Dua Garis

5K 366 0
                                    

Sejak sehabis Subuh, aku udah berkutat didepan meja rias guna memepercantik diri untuk Wisuda nanti.

"Yang, gak usah canti-cantik kali lah" protes bang Adit dari atas tempat tidur.

"Apa sih bang!. Pokoknya Hanin mau tampil cantik hari ini" aku tetep kekeh dengan keinginanku.

"Tapi kan adek udah cantik kian, jadi gak perlu dipoles berlebihan"

Aku menghentikan mengoles blush on di wajah, lalu menatap garang bang Adit. Entah lah akhir-akhir ini aku bawaannya emosi terus.

"Abang kenapa sewot begini sih?, udalah abang keluar aja. Malas Hanin lihat abang lama-lama" tuh kan aku emosi lagi.

Kulihat bang Adit menghela napas, tanpa bicara lagi di bangkit dari tempat tidur.

"Abang mau kemana?" tanyaku sambil berkacak pinggang.

"Kan tadi adek suruh abang keluar, gimana sih?" ucapnya mencoba sabar.

"Temanin Hanin aja disini, jangan kemana-mana" mau tak mau bang Adit kembali duduk.

Setengah jam berlalu, akhirnya aku beres menghias wajah. Aku dengan percaya diri menghadap bang Adit, ingin meminta pendapatnya. Namun yang aku lihat pertama kali balik badan adalah bang Adit yang sudah tidur kembali diatas tempat tidur.

Tak ingin membangunkan. Aku hanya diam sambil menikmati wajah tidurnya. Aku bersyukur sekali punya suami sesabar bang Adit. Sering mengalah jika aku sudah mengatakan tidak.

Kuusap rambutnya pelan, dan entah kenapa mataku udah berkaca-kaca memerhatikan wajah tenangnya. Ah benar kata orang, wanita hamil itu cepat sekali berubah moodnya.

Eungghh

Bang Adit menggeliat lalu perlahan membuka matanya. Dia sedikit kaget melihat wajahku yang ada di atas wajahnya.

"Maaf dek abang ketiduran" aku menggeleng.

"Gapapa. Abang tidur lagi aja kalau masih mgantuk" tanganku tetap mengelus kepalanya.

"Adek habis nangis?" badannya langsung duduk lalu kemudian menangkup wajahku dengan kedua tangannya. "Ada apa, cerita sama abang"

"Enggak ko bang, Hanin cuman seneng aja lihat abang ada disini"  tanpa kata-kata lagi bang Adit membawaku kedalam pelukannya.

"Habis ini kita bakalan bareng-bareng lagi dek. Udah yah jangan nangis lagi, nanti make up nya luntur" untuk beberapa saat kami tetap dalam posisi pelukan. Hingga ketukan di pintu kamar membuat kami buru-buru melepas bersamaan.

"Siapa?" teriakku dari dalam.

"Ini kakak Nin" mendengar suara ka Nisa, buru-buru aku membukakan pintu.

"Ada apa ka?" Tanyaku setelah membuka pintu kamar lebar-lebar.

"Kamu udah siap make up kan?" Aku mengangguk. "Kakak boleh titip Keenan gak?, soalnya kakak belum siap-siap. Abangmu juga baru mau mandi, baru bangun tidur" ucapnya sedikit merasa bersalah.

"Yaudah gapapa ka, sini aja" aku mengambil Keenan dari gendongan ka Nisa.

"Kakak titip bentar yah Nin" setelah ka Nisa pergi, aku menutup kembali pintu kamar.

"Ponakan Bou udah ganteng ternyata" aku menciumi pipi gembulnya. Lalu ikutan duduk disamping bang Adit.

"Keenan lucu yah bang" bang Adit tersenyum mengiyakan.

"Nanti kalo keenan punya adek perempuan, adeknya buat anak bou aja yah. Biar nanti bou jodohkan sama anak bou" bang Adit tak bisa menahan tawa.

"Kenapa sih?" tanyaku bingung.

PARIBAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang