Bagian 1 - Hero

1.4K 194 16
                                    

Pulang malam setelah rapat kini sudah jadi keseharian Sean sejak cowok itu resmi bergabung dengan BEM KM kampusnya beberapa waktu lalu. Bukan karena Sean mau sok sibuk, tapi karena di BEM memang sedang ada agenda yang akan diselenggarakan tak lama lagi.

Sebagai anggota baru tentu saja Sean masih harus banyak belajar meski ia sebelumnya sudah punya pengalaman berorganisasi sebagai mantan ketua osis saat SMA. Namun osis dan BEM tentu saja berbeda.

“Kalau ngundang Antares buat jadi pembuka acara gimana? malam puncaknya baru ngundang Tulus,” ujar salah satu teman BEM Sean malam itu di penghujung rapat.

“Apa nggak boros itu uangnya ngundang dua bintang tamu?”

“Yang Antares emang nggak bisa dinego?” Semua orang seketika menoleh pada Sean yang notabenya salah satu adik dari anggota Antares—band kampus yang kini tengah naik daun.

“Gue nggak bisa ngeiyain, soalnya bukan cuma kakak gue doang ya tampil, tapi nanti coba gue bilang sama kakak gue.”

“Oke Sean, thank you.” Rapat malam itu pun berakhir ketika jam sudah menunjukan angka dua belas lebih. Teman-temannya yang lain langsung pulang sementara Sean masih harus membereskan ruangan karena ia kedapatan jadwal piket, tapi besok pagi dia ada kuliah jadi Sean memutuskan piket malam ini saja.

“Bang gue balik dulu,” pamit Sean setelah acara piketnya selesai.

“Yo, hati-hati.” Chandra—satu-satunya orang yang masih bertahan di ruangan itu menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari layar laptop.

Tanpa menunggu lama lagi Sean segera menyeret langkahnya ke arah parkiran. Ternyata masih ada beberapa motor yang terparkir di sana dan juga seorang cewek?

Sean menyipitkan matamya lalu melajukan motornya ke arah cewek itu karena merasa mengenalinya.

“Vanka? lo belum balik?” kaget Sean mendapati salah satu teman BEM-nya berdiri sendirian sambil melototi layar ponsel. Dia adalah Alvina Jovanka.

Cewek itu sontak mendongkak saat mendengar namanya dipanggil dan tatapannya langsung bertemu dengan Sean.

“Masih nunggu jemputan,” jawabnya kemudian.

Sean mengangguk paham karena anak-anak BEM—termasuk dirinya—sudah paham betul kebiasaan Vanka yang sering diantar jemput oleh pacarnya.

Dua menit kemudian Vanka mengernyitkan dahinya heran karena Sean tak kunjung bergerak dari tempatnya. Dia malah mengotak-atik ponselnya sambil duduk anteng di atas motor.

“Lo nggak balik Sean?”

“Barengan sama lo!” jawab Sean membuat Vanka mengerjap kaget.

“Eh lo balik duluan aja, gue nggak apa-apa kok.”

“Guenya yang apa-apa ninggalin cewek sendirian tengah malem gini.” Vanka seketika tersenyum samar. Ia memang tidak begitu dekat dengan Sean. Mereka hanya sebatas teman satu organisasi, tapi Vanka tahu kalau Sean adalah orang yang baik.

“Makasih Sean.”

Sean hanya mengangguk sekilas. Mereka berdua menunggu dalam keheningan, sibuk dengan ponsel masing-masing sampai waktu sudah menunjukan angka satu dini hari, pacarnya Vanka tak kunjung datang.

“Lo nggak mau pulang aja? biar gue anter.”

Vanka menatap Sean ragu-ragu. Ingin menolak, tapi tidak enak karena Sean pasti akan tetap menemaninya menunggu Reno sampai dia datang. Maka dari itu akhirnya Vanka memutuskan mengiyakan saja.

“Maaf ya Sean, ngerepotin.”

“Iya nggak apa-apa.” Setelah Vanka naik, Sean langsung melajukan motornya sesuai intruksi cewek itu. Ternyata letak kosan Vanka lebih jauh dari yang ia kira. Butuh waktu 20 menit lebih untuk mencapainya.

Bittersweet [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang