"Sedang baca apa?"Ambar tersentak dengan kehadiran orang lain di dalam ruangan itu. Ia menjatuhkan sendok sehingga menimbulkan suara. Ketika ia mendongak, dilihatnya Lintang sedang menatap buku yang dipegangnya.
"Midah Si Manis Bergigi Emas? Pramoedya? Kau suka baca? Wew!"
Ambar menurunkan novel yang baru dibacanya sambil nyemil kue sebelum diganggu oleh Lintang. Dipungutnya sendoknya yang terjatuh dari lantai.
"Dibeli Kak Har dari kota. Kenapa kau terkejut?"
Lintang menggeleng. "Aku tak menyangka kalo
kau suka baca.""Kau pasti mengira aku hanya bisa masak, mencuci baju, mengurus suami, dan melahirkan anak," balas Ambar pedas. Sedetik kemudian ia menyesal dengan berkata sekasar itu pada adik iparnya. Keduanya memang jarang berinteraksi setelah Ambar dinikahi Harjo. Mereka bertemu hanya di meja makan dan Lintang hanya menyapa seadanya.
"Tak perlu tersinggung, Kakak Ipar. Menurut Ibu, prioritas seorang istri memang adalah keluarga. Tapi!" Nada suara Lintang terdengar agak meninggi karena ia menyadari kalau kakak iparnya membuka mulut hendak protes. "... Aku tidak pernah berpikir demikian."
Ambar mengamati wajah adik iparnya. Lintang sama sekali tidak mirip Harjo. Kalau Harjo mewarisi wajah Goh Tjong Lai dengan mata tajam dan rahang yang kokoh, Lintang malah memiliki mata mungil dan wajah yang lembut. Dia juga tidak mirip Lastri.
"Jangan menatapku lama-lama! Nanti jatuh cinta!"
"Apaa!"
"Ya ... meskipun aku tahu aku memang tampan! Harjo tak setampan aku."
"Kau mimpi?" Ambar sadar kalau wajahnya bersemu merah ketika bicara. Ia tak habis pikir kenapa adik iparnya ini tampak begitu santai bicara dengannya, berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain. Mereka terlihat menjaga jarak dengannya.
"Atau kau memang sudah jatuh cinta padaku?" goda Lintang. Sengaja didekatkannya wajahnya kepada kakak iparnya agar bisa menatapnya lebih dekat. Ambar menjauhkan diri darinya. Lintang malah makin maju, kemudian Ambar menginjak kakinya agar ia tak mendekat lagi.
"Aduh!"
Ambar berdiri dan berhasil lepas ketika Lintang meringis kesakitan.
"Aku 'kan cuma bercanda, Kakak Ipar Cantik."
"Nggak sopan bercanda pada iparmu!"
Lintang malah menyeringai. Senyumnya yang menyebabkan matanya tinggal segaris membuatnya tampak bodoh. Namun siapa pun tahu kalau dia tidak bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Rumah. (Tamat)
Historical FictionSebuah kisah klasik drama keluarga. Ambar menikah dengan Harjo pada usia 17 tahun karena dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Wanita itu memberikan segalanya demi Harjo, cinta, tenaga, dan masa mudanya. Sepuluh tahun mengabdi pada keluarga Oetom...