01. Tidak Pernah Benar

213 13 2
                                    

“Kamu mengecewakan.
Tapi, kenapa aku tidak menyerah untuk terus jatuh cinta padamu?”

✍️✍️✍️

“Lo kenapa?” tanya Arvin pada seorang cewek yang adalah adik kelasnya yang terlihat kebingungan sambil melihat-lihat isi tasnya.

“A-aku … lupa bawa dasi, Kak.” Cewek itu menjawab sambil menatap Arvin malu-malu.

Mendengar jawaban dari cewek itu, Arvin menatap penampilannya sendiri yang sangat rapi pagi ini. Mana pernah Arvin Ganendra berpenampilan rapi seperti ini?

Menurutnya penampilan rapi hanya untuk orang-orang yang menjaga image agar disegani oleh banyak orang.

Special hari ini, Arvin ingin menjadi orang yang menjaga image agar disegani oleh pacarnya yang tercinta. Karena tadi malam, pacarnya berjanji akan menghabiskan malam minggu berdua jika hari ini dia bisa berpakaian rapi dan tidak terlambat datang ke sekolah.

“Duh, sori, bukannya gue gak mau bantu. Tapi–”

“Gak apa-apa, kok, Kak. Kan aku gak minta bantuan,” potong cewek itu seraya tersenyum, meskipun Arvin tahu bahwa cewek itu sedang dilanda kepanikan.

Arvin melirik ke arah name tag cewek itu untuk mengetahui siapa namanya. “Angel.”

“Ya?”

“Yuk, ikut gue,” ajaknya sambil mengenakan helm, lalu menyalakan mesin motornya.

Cewek yang bernama Angel itu memasang tampang bingung. Dia sudah kenal siapa Arvin. Cowok itu mencetak rekor siswa dengan pelanggaran terbanyak selama hampir dua tahun terakhir. Bukannya bingung bagaimana cara untuk menolak karena takut akan diapa-apakan oleh Arvin, tapi Angel bingung bagaimana mungkin siswa dengan pelanggaran terbanyak mau membantunya.

“Masih ada waktu dua puluh menit. Kita nyari dasi.” Arvin memberikan helm kepada Angel. “Yuk, cepetan. Koperasi sekolah belum buka jam segini.”

Angel tersenyum, lantas mengambil helm pemberian Arvin dan mengenakannya. Setelah itu, Angel naik ke atas motor sport berwarna hijau milik Arvin. “Udah, Kak,” kata Angel yang membuat Arvin langsung menjalankan motornya.

Setelah lima belas menit mencari, mereka tidak juga menemukan tempat untuk membeli dasi. Bahkan sekarang motor Arvin sudah mengarah menuju pasar karena dia yakin di sana mereka bisa menemukan dasi.

“Kak, kita balik ke sekolah aja. Lima menit lagi bel.”

Arvin bisa melihat dengan jelas sorot kekhawatiran di wajah Angel. “Gak apa-apa, nih? Bentar lagi nyampe pasar padahal.”

“Iya, Kak. Gak apa-apa.”

Terpaksa Arvin memutar balik motornya untuk menuju sekolah. Dia juga masih tidak tega, tapi tidak apa-apa, setidaknya dia sudah mencoba untuk membantu Angel.

“Udah jam tujuh, Kak!” seru Angel. Arvin juga tahu kalau sudah jam tujuh, bahkan sudah lewat dua menit. Sayangnya meskipun Arvin menambah laju motornya, tetap saja mereka akan tiba di sekolah sekitar pukul tujuh lebih lima belas menit.

“Gimana, dong, Kak?” Angel mengguncang pundak Arvin pelan saking takutnya.

“Sori, ya. Gara-gara gue lo telat.”

Angel menggigit bibir bawahnya sebelum berucap, “Gak apa-apa, kok, Kak. Justru aku berterima kasih sama Kakak karena udah mau bantu aku nyari dasi.”

Beberapa menit kemudian, motor Arvin berhenti tidak jauh dari pintu gerbang sekolah yang sudah tutup. Cowok itu memejamkan mata sejenak saat melihat pacarnya sedang melaksanakan tugas sebagai piket bersama dua orang temannya yang adalah anggota OSIS.

Arvin & NadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang