“Terima kasih Pak.” Vanka mengulas senyum manis selagi menerima amplop berisi upah kerjanya selama satu bulan ini.
Pria berkumis tipis di depannya langsung membalas dengan anggukan kecil. Dia adalah pemilik cafe tempat Vanka bekerja. Orangnya baik dan ramah, semua yang bekerja di sini menyukai sosoknya yang kebapakan. Beliau bahkan setuju ketika Vanka meminta tolong agar gajinya dibayar lebih dulu dari tanggal yang seharusnya.
Jika suatu saat Vanka sudah jadi orang sukses, ia tidak akan pernah melupakan kebaikan atasan pertamanya itu. Syukur-syukur jika Vanka bisa balas budi. Kalau bukan karena beliau, mungkin Vanka tidak bisa membayar kos-kosannya dan akan berakhir menyedihkan seperti pengungsi.
Dengan langkah ringan Vanka berjalan menuju rumah ibu kos yang tepat berada di samping kos-kosannya. Ia mengetuk pintu beberapa kali sebelum wanita kurus bersanggul itu membukanya dan menyambut Vanka dengan senyuman hangat. Mungkin dia tahu kedatangan Vanka adalah untuk bayar kos, makanya ia sangat disambut.
“Saya mau bayar kos bu,” ujar Vanka tanpa basa-basi, tapi si ibu kos malah mengerjapkan matanya beberapa kali.
“Mau bayar buat bulan depan?” tanyanya.
Vanka nyengir, “Buat bulan ini aja dulu bu, saya belum ada uang kalau harus bayar buat bulan depan juga.”
“Loh, buat bulan ini kan sudah dibayar.” Kini Vanka yang mengerjap kebingungan. Ia mencoba mengingat-ingat kapan ia membayarnya, tapi Vanka tidak ingat sama sekali. Urusan uang ia tidak mungkin lupa.
“Saya udah bayar?”
“Iya, kemarin kan pacarnya nak Vina ke sini terus dia yang bayarin. Emangnya dia gak ngasih tau kamu?”
“Reno ke sini?”
“Oh, jadi namanya Reno.” Si ibu kos malah keliatan tertarik tentang kisah asmara Vanka.
“Yaudah bu kalau gitu saya pamit dulu, terima kasih infonya.” Vanka berlalu dari sana dengan kerutan samar di dahinya.
Ada angin apa Reno tiba-tiba membayar kos bulanannya di saat hubungan mereka sudah berakhir? Dia bahkan tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Apa ini semacam kompensasi setelah berbagai kejadian tak mengenakan yang dia lakukan? Kan tidak mungkin kalau cuma iseng. Pokoknya nanti Vanka harus menemui Reno.
Vanka melepas sepatu dan menaruhnya di rak sebelum masuk ke dalam kamarnya yang berada di paling depan. Begitu sampai sana, ia langsung merebahkan tubuhnya yang terasa kelah.
Kemudian dikeluarkannya amplop putih yang tadi diterimanya lalu diangkatnya tinggi-tinggi. Ada rasa bangga tiap kali ia menerima upah kerjanya. Hal ini menjadi bukti bahwa ia sudah berusaha.
Vanka sekarang mengerti kenapa banyak orang tua yang selalu memarahi anaknya gara-gara banyak jajan, karena sejatinya mencari uang itu tidaklah mudah dan kini Vanka merasakannya sendiri.
Ia harus banting tulang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, belum lagi ia harus menabung untuk bayar UKT semester depan. Terkadang ada sekelebat keinginan untuk pulang, sekedar hanya untuk mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tuanya yang selama ini sudah membiayai hidupnya, tapi kemudian ego Vanka mencegahnya. Kata sang ego, tidak perlu berterima kasih toh itu sudah kewajiban mereka sebagai orang tua.
Maka Vanka menelan kembali keinginan sesaatnya itu mengingat hubungan mereka juga tidak lagi baik. Vanka bahkan meragukan dirinya masih dianggap anak atau tidak. Kalaupun masih, mungkin ia hanya dicap sebagai anak durhaka.
Vanka tidak bisa membantah karena kenyataannya memang begitu. Salah mereka sendiri kenapa jadi toxic parents yang tidak bisa menghargai keinginan anaknya. Vanka bisa saja menyerah akan mimpinya saat itu dan menuruti keinginan mereka jika saja mereka tidak menghakimi Vanka tanpa mendengar penjelasannya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [𝙴𝙽𝙳]
Ficción GeneralCoklat aja gak selalu manis, apalagi hidup. Ini tentang Sean yang mendambakan kehidupan kuliah normal, tapi terpaksa harus repot menyelesaikan berbagai macam masalah teman-temannya. Campus Life | Drama Start : Nov, 01 2020 - Jan, 07 2021 ©Dkatriana