Vanka kaget ketika mendapati sosok Reno tiba-tiba muncul di tempat kerjanya begitu ia hendak pulang. Cowok itu mengumbar senyum membuat Vanka jadi bertanya-tanya kenapa dia bisa ada di sini.
“Kamu bukannya dateng ke party temen kamu?”
“Iya.”
“Kok bisa ada di sini?”
Reno hendak menjawab peryanyaan Vanka ketika ponselnya berdering dan membuat atensinya teralih. Ia mengeluarkan benda petak itu dari dalam saku lalu mengangkat panggilan tersebut tanpa pikir panjang.
“Kenapa Bi?”
“Heh lo dimana Ren, anak-anak nyariin lo nih!” Vanka masih bisa mendengar suara teman Reno walau samar-samar.
“Udah balik gue.”
“Si anjir, ngapa lo balik duluan? acaranya belom kelar juga.”
“Ada urusan.” Vanka memperhatikan Reno dalam diam. Lagi-lagi ia harus merasa bersalah karena Reno meninggalkan teman-temannya demi dirinya padahal Vanka kemarin sudah menolak ajakan cowok itu mentah-mentah.
“Ren, kamu kalau mau balik lagi ke sana gak apa-apa kok, aku bisa pulang sendiri,” ujar Vanka begitu Reno mematikan teleponnya.
“Gak usah, ayo aku anter kamu pulang.”
“Ren—” Reno mengabaikan ucapan Vanka dan berjalan menuju motornya yang terparkir tepat di depan cafe. Mau tidak mau Vanka mengikutinya dan naik ke atas motor Reno tanpa banyak protes.
Kemarin malam Vanka sudah memikirkan baik-baik tentang hubungan mereka dan melihat kejadian ini Vanka jadi tambah yakin kalau ia memang harus memutuskan Reno. Ia tidak mungkin bisa jadi sosok pacar pada umumnya untuk saat ini. Kehidupan kuliah Vanka tidak memungkinkannya.
Maka dari itu ketika mereka sudah sampai di depan kos-kosan, Vanka tidak langsung masuk dan malah berdiri menghadap Reno yang masih duduk anteng di atas motornya.
“Ren, ada yang mau aku omongin,” kata Vanka seraya memberanikan dirinya. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu kenarik napas dalam-dalam.
“Ada apa?”
Vanka mendadak gugup ketika pandangan mereka bertemu. Ia tahu apa yang akan dilakukannya ini mungkin akan menyakiti Reno, tapi jika Vanka melanjutkannya malah akan lebih menyakitinya lagi. Ada bagusnya jika saat ini mereka hanya berteman saja karena dengan begitu Vanka tidak punya tuntutan untuk selalu ada buat Reno begitupun sebaliknya. Mereka juga akan berhenti bertengkar hanya gara-gara masalah sepele dan Vanka bisa terhindar dari sifat posesif Reno yang terkadang membuat moodnya berantakan.
“Ren, kayanya lebih baik kita putus aja.” Akhirnya sederet kalimat itu berhasil lolos dari mulut Vanka. Ia kemudian menatap Reno cemas yang tidak bereaksi selama beberapa detik.
“Aku tau ini tiba-tiba, tapi—”
“Kamu bilang apa barusan?” Reno menyelanya.
Kini Vanka hanya bisa menggigit bibirnya karena tidak sanggup untuk mengulangi ucapannya. Walau ia sudah membulatkan tekad, tapi mengucapkannya langsung seperti ini bukanlah hal yang mudah terlebih ini pertama kalinya Vanka memutuskan seseorang karena bagaimanapun Reno memang pacar pertamanya.
“Kamu mau kita putus?” Reno menatap Vanka tak percaya. “Kali ini aku udah nyoba buat ngertiin kamu. Aku bela-belain pulang duluan dari party temen aku buat jemput kamu, tapi kamu malah minta putus?”
Ada nada kecewa dalam suara Reno dan Vanka menyadari itu, tapi apa boleh buat ia sudah terlanjur mengatakannya.
“Maaf Ren, aku gak bisa kita gini terus.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [𝙴𝙽𝙳]
General FictionCoklat aja gak selalu manis, apalagi hidup. Ini tentang Sean yang mendambakan kehidupan kuliah normal, tapi terpaksa harus repot menyelesaikan berbagai macam masalah teman-temannya. Campus Life | Drama Start : Nov, 01 2020 - Jan, 07 2021 ©Dkatriana