Bagian 15 - Kisah Mereka

510 142 26
                                    

Vanka menatap lamat-lamat bangunan tingkat dua di depannya. Dari luar rumah itu tampak sepi seperti tak berpenghuni, namun sangat terawat. Sebelum melangkah masuk Vanka menarik napas dalam-dalam. Sudah lama ia tidak menginjakan kaki di sana rasanya terasa asing.

Ketika ia melihat garasi, honda jazz merah milik ibunya terparkir cantik di sana. Vanka merasa lega sekaligus takut. Lega karena orang yang ingin ia temui ada di rumah dan takut dengan apa yang akan terjadi di dalam sana. Mamanya memang tidak akan melakukan kekerasan padanya, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa lebih menyakitkan.

Baru saja Vanka akan membuka pintu saat tiba-tiba saja pintu itu terbuka dari dalam menampakan seorang wanita paruh baya yang langsung terkejut melihat kedatangannya. Dia Yanti asisten rumah tangga keluarga Vanka.

“Ya Allah non Aka!” ujarnya heboh. “Ari non Aka kemana aja atuh meuni jarang pulang.”

Vanka hanya tersenyum tipis. “Mama ada ada di dalem bi?”

“Iya ada, sini masuk non. Mama mah tadi lagi di ruang kerja.”

Dalam satu tarikan napas Vanka berhasil masuk ke dalam rumah itu. Ia menelisik sekitar, tak banyak yang berubah dari tempat ini selain beberapa perabotan yang terlihat baru.

“Non udah makan belum? mau bibi masakin sesuatu?”

“Gak usah Bi, Aka cuma sebentar di sini.”

“Bibi bikinin minum atuh ya? non mau minum apa?”

“Nggak usah Bi,” tolak Vanka halus lalu beranjak menuju ruang kerja ibunya yang masih berada di lantai satu, tepat di sebelah kamar utama.

Sekali lagi Vanka menarik napas dalam-dalam. Rasa gugup menghampirinya kala ia memutar knop pintu hingga berhasil membuka ruangan itu dan membuat satu-satunya orang di dalam sana refleks menoleh ke arahnya.

Pandangan mereka bertemu. Sang mama kini melepas kacamatanya dan melipat kedua tangan di atas meja. “Tumben pulang?”

Ucapan pertama mamanya membuat dada Vanka sesak. Ia benci suara yang terdengar mengintimidasi itu. Kapanpun mendengarnya Vanka akan selalu teringat dengan pertengkaran mereka dulu.

“Ada yang mau aku tanyain.” Sebelah alis mamanya terangkat menunggu lanjutan kalimat Vanka.

“Apa bener mama sama Athan udah bikin kesepakatan biar aku bisa kuliah di jurusan yang aku ambil sekarang?”

“Athan ngasih tau kamu?”

“Nggak.”

Hanya dengan melihat reaksi mamanya, Vanka sudah tahu apa jawabannya. Ternyata ucapan Sean benar. “Kenapa mama ngelakuin itu? mama tau sendiri Athan pengen masuk kedokteran hewan.”

“Kamu masih kecil, gak akan tau dunia orang dewasa kaya gimana. Prospek kerja kedokteran hewan gak sebagus hukum. Mentok-mentok buka pet klinik.”

“Ma, setiap orang punya mimpi yang berbeda. Nggak seharusnya mama maksain mimpi mama ke kita. Hanya karena mimpi mama nggak terwujud, bukan berarti kita yang harus ngewujudkannya.” Vanka bisa melihat raut terkejut dari wajah mamanya.

“Vanka tau dulu mama pengen jadi pengacara, tapi mama gak bisa ngewujudin impian mama karena itu juga kan mama nikah sama papa?” ujar Vanka membeberkan informasi dari mendiang neneknya. Katanya dulu ada dua lelaki yang meminang mamanya, tapi mama lebih memilih papa. Setidaknya jika tidak bisa jadi pengacara ia bisa punya suami yang seorang pengacara dan sekarang obsesi mamanya itu bertambah ingin punya keturunan yang juga seorang pengacara. Mungkin untuk menebus kegagalannya di masa lalu.

“Ma jadi pengacara itu impian mama, tanggung jawab mama. Seharusnya mama paling tahu gimana rasanya gagal mewujudkan sesuatu yang udah lama kita impikan.”

Bittersweet [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang