"Mestinya inilah blok itu, Worthington," kata Jupiter. "Sekarang kita jalan pelan-pelan, sambil mencari alamat rumahnya."
"Baik Master Jones, kata pengemudi Rolls- Royce yang ditumpangi. Mobil mewah itu dijalankan lambat-lambat, menyusuri Franklin Street. Jalan itu letaknya di kawasan yang agak tua dan dulunya tergolong mentereng di kota itu. Rumah-rumah di situ besar-besar, walau nampak agak kurang terawat.
"Itu dia!" seru Pete setelah beberapa saat mencari-cari.
Worthington menghentikan mobil ke pinggir. Jupiter mengajak kedua sahabatnya turun, lalu berjalan menghampiri rumah yang dicari. Mereka memperhatikan bangunan itu dengan penuh minat. Kerai pada jendela- jendelanya diturunkan semua. Rumah itu menampakkan kesan tidak ditinggali lagi. Di depan pintu rumah ada dua jenjang. Ketiga remaja itu naik lalu membunyikan bel.
Agak lama juga mereka menunggu tanpa terjadi apa-apa. Kemudian pintu berderik terbuka. Seorang wanita berdiri di ambangnya. Ia belum begitu tua. Tapi kelihatannya letih. Dan sama sekali tidak gembira. "Maaf jika kami mengganggu, tapi kami ingin bertemu dengan Mr. Clock." kata Jupiter.
"Mr. Clock?" Wanita itu kelihatannya heran. "Di sini tidak ada yang bernama begitu."
"Mungkin itu bukan namanya yang asli," kata Jupiter menjelaskan, "tapi ia penggemar jam. Dan ia tinggal di sini. Atau mungkin juga pernah." "Penggemar jam? Kalau begitu yang kaumaksudkan pasti Mr. Hadley.
Tapi Mr. Hadley sudah -"
"Jangan bilang apa-apa pada mereka!"
Seorang pemuda berambut hitam tiba-tiba muncul dan berdiri di depan wanita tadi. Umur pemuda itu sekitar tujuh belas tahun. Ia menatap Trio Detektif dengan tampang masam, "Jangan mau bicara dengan mereka, Bu!" tukasnya. "Tutup saja pintu. Urusan apa mereka kemari lalu seenaknya saja bertanya-tanya?"
"Jangan begitu, Harry," kata wanita tadi pada pemuda itu, yang rupanya anaknya. "Itu tidak sopan. Mereka ini kelihatannya anak baik-baik.
Mereka mencari Mr. Hadley - setidak-tidaknya begitulah menurut dugaanku."
"Mr. Hadley-kah yang tadi menjerit, beberapa menit yang lalu?" tanya Jupiter dengan tiba-tiba.
Pemuda yang bernama Harry menatapnya dengan mata terbelalak. "Ya, betul!" jawabnya dengan kasar. "Itu jeritannya sebelum mati. Sekarang cepat pergi dan sini, karena kami masih harus menguburkan Mr. Hadley."
Sehabis berkata begitu ditutupnya pintu dengan keras.
"Kalian dengar itu?" kata Pete. "Mereka baru saja membunuh orang dan kini hendak menguburkan mayatnya!"
"Apakah tidak lebih baik jika kita panggil saja polisi?" kata Bob.
"Jangan panggil polisi dulu," kata Jupiter. Sebelumnya kita masih perlu mengumpulkan keterangan lebih banyak. Kita harus berusaha memasuki rumah ini."
"Secara paksa maksudmu?" tanya Bob.
"Bukan - bukan dengan cara begitu," jawab Jupiter sambil menggeleng. "Kita harus membuat mereka tadi mengizinkan kita masuk," Dengan suara pelan Jupiter mengatakan bahwa ia melihat pemuda yang bernama Harry mengintip dan balik jendela di sebelah pintu. "Akan kubunyikan bel sekali lagi."
Jupiter menekan bel keras-keras. Seketika itu juga pintu rumah dibuka dan dalam.
"Ayo, pergi! Tadi kan sudah kukatakan," bentak Harry. "kami tidak ingin diganggu?"
Kami tidak bermaksud mengganggu," kata Jupiter dengan cepat. "Kami ini sedang mengusut suatu kejadian misterius. Untuk itu kami memerlukan bantuanmu. Nih - kartu pengenal kami." Dengan sigap dikeluarkannya selembar kartu nama dan kantungnya. Harry menerimanya lalu menyimak tulisan yang tertera di situ.
KAMU SEDANG MEMBACA
(10) TRIO DETECTIF : MISTERI JAM MENJERIT
Science Fictionsiapa yang mempunyai ide gila membuat bunyi jam menjadi suara wanita menjerit? Alih-alih dengungan lembut, bunyi nyaring itu membuat jantung hampir berhenti. jam yang terlalu mencolok dan aneh untuk sekedar jam Text asli by Robert Arthur Illustrat...