38. Selesai.

102 3 2
                                    

“Pada akhirnya,
kita tidak lagi disebut kita.
Semua yang pernah terjadi tinggal menjadi kenangan.
Kita dipersatukan untuk menciptakan luka yang mendewasakan.”

✍️✍️✍️

11 Maret 2030.

Seorang pria berjas tampak merangkul istrinya yang sedang mengandung tujuh bulan sambil menunggu pintu lift terbuka.

Hari ini adalah jadwal istrinya untuk berkonsultasi dengan dokter soal kandungannya. Pria itu tidak pernah lupa karena sudah menyetel 'pengingat' di smartphone-nya. Bahkan saking tidak sabarnya untuk menjadi seorang ayah, pria itu selalu mengikuti perkembangan jabang bayinya meskipun begitu sibuk dengan pekerjaan sebagai seorang CEO perusahaan IT.

Ya, setelah berjuang keras untuk meraih mimpi, akhirnya dia berhasil membuktikan diri kepada orang-orang yang sempat meragukannya bertahun-tahun yang lalu.

Ketika pintu lift terbuka, keduanya langsung masuk. Karena sebenarnya mereka sudah agak terlambat untuk berkonsultasi.

Tangan kanan pria itu bergerak mengusap perut istrinya sambil tersenyum. "Anak Ayah sehat-sehat, ya. Bundanya juga harus sehat." Pria itu menatap istrinya yang sedang tersenyum.

Perlahan pintu lift kembali terbuka sebagai tanda mereka sudah tiba di lantai empat. Dan di saat itu juga mereka berdua terpaku di tempat setelah melihat seorang wanita berambut pendek yang mengenakan pakaian dokter tampak sibuk membuka-buka isi tasnya seperti mencari sesuatu.

Saat pasangan suami-istri itu keluar, wanita berseragam dokter itu mendongak. Dia juga sama terkejutnya dengan mereka. Namun, tampak wanita itu langsung mengubah ekspresi terkejutnya itu dengan senyuman.

"Hai," sapa seorang dokter spesialis kandungan bernama Nadia Clarissa Winata itu.

Tangan kanan Arvin yang awalnya memegang perut Angel pun terkulai lemas. Dia menatap baik-baik wajah wanita yang ada di hadapannya saat ini.

"Aku ingin menemuimu saat kamu sedang mengenakan baju dokter." Arvin tiba-tiba teringat dengan ucapannya waktu berpamitan dengan Nadia bertahun-tahun yang lalu. Padahal sebenarnya dia sempat melupakan ucapannya itu. Karena setelah berhasil melupakan Nadia, Arvin tidak pernah terpikir untuk menemui Nadia lagi.

Nadia yang menyadari Arvin sedang menatapnya dengan tatapan berbeda langsung mengalihkan tatapannya ke arah Angel.

"Apa kabar?" tanya Nadia pada Angel sambil tersenyum. "Sudah tujuh bulan, ya?" tebak Nadia, hanya dengan melihat besar perut Angel.

"Baik. Iya, sudah tujuh bulan." Angel tersenyum. "Aku sempat dengar kabar, kamu sedang hamil juga, 'kan?"

Nadia mengusap perutnya. "Iya. Sudah dua bulan."

Ponsel Nadia berbunyi. Karena sudah bisa menebak siapa yang meneleponnya, Nadia langsung menerima panggilan telepon itu.

"Kamu sudah di jalan?"

"Iya. Tapi, aku mampir sebentar di coffee shop."

"Oh, iya, gak apa-apa. Aku tunggu di taman rumah sakit aja, ya?"

Arvin & NadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang