Bagian 17 - Siap Melangkah

684 128 47
                                    

“JADI SELAMA INI LO SEMBUNYI DI KOSNYA ARJUNA?” teriak Jonathan begitu ia selesai mendengarkan cerita Rayhan perihal kemana perginya selama seminggu ini.

Jonathan menatap nyalang kedua sahabatnya bergantian. Rayhan nyengir sedangkan Arjuna memilih buang muka dan pura-pura tidak tahu.

“Parah banget lo Jun, padahal gue bolak balik kos lo.” Jonathan masih tidak percaya. Ia merasa dikhianati.

“Bukan salah gue, si Han yang nyuruh!” Arjuna jelas tidak mau disalahkan karena bagaimanapun dia hanya membantu Rayhan.

“Sori deh Jo. Gue gak bermaksud pilih kasih, tapi kan waktu itu lo juga lagi ada masalah.” Jonathan melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah tertekuk kesal. Niatnya hari ini ia mau bersenang-senang untuk merayakan kepulangan Rayhan sekaligus syukuran karena dia sudah baikan dengan Vanka, tapi cerita Rayhan malah membuat moodnya turun.

“Masa gitu aja lo ngambek sih Jo? kek anak perawan aja.”

“GITU AJA?” Jonathan makin emosi bikin Rayhan auto kicep.

“Marahin aja tuh, emang gak ada ahlak banget bikin semua orang panik.” Karin yang duduk di sisi lain ikut mengompori.

Melihat itu semua Sean hanya bisa memijat pelan pelipisnya sambil menahan emosi. Ia tidak keberatan dengan party kecil-kecilan yang diadakan Jonathan, tapi masalahnya KENAPA HARUS DI APARTEMEN DIA?

Membayangkan setelah ini harus beres-beres saja sudah membuat Sean lelah. Apalagi Rayhan tidak bisa diharapkan kalau soal bersih-bersih. Apartemen mereka saja 80 persen Sean yang membersihkannya—kecuali kamar Rayhan, karena kamar adalah ruangan pribadi. Jadi mau bagaimanapun rupanya Sean tidak peduli, toh dia jarang masuk ke kamar Rayhan.

“EH INI NIH KAYANYA ENAK. AYO BESOK KITA MUKBANG INI AJA!” Suara Salsa terdengar nyaring. Bersama Karin, ia membuat kubu sendiri di sisi berlawanan dengan kubu Rayhan. Mereka berdua sibuk menonton youtube dan berceloteh mengomentari segala hal yang menurut mereka layak dikomentari, padahal menurut Sean tidak penting.

“Berisik ya?” tanya Vanka yang sejak tadi hanya diam memperhatikan.

“Padahal cuma tujuh orang doang, tapi berisiknya ngalahin suasana kelas.” Vanka terkekeh. Untuk Vanka ini kali pertamanya dia ikut kumpul-kumpul seperti ini dan rasanya lumayan menyenangkan, hanya saja dia masih terlalu canggung untuk berbaur dengan yang lain.

“Tapi seru. Mereka kayanya anak-anak baik juga.”

Sean menoleh pada Vanka lalu mengembuskan napas berat. “Karena lo yang ngomong gitu jadi hari ini gue maklumin deh.”

Sean bisa melihat binar ceria di kedua mata Vanka. Jarang-jarang cewek itu terlihat seperti ini, sebelumnya Vanka selalu terlihat kelelahan walau ia mencoba menutupinya dengan senyum pura-pura.

“Kalau kaya gini lo jadi keliatan pendiem banget.”

“Apa iya?”

Sean mengangguk. “Liat aja Salsa sama Karin walaupun baru kenal mereka udah heboh sendiri aja. Ya, karena mereka setipe juga sih orangnya.”

“Kadang gue iri sama orang-orang kaya mereka, soalnya gue gak bisa kaya gitu.”

Kali ini Sean menggeleng. “Bukan gak bisa, tapi belum bisa karena lo gak terbiasa kaya gitu. Kalau nanti lo nemuin orang yang cocok juga pasti bakal kaya mereka.”

“Semoga aja.” Sean yang semula duduk di atas sofa, kini turun dan ikut duduk lesehan di sebelah Vanka.

“Lagi ngapain sih dari tadi sibuk banget?”

Bittersweet [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang