12 | luka shalitta

20.5K 1.6K 47
                                    

Shalitta baru saja membeli makanan ikan di pasar ketika melihat Idham yang berjalan ke arah rumahnya. Pria itu mengenakan celana pendek rumahan selutut dan kaus putih berwajah diri mereka berdua yang sedang menjulurkan lidah dengan rusuhnya.

Dada Shalitta terasa diremas.

Buat apa Idham memakai kaus itu? Sebuah kado dari dirinya yang sangat ia benci.

Shalitta masih ingat bagaimana Idham mencak-mencak menghina kaus itu dengan sepenuh hati. Walaupun Shalitta memberikannya memang karena bercanda dan ingin membuat Idham kesal, tapi hinaan yang keluar dari mulut Idham saat itu, jika diingat-ingat lagi, sangat membuat Shalitta benar-benar tak mengerti—mengapa ia dulu terus saja mengharapkan Idham tanpa henti. Padahal tak pernah ada satu pun puji atau apresiasi yang pernah Idham beri.

"Jijik banget gue harus pake kaus ini! Bisa mimpi buruk ingat muka lo lagi ngelewek kaya gini, Ning!"

"Muka lo juga lagi ngelewek, anjing! Kalo lo mimpi buruk, ya, itu gara-gara muka lo sendiri!"

"Gue jadiin kain pel aja lah, ya!"

"Nggak ngehargain banget, sih, taik!"

Dan sekarang ... bisa-bisanya Idham berjalan ke arahnya menggunakan kaus itu.

Shalitta mempercepat langkahnya agar ia tak perlu berhadapan dengan Idham. Namun kaki Idham yang lebih panjang pun dapat mengalahkan kecepatan langkahnya hingga akhirnya sebelum Shalitta berhasil menggapai pagar rumahnya, Idham sudah lebih dulu berada di hadapannya.

"Dari mana?" tanya Idham lembut sambil menghalangi jalan Shalitta.

"Beli makanan ikan." Jawab Shalitta ketus dan dingin.

"Oh," Idham menatap plastik yang Shalitta bawa. "Buat Bonny, ya."

Shalitta bisa melihat senyum di wajah Idham. Senyum yang Shalitta selalu suka namun di saat bersamaan, kini terasa memuakkan.

"Bukan," sahut Shalitta dingin. "Bonny udah mati."

Mata Idham sontak membeliak. Wajahnya pias dan senyumnya pun menghilang.

Shalitta hendak melewati Idham ketika Idham mencekal lengannya dengan kencang dan menatap Shalitta dengan marah. "Lo buang Bonny?!"

Dahi Shalitta mengerut dalam-dalam. "Lo pikir gue bunuh dia atau gimana, sih?"

"Ya, siapa tau! Lo, kan, gampang banget impulsif kalo lagi emosi!" tukas Idham dengan seenak jidatnya. "Marah sama gue, ya, silakan aja. Tapi nggak perlu nyakitin binatang, kan, Ta?!"

Shalitta menghentakkan lengannya, melepaskan diri dari cengkeraman Idham yang mulai terasa sakit. "Gue manja, baperan, emosian, impulsif, sekarang lo pengen nuduh gue tukang nyiksa binatang?"

Raut wajah Idham yang tegang kini perlahan mengendur. Baru menyadari kalau tuduhannya benar-benar keterlaluan.

"Berhubung lo bilang kalo mau marah sama lo, ya, silakan. Jadi please, jangan ganggu-ganggu hidup gue lagi, bisa kan?"

Dengan hati yang rasanya perih karena lagi-lagi dirinya selalu salah dan tak pernah ada baik-baiknya di mata Idham, Shalitta melangkah meninggalkan Idham yang terdiam tanpa mengucap satu pun lagi kalimat hinaan.


***


"Ta, mau mama antar ke stasiun?" tanya mama nya dengan kepala yang menyembul dari balik pintu kamarnya.

Shalitta menyampirkan sling bag nya di bahu dan melangkah menghampiri mamanya di pintu. "Nggak usah, ma. Naik ojek aja."

Lalu ia dan mamanya melangkah keluar bersama-sama. Menuju ruang tamu, lalu Shalitta mencium tangan sang mama.

Shalitta ✂ - - -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang