18 | just a kiss

18.8K 1.4K 30
                                    

18+


—————


Jika Shalitta harus tunjuk satu periode waktu dimana ia memutuskan bahwa ia mengubah rasa sayangnya kepada Idham menjadi bentuk cinta, sudah pasti ia tidak tahu jawabannya. Bahkan ia tidak tahu alasannya.

Seumur hidupnya mengenal Idham, laki-laki itu seringkali membuatnya kesal. Sakit hati. Dongkol. Merasa tidak dihargai. Dianggap bodoh setiap hari.

Tapi entah kenapa Shalitta merasa Idham peduli padanya. Ia melindungi Shalitta sebisa mungkin, walaupun kerap kali ia beralasan itu hanyalah permintaan dari orang tua Shalitta.

Perasaan itu—yang Shalitta sadari belakangan—adalah kesalahan terbesar Shalitta, berpikiran bahwa Idham peduli, berpikiran bahwa Idham menyayanginya. Hal itu membuat dirinya terbuai dengan angan semu yang terkonstruksi sendiri berdasarkan harapan. Harapan bahwa di dunia ini akhirnya ada yang mencintai dirinya setulus hati, selain orang tuanya sendiri.

Kesalahan terbesarnya adalah berharap. Dengan Idham, Shalitta menggantungkan harapan itu terlalu tinggi, terlalu penuh percaya diri. Tanpa menyadari bahwa semua itu berpotensi menyakiti diri sendiri.

Sebesar apapun ia berusaha, pada akhirnya Idham tak peduli. Lima tahun kebersamaan mereka tak terasa berarti, harapan juga hatinya kini terasa mati.

Shalitta sadar diri. Mungkin dirinya memang tidak mempunyai privilege itu. Dicintai.

Oleh karena itu ia yakin, bersama Malik, ia tak kan mendapatkan luka yang sama lagi. Ia tak memiliki harapan apapun kepada Malik. Satu-satunya yang ia butuhkan dari laki-laki ini hanyalah sebagai pengalih pikirannya dari Idham.

Ia tahu Malik tak mungkin mencintainya. Semua sikap baiknya, mungkin dilakukannya pula ke semua wanita. Ia tahu Malik tidak benar-benar peduli secara tulus tanpa meminta timbal balik padanya. Ia tahu Malik tak akan pernah memberikan harapan padanya—yang akan membuatnya jatuh seperti apa yang terjadi antara dirinya dan Idham.

Lelaki itu alergi dengan romansa. Tidak peduli pada cinta. Apalagi merelakan hidupnya demi sebuah keterikatan. Ia tahu Malik hanya peduli pada kesenangannya sendiri.

Malik brengsek. Ia sudah tahu. Malik tak pernah menyembunyikannya.

Setidaknya Malik adalah orang brengsek yang jujur dan punya sopan santun.

Lihat bagaimana ia meminta izin terlebih dahulu kepada Shalitta tentang ingin mencium wanita itu? Setidaknya Shalitta merasa aman. Walaupun tidak akan membuat Shalitta menaruh harapan.


***


"Please," Malik berbisik dengan wajah sedikit memelas. "Gue bisa gila."

Shalitta tak langsung menjawab. Ia hanya menatap Malik dalam diam, matanya sayu, kelopak matanya berulang kali mengedip dalam gerakan pelan, menyiksa Malik yang sangat menantikan jawaban.

Malik menaruh tangannya di pipi Shalitta. Ibu jarinya mengusap pipi itu lalu sesaat kemudian Malik mendekatkan wajahnya untuk mengecup bibir yang telah ia damba-dambakan.

Namun Shalitta menarik wajahnya sedikit ke belakang, berusaha menghindari ciuman Malik, membuat laki-laki itu terdiam dan sedikit tercengang karena dirinya baru saja ditolak Shalitta.

Matanya nanar, menatap dengan penuh damba dan sedikit kefrustasian ke arah bibir Shalitta.

Namun kemudian pertanyaan Shalitta mengejutkannya hingga ke ubun-ubun. "Cuma cium aja, kan?"

Shalitta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang