“Ketika ada kesempatan,
setiap orang harus mengambil keputusan.
Jika salah, semua akan berujung pada penyesalan.”✍️✍️✍️
Beberapa menit sebelumnya.
Pintu ruangan itu terbuka secara perlahan. Enam pasang mata yang ada di ruangan itu kompak menatap ke arah pintu. Besar harapan mereka bahwa yang masuk ke ruangan itu adalah Arvin. Namun, rasanya tidak mungkin karena Arvin masih sementara menjalankan hukuman yang seharusnya tidak ditanggung olehnya.
Mereka sangat mengkhawatirkan Arvin dan merasa bersalah atas apa yang menimpa Arvin. Sayangnya, mereka tidak bisa melakukan apa-apa agar Hunter Club tidak diketahui oleh pihak sekolah.
Saat melihat bahwa yang memasuki ruangan mereka adalah orang yang tampak asing, kecuali bagi Sean, tentunya mereka terkejut. Belum pernah ada orang lain yang memasuki ruangan itu akhir-akhir ini selain mereka bertujuh.
"Siapa lo?" tanya Tio sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Keluar!" tegas Randy.
"Begini sambutan lo semua ke pelanggan?" tanya orang itu, menatap mereka satu per satu. Hingga akhirnya, tatapannya bertemu dengan Sean.
"Selamat siang, pemimpin Hunter Club," sapa Gian pada Sean, lantas menutup pintu ruangan itu.
"Dari mana lo tahu klub ini?" tanya Esra penasaran. Apalagi saat melihat bahwa seragam yang dikenakan cowok itu berbeda dengan seragam di SMA Merdeka.
"Pertanyaan lo salah. Harusnya lo tanya, 'dari mana lo kenal pemimpin Hunter Club?'" Gian tersenyum sinis.
"Hunter Club?" Seketika itu juga pandangan mereka teralihkan dari Gian ke arah seorang gadis yang berdiri di ambang pintu.
"Nadia Clarissa Winata." Gian membalikkan tubuh sepenuhnya. "Lo mau minta jasa mereka juga?" tanya Gian.
"Jasa mereka? Dan kamu ... kenal aku?" tanya Nadia heran. Wajah cowok itu tampak begitu asing di matanya.
"Iya. Pacarnya Arvin Ganendra, 'kan?"
"Lo ...." Arvin menatap Gian dengan tatapan tajam. Tangannya terkepal. Pasti bukan suatu kebetulan Gian tahu keberadaan Hunter Club dan mengenal Nadia sebagai pacarnya. Selama ini Gian pasti mencari tahu informasi tentangnya dan Sean. Atau, ada kemungkinan kedua.
Mungkinkah ada orang yang membocorkan informasi itu kepada Gian? Tapi, siapa?
"Santai, Man. Gue datang ke sini bukan sebagai musuh, tapi sebagai orang yang mau minta bantuan jasa Hunter Club."
Nadia menoleh ke arah Arvin yang berdiri tepat di sampingnya. Wajah Arvin menunjukkan kemarahan yang tertahan. Itu adalah untuk pertama kalinya Nadia melihat raut wajah Arvin yang menakutkan seperti itu.
Ponsel Nadia berdering. Dia melangkah mundur lalu mengangkat telepon dari salah satu teman sekelasnya.
"Nad, Bu Pinkan nyariin lo."
"Oke. Makasih infonya."
Tut.
Nadia menatap Arvin yang sedang menatap ke arahnya juga. "Kali ini, aku butuh penjelasan kamu."
"Nadia ...."
"Jelaskan nanti," kata Nadia singkat, lantas pergi meninggalkan Arvin.
"Kalau keberadaan lo di sini cuma mau buat kekacauan, lebih baik lo keluar. Tempat ini bukan tempat lo nyari masalah," kata Junior yang memang tahu sedikit tentang apa yang terjadi di antara mereka bertiga; Arvin, Sean, dan Gian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arvin & Nadia
Novela Juvenil[SELESAI] Tentang Arvin dan kehidupannya yang hancur; tentang Nadia dan dunianya yang hilang; tentang Arvin dan Nadia yang tanpa sadar telah menjalin hubungan yang tidak seharusnya terjalin. "Kita adalah dua hati yang dipersatukan untuk menciptakan...