Extra Part I

7.7K 447 1
                                    

"Bunda ko perutnya gede sih?, jangan bilang Attar bakalan punya adek!" Attar menatapku dengan tatapan tajam.

Ketahuilah, saat ini jantungku sudah tidak karuan. Pasalnya Attar, anakku ini tidak mau punya adek. Gak ayah gak anak sama saja kelakuannya.

Ini gimana aku mau menjelaskannya pada Attar bahwa sebentar lagi dia bakalan punya adek?

"Sayang dengerin Bunda dulu" aku mengusap wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.

Attar Ramadhan Harahap. Anak pertamaku dengan bang Adit. Sedari dulu dia sudah mewanti-wanti aku dan suami agar tidak punya anak lagi. Bang Adit hanya cengengesan ketika mendengar permintaan anaknya tersebut, orang anaknya ngambil sifat dari dia ko.

Mulai dari wajah, warna kulit, sifat dan segala sesuatunya menurun dari bang Adit, menyebalkan sekali.

Sebenarnya aku dan bang Adit sudah berniat tidak punya anak lagi, namun mau bagaimana lagi sudah terlanjur kebobolan. Salahkan ayah Attar yang lupa pake pengaman beberapa bulan yang lalu.

"Sayang, Attar anaknya Bunda sama ayah, gak boleh ngomong gitu" aku mendudukkan Attar dipangkuanku.

"Habisnya Bunda sama ayah nakal!, Attar kan udah bilang gak mau punya adek lagi" ucapnya dengan berderai air mata.

Ketahuilah aku disini sedikit malu karena dikatai nakal sama anak sendiri, padahal kan yang nakal itu ayahnya doang bukan aku.

Attar sekarang sudah besar, usianya sudah sepuluh tahun. Bayangkan saja, selama itu aku dan bang Adit selalu bermain aman, namun ntah kenapa dia bisa kelupaan waktu itu. Dasar.

"Anak itu rezeky dari Allah sayang. Jadi Attar gak boleh ngomong kayak gitu. Emang Attar mau masuk neraka karena nolak rezeky dari Allah?" Attar dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Tapi kan, nanti kalau Attar punya adek, Bunda sama Ayah bakalan lebih sayang sama adek dari pada sama Attar" ucapnya sesenggukan.

"Siapa yang bilang begitu hmm?" aku kembali menghapus air mata yang jatuh di pipinya.

"Kawan Attar banyak yang bilang gitu Bunda, kata mereka mamah sama ayahnya lebih perhatian sama adeknya" adunya dengan sesekali menarik ingus kembali kedalam hidung. Lucu sekali.

"Enggak sayang, kawan Attar itu salah paham. Ayah Mamah mereka bukan pilih kasih, hanya saja karena adeknya masih kecil, perhatian lebih banyak sama adek. Attar tau kenapa?" dia menggelengkan kepala. "Karena adeknya belum bisa apa-apa. Beda sama kawan Attar yang udah gede, makan gak perlu disuapin, mau mandi bajunya gak perlu dibukain, mau BAB aja gak perlu dicebokin lagi. Itu semua karena kawan Attar udah dianggap mampu. Emang Attar mau Bunda cebokin kalau kekamar mandi?"

"Enggak!, Attar gak mau, Attar udah besar Bunda. Malu lah" gelengnya tegas. Aku terkikik melihat wajahnya.

"Makanya itu, karena udah besar gak perlu dibantuin hal-hal kecil begituan lagi" intinya ada banyak lagi penjelasan yang aku berikan pada Attar.

"Jadi Attar gapapa kan kalau Attar nanti bakalan punya adek?" Attar diam saja, pipinya menggembung. Marah masih.

"Yah, kasian kalian berdua dek, abang Attar belum bisa terima kalian" ucapku pura-pura sedih sambil mengelus perutku yang sudah mulai membuncit.

"Emang adeknya ada berapa Bund?" tanya Attar penasaran. Aku tersenyum dalam hati.

"Adeknya ada dua sayang. Jadi, nanti Attar bakalan punya dua dek sekaligus" ucapku sambil tersenyum. Iya aku memang hamil anak kembar. Topcer banget dah tuh ayahnya sih Attar.

"Ko dua sih Bund?, satu aja Attar gak mau!" kali ini dia membentak tepat didepan wajahku. Kebetulan dia sedang duduk dipangkuanku.

Jujur saja hatiku sakit mendengarnya, gak, aku gak marah sama Attar. Hanya saja aku marah sama diri aku sendiri, tidak bisa mendidik anakku dengan baik.

PARIBAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang