Babak III : 4. Cinta yang Tak Dimiliki.

3.1K 381 56
                                    

Tuhan pasti memikirkan Ambar ketika menciptakan Lintang, sebab wanita itu mencegahnya melakukan hal buruk seperti menabrak Harjo atau setidaknya memasukkannya ke bangsal rumah sakit.

Lintang penasaran dengan tujuan Harjo mengunjungi rumah Ambar lalu diakhiri dengan drama kedua keponakannya menangis

"Den Harjo ingin surat rumah Nyonya," beritahu Bik Wati karena Ambar tak mau menjawab ketika ditanya. Lintang menggertakkan rahangnya, berniat untuk menyusul Harjo.

"Den mau ke mana?"

"Merebut kembali surat itu!"

Ambar tak bersuara tapi tangannya menarik lengan Lintang dan menghalanginya untuk pergi.

"Ambar ..."

Wanita itu menggeleng lemah, wajahnya kaku dan pucat. Lintang mengurungkan niatnya untuk mengejar kakak laki-lakinya.

"Kau sakit?" tanyanya kuatir. Ambar menggeleng dan memaksakan seulas senyum, tetapi siapapun tahu kalau itu tak berarti dia baik-baik saja.

Lintang menunggu Ambar lebih tenang barulah ia menanyakan kepada Bik Wati alasan wanita tua itu meninggalkan rumah keluarga Oetomo. Saat itu Ambar berada di kamar sedang mengurus Bima.

"Bibik kenapa datang ke sini bawa barang-barang? Apa diusir Ibuk?" tanya Lintang dengan suara pelan agar Ambar tak mendengar pembicaraannya dengan Bik Wati. Namun berhubung memang rumah kecil, ia tak yakin kalau usahanya akan berhasil.

Bik Wati menggeleng pelan. "Enggak, Den Lintang. Bibik mau pergi sendiri. Bibik enggak mau kerja lagi."

Lintang merasa heran. Bertahun-tahun di rumah keluarganya, Bik Wati tak pernah sekalipun mengeluh, meskipun disadarinya kalau Lastri bukanlah majikan yang baik tapi wanita tua itu tetap bekerja dengan baik. Apalagi setelah Ambar masuk ke dalam keluarga, pengurus rumah itu menjadi orang kepercayaannya.

Apakah Bik Wati pergi karena Ambar? pikir Lintang dalam hati.

"Keadaan rumah setelah Den pergi sudah enggak sama, Den. Para pembantu lain juga sudah pergi berbulan-bulan yang lalu karena ..."

Bik Wati tak sanggup melanjutkan kalimat selanjutnya sebab kuatir akan membuat anak muda ini sedih. Bagaimanapun orang yang paling baik dan selalu memperlakukan para pekerja dengan hormat adalah Lintang.

"Mereka tak betah lagi karena apa, Bik? Coba Bibik ceritakan, siapa tahu Lintang bisa bantu."

"Bantu apa, Den? Wong, gaji mereka selama beberapa bulan terakhir enggak dibayar. Biasanya kan Nyonya Ambar yang ngurus bayar gaji kami. Terakhir setelah Nyonya pergi, yang ngurus bini muda Den Harjo. Beberapa bulan lancar. Tapi ... Den setelah Tuan Besar juga pergi ..."

Bik Wati mendesah, ditatapnya ujung jari kakinya karena tak sanggup menatap tuan mudanya.

"Bibik taunya Bapak masih kasih duit ke Den Harjo buat bayar kami. Pak Kirman yang bilang. Tapi duit para pembantu tetap tak dibayar. Bibik enggak ngerti siapa yang ngambil, Den. Jadi ... satu persatu pergi buat cari kerjaan baru. Mereka semua sebenarnya lebih suka kerja waktu Nyonya Ambar masih di situ. Kadang kami suka cerita kalau Nyonya Ambar kembali ke rumah. Tapi kami juga enggak mau Nyonya dimadu sama Den Harjo. Enggak ikhlas kami Nyonya digituin sama Den Harjo."

Lintang kehilangan kata-kata mendengar penjelasan Bik Wati. Dia masih berusaha berpikir ke mana uang yang diberikan Tjong Lai untuk biaya rumah tangga. Kalau kata Pak Kirman, bapaknya masih memberikan biaya berarti ada orang yang telah menerimanya dan menggunakannya untuk dirinya sendiri.

Nyonya Rumah. (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang