Babak I : 6. Kasus

2.2K 309 38
                                    

Wissss mulmednya jadul 👆. Pas sama Lintang.

Pertengahan tahun 1969.

"Nyonya ... Nyonya Besar datang," beritahu Bik Sumi. Ambar merasa heran, ibu mertuanya tak pernah sekalipun berkunjung di usaha konveksi. Ditatapnya Harjo yang duduk dengan harapan suaminya memberi penjelasan padanya. Namun pria berkacamata itu sama bingungnya dengan dirinya.

Ambar baru berdiri ingin menyambut Lastri ketika wanita itu menerobos masuk bersama Noni, putrinya.

"Bu ..."

Wajah Lastri tampak berang. Ambar bisa membacanya. Ia mundur ketika Lastri maju mendekatinya.

"Kau lihat uangku?" cecarnya. Ambar kebingungan dengan pertanyaan ibu mertuanya.  Harjo berdiri berusaha menghalangi Lastri mengintimidasi istrinya.

"Bu, apa yang Ibu bicarakan? Uang apa maksud Ibu?" tanya Harjo tak kalah bingung. Lastri menarik lengan Ambar dengan kasar.

"Jika kau butuh uang, ambil uangnya buat kasih makan orang tuamu. Kembalikan perhiasanku!"

"Bu ..."

"Ibu!"

"Uang serta perhiasan emas Ibu hilang, Kak. Tidak ada yang keluar masuk ke ruangan Bapak. Tapi ada pembantu yang melihat Kak Ambar masuk ke ruangan Bapak pas tidak ada orang," tukas Noni menjelaskan.

Ambar menggeleng. "Ambar tidak tahu, Bu. Kak Harjo tolong bilang ke Ibu, Ambar tidak mengambil apa-apa dari ruangan Bapak."

"Aku tau keluargamu miskin. Ibu nggak sangka orang miskin memang tidak berbudi. Ibu sudah mengangkat derajatmu dengan menikahkan Harjo denganmu. Kau sungguh nggak tau diri!"

Lastri sudah gelap mata. Mulutnya hanya bisa mencaci maki tanpa mau mendengar penjelasan Ambar. Wanita itu cuma bisa menangis dan minta tolong Harjo untuk membelanya.

"Ibu jangan asal nuduh Ambar. Tak ada bukti Ambar yang mengambil duit Ibu. Ambar tak kekurangan duit, kok. Harjo punya cukup uang untuk diberi kepadanya," bela Harjo dan semakin membuat Lastri emosi.

"Jangan membela dia. Aku ibumu, Harjo. Ibu nggak perlu bukti. Dia satu-satunya orang luar dalam keluarga kita. Dan Ibu tau kalo bapaknya butuh duit. Mereka miskin. Rumah saja nggak punya!"

"Bu ... Ibu boleh menghina saya orang miskin. Tapi bapak tak pernah mendidik saya menjadi pencuri."

"Alaaaa .... mana ada pencuri yang ngaku!"

Ambar baru sadar kalau selain Noni, Koesman juga ada bersama Lastri.

"Diam, Koes! Ini bukan urusanmu!" gertak Harjo. Suaranya pelan tapi berwibawa.

"Gimana aku mau diam, Kak? Ini duit ibu dicuri! Apa kau bisa diam saja dan memelihara pencuri dalam rumah kita?" balas Koesman pedas. Ambar mulai terisak.

"Ambar nggak nyuri. Ambar nggak tau di mana Ibu taruh duit sama perhiasan Ibu. Selama jadi menantu Ibu, Ambar nggak pernah ambil duit dari keluarga Oetomo buat dikasih ke Bapak," kata Ambar di antara tangisannya.

"Ibu sudah tegaskan, duitnya boleh kau ambil. Ibu mau perhiasan Ibu kembali. Itu hadiah Bapak."

"Ambar nggak ambil, Bu. Sumpah, Ambar nggak ambil."

Lastri mendehem tajam. "Jadi kau bersumpah kalau bukan kau pencurinya. Ibu yang asal nuduh gitu?"

"Perhiasannya paling sudah dijual dia, Bu," tuding Koesman.

"Bu, sudah tanya pembantu? Kalau semua orang luar dicurigai, kenapa Ibu tak curiga pada para pekerja yang tinggal di rumah kita?" tanya Harjo masih berusaha meyakinkan Lastri kalau istrinya tak mencuri.

Nyonya Rumah. (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang