Beberapa hari setelah malam itu, Shalitta dan Malik berusaha untuk bersikap biasa aja. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Walaupun sebenarnya, mereka sama-sama paham kalau usaha mereka berdua gagal total.
Berada di satu circle yang sama, tentu saja menjadikan mereka harus bersinggungan hampir setiap harinya. Mereka selalu nongkrong bersama yang lainnya di kantin setiap selesai kuliah.
Mata mereka beberapa kali bertemu tanpa sengaja dan keduanya langsung canggung berat. Keduanya langsung melengos, menunduk, membuang muka setiap tatapan mereka tak sengaja bertubrukan. Mereka selalu memilih duduk berjauhan agar tak terlibat dalam satu pembicaraan.
Shalitta merasa bodoh. Semua memang salahnya karena telah menggunakan Malik sebagai pelampiasan kesedihan dan kemarahannya terhadap Idham. Lalu kini, dia sendiri yang kesulitan untuk bersikap biasa saja. Padahal dia yang meminta hal itu kepada Malik.
Namun tanpa Shalitta sadari, usaha Malik bahkan lebih kacau balau. Tidak sedetik pun sejak malam itu Malik bisa melupakan Shalitta.
Ia selalu terbayang wajah Shalitta yang mendesah di bawah tubuhnya, suara Shalitta ketika mengerang dan memanggil namanya dengan sensual serta kecupan bibir ranum Shalitta yang membuat dirinya ketagihan. Setiap Malik bertemu Shalitta di kampus, ia tidak bisa menahan matanya untuk tidak menatap ke bibir itu.
Malik tidak bisa tidur. Malik tidak bisa tidur dengan cewek lain, bahkan.
Fix, Malik uring-uringan.
Ketika ia melihat gelagat Shalitta yang juga seringnya salah tingkah jika bertemu dengannya, jiwa bangsat Malik meronta. Hati iblisnya tersenyum riang karena ia sadar, mereka berdua benar-benar nggak ada yang bisa lupa.
Oleh karena itu, Malik telah memutuskan.
Antara dirinya dan Shalitta, nggak boleh ada yang lupa.
***
"Pash, bantuin gue, kek. Tega banget lo," Shalitta memasang wajah memelas pada Pasha yang duduk di hadapannya. "Lo selalu gue bantuin soal urusan Icha. Bantuin gue pindahan doang nggak mau. Nggak tau balas budi lo, Pash!"
Pasha tetap memasang muka reseknya. "Gue sibuk."
"Sibuk galau?!"
Qiandra yang duduk di sebelah Shalitta sambil makan siomay langsung ngakak.
"Sibuk apaan, sih, lo? Paling juga sibuk ngeliatin foto Icha sambil berlinangan air mata!"
Pasha langsung melotot kesal. Pasalnya, Shalitta benar. Gimana caranya coba itu cewek bisa tahu? Apa dia cenayang?
"Males gue! Barang lo banyak! Ntar mobil gue rusak! Pake mobil box aja sana!" tolak Pasha mentah-mentah dengan ketus.
"Bener-bener lo—"
"Ada apaan, sih, ribut-ribut?" potong Malik yang tiba-tiba saja ikut bergabung di meja mereka.
Shalitta langsung terdiam ketika pandangan nya bertemu dengan Malik dan sialnya Malik langsung mengulas senyum tipis sok manis pada Shalitta, membuat wanita itu tertegun tanpa suara karena biasanya mereka langsung buang muka.
Shalitta langsung menurunkan pandangannya ke ponsel di tangannya yang sedaritadi sedang mencoba mencari informasi tentang penyewaan mobil box.
"Nih, Shalitta lagi mau mindahin pabrik garmen nya dari rumah orang! Udah diusir soalnya."
Qiandra kembali ketawa-ketiwi. Bukan bantu cari solusi.
"Lo mau pindahan dari apartemen Icha?" tanya Malik sambil mengeluarkan kertas folio dan pulpen dari tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shalitta ✔️
Romance[Bukabotol #2] Shalitta bermain api karena dia pikir hatinya sudah mati. Namun ternyata ia salah kali ini. Seharusnya ia tidak melakukan permainan ini karena ternyata hati nya masih berfungsi. *** Ketika hati dan kepercayaan dirinya benar-benar diha...