Lamaran

5.4K 488 4
                                    

Pagi ini di kediaman keluarga pak Siregar sudah berkumpul semuanya. Ayah Hanin yang biasanya juga kalau udah pagi begini pasti bakalan ke kantor, sekarang malah diam di rumah.

Termasuk juga sang abang yang sibuknya melebihi sang ayah, kali ini juga mendekam di rumah.

Hanin menatap tajam mereka satu persatu.

"Ini ada apa sih, kenapa Ayah sama abang gak berangkat kerja?. Dan juga kenapa Hanin gak boleh keluar rumah sama sekali?, Hanin kan mau ke boutiqe hari ini"

Hanin memberikan banyak pertanyaan pada mereka, membuat si bungsu berdecak kesal.

"Lu bisa diam gak si mpok?. Biasanya kalau ayah sama bang Wahyu kerja, lu bakalan protes kalau mereka itu gila kerja. Ini setelah diam dirumah malah ditanyak-tanyak kaya intel. Mau lu apa sih?"

"Yah gak gini juga lah. Masa orang itu yang libur gua ikutan gak boleh keluar rumah?, gak adil banget kan?" Hanin tetap protes tak terima.

"Hari ini aja yah kak, besok kalau kamu mau keluar kemana aja mamah bakalan ijinin deh, iya kan yah?"

"Nah dengar itu apa yang mamak mu bilang. Sesekali nurut sama orang tua itu gak bakalan rugi ko, malahan yang ada untung"

"Ihhh kalian semua sama aja!. Semua seenaknya. Kehidupan Hanin kalian yang nentuin!" Hanin melongos pergi dengan hati yang dongkol kedalam kamarnya.

Hanin membanting pintu kamarnya hingga menimbulkan suara keras. Sang ayah sampe mengelus dada .

"Anak itu yah! gak tau apa dia kalau pintu rusak duit juga perbaiki itu!" kesal sang ayah.

"Yakan gak seberapa juga yah duitnya keluar, gak bakalan miskin juga kan kalau cuman perbaiki pintu doang" celutuk Rama.

"Memangnya kalau dikit bukan duit namanya?" delik sang ayah.

"Udahlah yah gak usah marah-marah, ingat umur" jawab sang mamah sambil mengelus tangan suaminya.

"Kamu juga Ram, yang sopan kalau ngomong sama orang tua. Denger itu?" tegas Wahyu.

"Iya iya" jawabnya malas, kemudian beranjak ke kamar sang kakak

Tok tok tok

Rama mengetuk pintu namun tetap tak ada sahutan dari dalam."gue masuk yah mpok". Tanpa mendapat persetujuan Rama membuka pintu kamar.

Ceklek

Pemandangan yang pertama kali Rama temukan adalah Hanin yang sedang tiduran dibawah beralaskan karpet berbulu sedang menonton drakor.

"Kirain lagi nangis, eh taunya malah nonton drakor" dengus Rama.

Dia ikut merebahkan badan disamping Hanin.

"Ngapain lu kemari?" tanya Hanin tanpa mengalihkan pandangan dari Laptop.

"Gue kira lu masuk kamar karena mau bunuh diri ka"

"Sembarangan lu". Hanin menjitak kepala sang adik.

"Yah mana tau kan" jawab Rama sambil mengelus kepalanya.

"Gini-gini gue masih waras." dengus Hanin. "Lu juga tumben gak keluar rumah, biasanya lu paling gak tahan diam di disini".

"Adeh deh"

"Dih sok main rahasia-rahasiaan lu ama gue. Gue gak kasih jajan tiap bulan baru tau lu".

"Lah biarin aja. Wong aku masih dapat jatah dari ayah sama bang Wahyu ko".

Mata Hanin sampai melotot mendengar penuturan sang adik. Mentang-mentang pemasokan uang jajan dia banyak, jadi songong sekarang.

Hanin mematikan Laptopnya lalu menghubungi Adit berharap yang ditelepon bisa mengurangi kekesalannya.

PARIBAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang