18

81 16 0
                                    

Waktu berlalu. Ada yang berjalan sendiri-sendiri diantara Wika dan Sara. Tawa Wika bukan tawa Sara. Langkah Wika tak pernah lagi bersisian dengan langkah Sara. Menjauh adalah pilihan bagi keduanya. Sementara canggung dan rindu sesungguhnya adalah milik keduanya.

Mau diingkari pun, tak mampu. Mereka sesungguhnya adalah yang sama-sama masih ingin mencoba melihat ke belakang meski sebenarnya malu. Mereka sesungguhnya adalah yang sama-sama terhalang rasa bersalah dan rasa ragu untuk "saling".

Hari-hari penuh tekanan untuk berhasil melewati ujian dan lulus, cukuplah menjadi pengalih yang samar-samar. Di satu sisi, gegap gempitanya malam penghujung bagi para murid senior, semakin terasa. prom night, bagi sebagian besar murid-murid adalah hal yang paling dinantikan selepas ujian. Tapi untuk Wika dan Sara, momen itu semakin terasa tidak menarik. Sama sekali bagi keduanya tak ada gairah untuk antusias.

Setelah kejadian Wika menolak Poppy untuk pergi dengannya, semesta kembali bersinergi untuk membuat Wika harus repot lagi. Sebut saja Anjani si mantan sekretaris MPK yang terkenal cerdas dan cantik; kemudian Mawar anak basket semampai yang terkenal jago three shoot; dan terakhir Kania si pemilik dekik manis di kedua pipi dari kelas sebelah, mereka semua sudah mencoba mengajak Wika, tetapi semua tak ada yang berhasil.

Tak ada yang benar-benar membuat Wika merasa ingin, dan tak ada yang benar-benar membuat Wika bisa mengenyahkan rasa enggan untuk antusias. Sesuatu telah menahan hatinya.

"Woy, Ka. Itu cewek-cewek cakep pada lu tolakin semua? Lo waras?" Sapto mendadak muncul sambil menoyor kepala kawannya itu.

"Males gue. Prom nggak penting." Wika hanya menjawab sekenanya diiringi senyum kecut.

"Jangan bilang ini gara-gara Sara, ya?" selidik Sapto, yang cukup membuat Wika tertegun. "Lo tau, nggak? Anak-anak banyak yang pada tebak-tebak buah manggis. Semua gosipin lo yang enggak-enggak. Mereka bilang lo nolak semua cewek gara-gara lo udah sama Sara."

Sekali lagi fakta itu cukup mengagetkan Wika.

"Ngaco lo pada. Gue sama Sara nggak ada apa-apa," dalih Wika, sementara matanya masih sibuk memindai deretan aksara di depannya.

Lagi-lagi sebuah buku sudah kembali jadi kawan baik Wika lagi. Di acara class meeting yang terakhir kali itu, Wika memang berbeda. Sedikit pun dia tidak minat untuk ikut pertandingan apa-apa.

"Terus yang di koridor waktu itu apa? Banyak yang lihat lo megang tangan Sara," pepet Sapto.

Suara sorak-sorai murid-murid yang bertanding di lapangan sesekali memecah kesunyian sudut koridor tempat mereka berbincang.

"Ya, terserah kalau nggak percaya. Gua males ambil pusing. Yang penting gue udah ngomong serius," Wika berucap datar, terdengar tidak begitu mencurigakan di telinga Sapto.

Perdebatan yang satu itu sudah cukup disadari Sapto takkan ada habisnya jika diteruskan. Pada akhirnya, Sapto hanya membiarkan Wika berpendapat sesukanya.

"Ya udahlah. Mau lo bawa banci sekalian ke prom juga nggak masalah. Tapi awas jangan sampai lo nggak datang," pungkas Sapto.

-:-:-

"Pokoknya lo tetap harus ikut. Ini momen terakhir kita, Sar," tegas Riani ketika mereka ada di antara tribun dan menonton pertandingan basket anak kelas satu dengan anak kelas dua IPA 1

"Ya, kita lihat aja nanti ya, Ri. Gue lagi males ngomongin ini."

Hanya itu yang akan didalihkan Sara, tiap kali Riani tak bosan-bosan membujuknya untuk ikut prom night. Setelah kejadian di koridor dengan Wika tempo hari, Riani sesungguhnya telah banyak menaruh perhatian pada Wika maupun Sara. Sikap mereka di hari-hari setelahnya memang telah berubah. Setiap kali Wika dan Sara tak sengaja papasan atau disatukan dalam pertemuan yang tak terencana, Riani bisa melihat jelas segala kebisuan yang penuh sinisme serta kecanggungan yang terjadi di antara keduanya.

Riani sampai detik itu memang tak sanggup memaksa Sara untuk bercerita. Namun, observasinya selama ini sudah cukup menajamkan intuisi. Baik Wika maupun Sara sama-sama menolak orang-orang yang sudah mencoba mengajak mereka untuk pergi ke prom. Yang ditolak pun juga bukan anak biasa-biasa yang tidak populer, mereka semua adalah produk unggul di SMA mereka. Riani sudah cukup cerdas untuk menyadari kalau Wika dan Sara sama gilanya, sama anehnya, dan sama kerasnya.

-:-:-

Jumpa Dirinya (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang