11 | malik, shidqi dan putra

18.9K 1.6K 80
                                    

Qiandra memandang Shalitta dengan prihatin. Raut wajahnya meringis memperhatikan sahabatnya yang sudah tepar, nggak sadarkan diri akibat kebanyakan menenggak macam-macam alkohol yang bahkan Qiandra udah nggak tau sama sekali apa aja namanya tadi.

"Lo serius bisa dipercaya, kan, Lik?" Tanya Qiandra dengan mata memicing tajam kepada Malik yang baru saja menutup pintu penumpang setelah memasang seat belt Shalitta.

"Maksudnya apaan tuh?" Malik mengerutkan dahi, tersinggung.

"Gue tau, ya, sepak terjang lo dalam dunia malam. Gue nggak mau temen gue jadi salah satu korban." Sahut Qiandra serius dengan tangan terlipat di depan dada.

Malik berdecak kesal. "Gue brengsek-brengsek gini nggak level, ya, nidurin cewek lagi mabuk. Itu, mah, namanya pemerkosaan!"

Qiandra menghela nafas panjang. Mau nggak mau pasrah dan percaya sama si pangeran Timur Tengah yang moralnya menyimpang dari ajaran ini. Soalnya nggak ada pilihan lain.

"Gue tuh lebih percaya kalau Pasha yang nganter, tapi sayang, tuh, anak bucin sama aja teparnya!" Seru Qiandra dengan sewot sambil menoleh ke arah seonggok pria teler yang sedang memeluk tiang listrik di belakang mobil Malik. "Ya Tuhan, gue kan cuma mau bagi-bagi kebahagiaan di hari ulang tahun gue! Bukan jadi ajang teler gara-gara patah hati gini! Bukan dapat pahala, malah dosa, deh, gue! Sialan!"

Malik menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia juga nggak habis pikir sama Pasha dan Shalitta yang hari ini minum sampe gila-gilaan dan berakhir tumbang.

"Terus itu bucin satu gimana pulangnya?" Tanya Malik sambil menunjuk Pasha.

"Mana gue tau! Lo, kan, temennya!" Qiandra senewen.

Lalu tidak lama kemudian Abaya datang menghampiri mereka. "Biar sama gue deh. Gue anter pake mobilnya dia."

"Thanks, Bay. Gue anter Shalitta dulu, ya." Malik mengangguk lalu menepuk bahu Abaya. "Hati-hati lo."

"Lo juga, bro!" Balas Abaya sebelum kemudian menghampiri Pasha yang sedang bermanja-manja dengan tiang listrik.

Setelah berpamitan dengan Qiandra, Malik masuk ke dalam mobilnya dan meluncur ke apartemen Shalitta untuk mengantar wanita itu.

Sesampainya di parkiran, Malik memaksa Shalitta naik ke punggungnya. Berkali-kali menepuk pipi wanita itu agar ia tersadar sedikit kalau dirinya perlu pegangan agar nggak kejengkang dari punggung Malik.

Malik berdecak, menggerutu, ngedumel berkali-kali karena Shalitta beberapa kali hampir melorot dan kejengkang ke belakang karena nggak pegangan. Benar-benar baru kali ini Malik ngurusin cewek mabuk sampe nyusahin diri sendiri. Kalau bukan karena wanita itu adalah Shalitta, sudah pasti Malik akan biarkan wanita itu jadi bintang laut di pinggir jalan.

Dengan perlahan Malik menurunkan Shalitta di tempat tidurnya, memastikan kepala wanita itu tidak terbentur. Lalu ia membenarkan posisi tidur Shalitta, merapikan rambutnya yang menutupi seluruh muka cantiknya.

"Ganti baju nggak?" Tanya Malik. "Jorok, nih, kena muntah lo tadi."

Nggak tau juga kenapa Malik pakai nanya. Padahal udah tau Shalitta is totally too drunk to function.

"Tau, ah. Pulang aja gue sebelum iblis lewat." Malik ngedumel sendiri sebelum kemudian melempar selimut dengan asal-asalan hingga menutupi tubuh Shalitta hingga kepala.

Saat Malik hendak keluar, tiba-tiba ia mendengar suara isakan. Langkahnya terhenti dan tubuhnya kembali berbalik.

Ia mendengar Shalitta menangis.

Malik menghela nafas panjang. Ia ingin pura-pura nggak dengar, tapi kakinya malah berkhianat. Kakinya melangkah kembali menghampiri Shalitta dan berdiri di sebelah ranjang wanita itu.

Shalitta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang