Entah apa yang membuatnya terjaga, tapi akhirnya matanya membuka. Perlahan kelopaknya memberi kesempatan untuk cahaya menelusup masuk menerangi pandangannya. Namun alih-alih cahaya terang, sesuatu menghalangi pandangannya.
Malik menjauhkan kepalanya ke belakang sedikit agar bisa melihat lebih jelas objek apa yang ada di depan matanya sekarang.
Setelah kesadarannya terkumpul dan matanya mulai fokus, ia pun tersenyum.
Tengkuk dan rambut.
Itulah yang tadi memenuhi pandangannya. Ia terbangun dalam posisi memeluk tubuh Shalitta dari belakang dan wajahnya terbenam di tengkuk leher Shalitta dengan nyaman.
Menyadari Shalitta masih berwujud nyata di dalam dekapannya, Malik merasa paginya tidak pernah lebih baik dari ini selama tiga tahun belakangan. Dengan senyum simpul yang terlukis di wajahnya, perlahan Malik mendaratkan kecupan di bahu Shalitta yang terbuka.
Di balik tebalnya selimut, Shalitta dan Malik tidak menggunakan apa-apa. Mereka terlalu lelah untuk mengenakan kembali pakaian masing-masing setelah bercinta semalam.
Lengkungan senyum di bibir Malik semakin lebar. Ia teringat betapa panasnya malam tadi. Betapa cantik luar biasa wajah Shalitta yang bersemu merah ketika mendesahkan namanya. Betapa indahnya suara Shalitta yang menyebutkan namanya berulang kali semalaman.
Semua terasa menyenangkan. Malik tak bisa menahan ledakan kerinduan yang menguasai dadanya. Tadi malam, ia melepaskan semua rindu dan hasratnya yang telah ia pendam sejak lama, dengan semangat dendam kesumat. Ia memastikan, kerinduannya kepada momen-momen nya yang hilang bersama Shalitta, terbayarkan dengan lunas.
Shalitta masih terlelap membelakangi Malik. Deru nafasnya terdengar teratur dan pelan. Iramanya membuat Malik tenang. Setiap dengkur halusnya meyakinkan Malik bahwa Shalitta memang ada di sini, kembali ke dalam dekapannya lagi.
Ini semua bagaikan mimpi dan Malik tak peduli. Shalitta tidak akan pernah ia biarkan lepas lagi. Apapun yang terjadi, ia akan berjuang kali ini.
Ia mengangkat tubuhnya untuk melihat wajah Shalitta. Tangannya perlahan menyibak helai rambut yang menutupi sedikit pipi Shalitta sebelum kemudian dengan penuh sayang bibirnya mendaratkan kecupan di dahinya.
Gerakan itu ternyata membuat lelap wanita itu terusik. Matanya perlahan terbuka dan kepalanya menoleh pelan, menemukan Malik yang sedang menatapnya dari atas bahu polosnya.
"Good morning." Sapa Malik sambil tersenyum kecil.
Shalitta menghela nafas panjang ketika akhirnya menyadari posisi mereka saat ini dan teringat apa yang telah mereka lalui semalam. Ia kembali meringkuk memunggungi Malik dengan tangan yang menarik selimut erat untuk memastikan tubuhnya tertutup sempurna.
"Aku seneng banget kamu ada di sini. Kamu nggak bakal kebayang," bisik Malik sambil kembali mengeratkan pelukannya dari belakang. Ia membenamkan wajahnya ke ceruk leher Shalitta dalam-dalam. "Bangun pagi-pagi dan lihat kamu di sebelah aku, rasanya kaya mimpi."
Shalitta terdiam. Tak menjawab.
"Kamu mau sarapan apa? Kita ke bawah?" Tanya Malik sambil menempelkan dagunya di bahu Shalitta.
Shalitta menggeleng pelan. "Aku nggak mau kalo tiba-tiba ketemu Pasha sama Icha."
"Okay," Malik mengangguk paham. "Breakfast in bed?"
"Whatever, Malik. Aku cuma pengen cepet pulang." Gumam Shalitta pelan.
Jantung Malik terasa mencelus. Kebahagiaannya rusak seketika. Dadanya sesak hanya karena fakta bahwa Shalitta tidak berubah meskipun mereka kembali menyatu tadi malam. Shalitta tetap ingin melepaskan diri darinya. Ia masih berusaha untuk kembali meninggalkan dirinya secepat yang ia bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shalitta ✔️
Romance[Bukabotol #2] Shalitta bermain api karena dia pikir hatinya sudah mati. Namun ternyata ia salah kali ini. Seharusnya ia tidak melakukan permainan ini karena ternyata hati nya masih berfungsi. *** Ketika hati dan kepercayaan dirinya benar-benar diha...