20

113 16 3
                                    

Riani menyuruh Sara membuka sebuah pintu yang ada di dalam kamar luasnya— posisi pintu itu tepat di sebelah pintu kamar mandi pribadi Riani. Sudah berulang kali Sara main ke rumah Riani dan memasuki kamarnya, tetapi baru kali itu si rambut pixie cut mengizinkan Sara untuk melihat isi di dalam pintu itu.

"Di dalam bukan sarang penyamun, kan?" tanya Sara curiga, menyipitkan mata.

"Isinya kebon binatang," gurau Riani asal membuat Sara tergelak. "Ya enggaklah, Sar. Udah buka dulu," sambungnya.

Tatkala pintu itu terbuka, Sara tak pernah sangka kalau akan dibuat cukup takjub dengan isinya. Di balik pintu itu ternyata terdapat walk-in closet yang cukup besar. Baju-baju dan gaun-gaun berderet rapi digantung, beberapa diantaranya terlihat dilapis plastik pelindung—seperti baru habis dicuci di binatu. Beragam sepatu kets dan tumit tinggi lumayan banyak berderet di dalam rak-rak yang tersusun. Berbagai aksesoris tampak tersusun teratur pada kotak dan rak-rak mika bening.

Sara masih sibuk melongo sembari pandangannya terus mengedar ke sekeliling walk-in closet. Tak lama, ia kembali menoleh pada Riani yang tampak masih berdiri di belakangnya. "Ri, ini maksudnya—"

"Sekarang lo boleh pilih mana yang lo suka," potong Riani. Senyum cewek itu terlihat semringah.

"Ha?"

"Kok, malah 'ha'? Lo boleh pilih mana yang lo suka buat dipakai malam ini, Sar. Pokoknya harus cantik."

"Maksudnya apaan, sih. Malam ini?"

"Nggak usah pura-pura pikun, deh, Sar," tukas Riani kemudian menyentil dahi sahabatnya itu. Sara lalu sontak memekik dan mengusap-usap dahinya yang sudah jadi korban Riani.

"Malam ini pokoknya lo berangkat sama gue ke prom," titah Riani, kemudian menggandeng tangan Sara, masuk ke dalam walk-in closet.

"Kan, gue udah bilang kalau nggak bakal—"

"Sshh ... nggak ada alasan," sela Riani. "Lagian elo nggak ingat sama perjanjian yang tadi sudah dibuat di depan Sersan Hilman dan Yudis? Dan lo nggak ingat, Tuhan itu paling benci sama orang yang ingkar janji, Sar," sindir Riani dengan wajah jahil dan tengil.

Sara sontak menelan ludah, mengingat permainan konyol yang tadi dengan polosnya sudah menjebak dirinya.

"Sialan ...," gumam Sara sembari menepuk-nepuk dahi, menyesali kebodohan akutnya. Riani sontak tergelak. Puas sekali dirinya berhasil mengerjai Sara.

"Hari ini gue Ratu lo, jadi lo harus nurutin semua perintah gue." Riani tampak membusung bangga. Rautnya penuh banyak rencana yang membuat Sara mulai ngeri.

Bibir bawah Sara kemudian tampak mencebik. "Okay, fine," pungkasnya pasrah.

-:-:-

Berkali-kali Riani menyuruh Sara untuk berganti-ganti gaun di depan cermin besar itu. Berbagai model ia coba, berbagai warna dan kombinasi juga dicobanya.

"Ri, lo gila, ya? Yang mana lagi yang harus gua coba?" Sara terlihat mulai tidak sabaran dengan kelakuan sahabatnya itu.

Riani tampak masih berpikir, matanya tak lepas dari deretan gaun yang masih tergantung dan belum dicoba.

"Ri, lagian lo kok bisa punya koleksi segini banyak, sih? Tampang lo nggak ada tampang girly- girly­-nya tau nggak."

"Nyokap gue semenjak gue masuk SMA, dia terobsesi banget pengen bikin gue jadi cewek beneran. Jadilah barang-barang hibah dari kantornya suka dikasih ke gue dan dia sering banget beliin gue barang-barang beginian. Padahal kalo jalan, gue cuma suka pake jeans sama kaos. Maklum aja, efek kerjaan jadi fashion stylish emang kayak begitu," jelas Riani. Sara kemudian membulatkan bibir, ber-oh ria.

Jumpa Dirinya (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang