shalitta dan Abaya—yang ternyata tipuan belaka karena tanpa sepengetahuannya, target operasi tersebut adalah dirinya sendiri.

Wanita itu tertawa tanpa dosa dan luput melihat pertukaran tatapan tajam di antara sahabatnya dan sahabat suaminya.

"Gitu-gitu ditinggal kawin juga." Zora mencibir.

Abaya melirik tajam ke arah Zora yang terlihat santai dan tak berdosa. Malik bisa melihat tatapan sahabatnya yang setajam silet itu. Lirikan matanya terasa siap mengoyak-ngoyak mulut nyinyir Zora dengan buas dan ganas.

Ia menepuk punggung Abaya pelan, mencoba menghibur sahabatnya itu dan mengingatkan Abaya untuk tidak mengacuhkan bacotan Zora.

"Jadi siapa kira-kira yang bakal nyusul Icha, Pasha dan Thalia?" tanya Zora berusaha membuat kerusuhan kembali. "Mau taruhan lagi nggak, Lik?"

Shalitta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang