22 | mulutmu, harimaumu

14.9K 1.3K 107
                                    

"Gue, tuh, ngerti kalo lo nggak mau sampe ada yang ngegepin lo lagi grocery shopping sama gue. Tapi nggak nyiksa gue kaya gini juga, Ta! Masa cuma mau belanja bulanan lo mesti ke Transmart Karawang!" Protes Malik dengan wajah ditekuk seakan bersiap mau makan orang.

Shalitta yang sibuk melihat-lihat ke kanan dan kiri sambil mendorong troli cuma ketawa-ketiwi puas tanpa peduli sama sekali Malik yang udah kesal setengah mati. "Jangan banyak protes, Lik. Gue udah berbaik hati loh ngalah milih Karawang daripada Bandung."

Malik mendengkus kesal. Ia nggak bisa marah soalnya dia takut Shalitta ngambek dan Malik nggak dikasih jatah. Jadi mendingan Malik pasrah aja udah.

Bak anak kecil yang merajuk, dengan mulut manyun, Malik mengambil roti seenak hati dan melemparnya ke dalam troli.

"Heh, heh! Buat apaan, nih?!" Shalitta mendelik.

"Buat lo sarapan!" sahut Malik sambil terus memborong berbagai macam roti gandum dan selai.

"Gue nggak suka roti gandum!"

"Biar sehat!"

Shalitta mengerang karena tingkah bocah Malik. Ia mengambil semua roti dan selai yang Malik masukkan ke dalam troli dan mengembalikannya lagi ke rak.

"Buat sarapan, Ta! Lo suka skip sarapan, sih! Lambung lo tuh mesti sering-sering diisi biar nggak kumat!" seru Malik masih tetep ngotot.

"Sarapan gue ayam bakar, bukan roti! Mana kenyang!" Sahut Shalitta cuek lalu mendorong kembali trolinya, meninggalkan Malik yang mendengkus karena tahu jelas Shalitta sedang berdusta.

Mereka berjalan melewati area buah-buahan. Shalitta sedang melihat-lihat buah mangga, apel dan pisang dengan seksama ketika Malik menarik-narik lengan bajunya.

Shalitta menoleh dan mendapati Malik menunjuk ke sebelah kanan. "Beli itu, Ta. Melon."

Mata Shalitta sontak melebar. "Mau ngapain gue beli melon utuh segede gitu?"

"Bikin es buah."

"Lo kira kita mau buka puasa?!" cetus Shalitta dengan mata membeliak. Kepalanya menggeleng nggak habis pikir. "Aneh-aneh lo, ya."

"Justru karena ini bukan bulan puasa jadi gue susah nyari tukang es buah!" gerutunya sambil mengikuti Shalitta yang kembali berjalan dan tak menuruti keinginan absurdnya.

Tak mempedulikan dumelan Malik, Shalitta kini beralih pada rak berisikan macam-macam teh dan kopi.

"Jangan beli kopi!" ucap Malik tegas ketika Shalitta sedang memandangi pilihan merk kopi. Ia berdiri di hadapan Shalitta, menutupi rak tersebut dengan tubuhnya.

Shalitta mengernyit. "Apaan, sih?"

"Lo tuh sarapan nggak, makan nggak, minum kopi! Lambung lo bocor baru tau rasa!"

Mulut Shalitta berdecak diiringi gelengan kepala pelan. "Lo kenapa lebih bawel dari emak gua, dah?"

"Gue ogah ya ditelponin tengah malam lagi buat nganter lo ke rumah sakit. Ngerepotin!" gerutunya sambil bergeser dan menghampiri rak berisikan teh. Lalu ia mengambil Dilmah Earl Grey tea dan dengan tak acuh langsung melemparnya ke dalam troli Shalitta.

"Gue—"

"Nggak ada alasan!" Malik menarik tangan Shalitta yang hendak mengambil kotak teh itu dari dalam troli. "Nggak boleh beli kopi pokoknya!"

Shalitta menatap Malik dengan wajah memberengut. Jelas, Shalitta sebal banget karena tiba-tiba Malik rempong amat mengatur-ngatur apa yang ia minum dan makan. Shalitta udah gatal ingin protes tapi ia tak ingin membuat perdebatan panjang di tempat umum seperti sekarang.

Shalitta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang