“Bahagia adalah ketika kau merasa cukup, lalu mensyukuri apa yang kau miliki. Semudah itu sebenarnya.”
✍️✍️✍️
Beberapa di antara mereka saling menatap. Bahkan Tio yang sedang menyeruput es teh manis mulai menggigit sedotannya.
Suasana di ruangan Hunter Club yang awalnya tenang dan aman mendadak berubah menjadi dingin ketika seorang gadis yang mengenakan almamater itu memasuki ruangan mereka setelah sempat mengetuk pintu dua kali.
"Kok perasaan gue gak enak, ya?" tanya Tio, membuat Hardi spontan menyikut lengannya.
Pandangan mereka tak lepas dari Nadia yang tampil berbeda hari ini. Jika biasanya gadis itu mengurai rambutnya, hari ini entah kenapa Nadia mengucir rambutnya. Lengan almamater yang dikenakan Nadia juga digulung sampai ke siku, membuatnya tampak berbeda dari biasanya. Jadi, wajar saja mereka merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres akan segera terjadi.
"Bah, cantik banget mantan si Arvin. Kenapa baru sekarang auranya terlihat?" Sekarang Junior yang berbicara setelah mengamati Nadia dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Kayak gimana auranya?" tanya Randy, berbisik.
Junior menunjuk ke arah tangannya. Bulu kuduknya tampak berdiri. "Dari sini lo bisa tahu, 'kan?"
"Arvin gak masuk, Nad," kata Esra untuk melunturkan ketegangan. Sebenarnya dia malu teman-temannya membicarakan Nadia di depan orangnya sendiri.
"Memangnya aku terlihat seperti mencari Arvin?" tanya Nadia, masih berdiri di ambang pintu.
"Nah, kan! Udah gue duga. Mereka udah putus ngapain lo bahas-bahas Arvin?" Tio memukul lengan Esra dengan cukup kuat.
"Iya, nih, Esra ngaco!" timpal Hardi, sok ikut campur.
"Mikir, dong, Sra. Kalau Nadia ke sini bukan buat nyari mantan, tapi buat ... ehm ...," Junior tampak berpikir, "buat apa?"
"Aku butuh bantuan Hunter Club. Jadi, mana formulir permohonan bantuannya?" tanya Nadia, menatap mereka satu per satu. Hingga akhirnya, tatapannya bertemu dengan tatapan Sean yang sedari tadi hanya diam.
Mulut Tio dan Junior kompak ternganga. Sementara Esra, Hardi, dan Randy saling menatap satu sama lain.
"G-gue ... salah dengar kali, ya?" Hardi mengerjap tak percaya.
Tio memukul pipinya sendiri. "Gak mimpi, kok."
"Yo, ngapain lo ada di mimpi gue?" tanya Junior. Tio memukul pipi Junior untuk menyadarkannya.
"Aw, sakit kali!"
"Sekarang lo sadar, kan, kalau gue gak ada di mimpi lo? Gue adanya di dunia nyata!"
Setelah terdiam beberapa saat, Sean mengambil formulir permohonan bantuan lalu memberikannya kepada Nadia tanpa disadari oleh teman-temannya.
Nadia mulai menulis menggunakan pulpen yang sudah dia siapkan. Setelah itu, dia memberikannya kepada Sean lengkap dengan sebuah amplop berwarna putih.
"Lima ratus ribu cukup, 'kan? Kalau masih kurang bilang aja. Selagi aku mampu, akan aku tambah uangnya," kata Nadia yang membuat mereka berlima terheran-heran, kecuali Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arvin & Nadia
Fiksi Remaja[SELESAI] Tentang Arvin dan kehidupannya yang hancur; tentang Nadia dan dunianya yang hilang; tentang Arvin dan Nadia yang tanpa sadar telah menjalin hubungan yang tidak seharusnya terjalin. "Kita adalah dua hati yang dipersatukan untuk menciptakan...