Harjo mendesah pelan melihat pemandangan di depannya. Ambar tertawa mendengar guyonan Lintang. Matanya bersinar ceria. Istrinya memang selalu senang bila mendengar adik iparnya berceloteh tentang apa saja. Sedangkan dirinya sebagai suami, tak mampu melakukannya. Ia merasa tertekan dengan keadaan tersebut.
Ambar yang rajin, Lintang yang tekun. Dirinya bukan apa-apa, apalagi Tjong Lai baru menegaskan kalau anak yang paling bisa diharapkan bukanlah dirinya, tapi adalah Lintang. Dia telah berusaha menyenangkan Bapak. Kenyataan yang harus diterima, saudaranya lebih dihargai.
Memang ke mana anak itu sewaktu Bapak butuh dia? pikir Harjo sebal.
Lintang pergi selama tiga tahun. Dalam rentang waktu tersebut, dirinyalah yang ada di samping Bapak. Anehnya, Tjong Lai tak pernah menghargainya. Tak pernah mempercayakan dia untuk mengurus keuangan bisnis keluarga. Toko obat yang kecil itu yang diserahkan kepada Harjo. Bahkan pabrik konveksi lebih menghasilkan uang daripada toko kecilnya.
Harjo tak pernah bisa punya banyak uang seperti Lintang. Di usia saudaranya yang baru 27 tahun, sudah punya usaha perkebunan sendiri. Dalam pertemuan antara pengusaha di mana Tjong Lai sebagai pengurus, bapaknya selalu membangga-banggakan putranya yang satu itu.
Karena Tjong Lai memanjakannya, menyekolahkannya sampai perguruan tinggi, ditambah lagi dengan sekolah ke luar negeri. Di kota kecil tempat tinggal keluarga Oetomo, mana ada yang bisa sekolah seperti Lintang.
Menurut Harjo, Bapak terlalu pilih kasih. Hanya Lintang yang diutamakan, dia tidak. Harjo iri pada saudaranya itu.
Dipandanginya Lintang yang masih berdiri di depan pabrik konveksi sekali lagi. Harjo mendesah pelan. Tadinya ia datang ke pabrik untuk minta maaf pada Ambar karena kemarin malam telah mengasari istrinya. Namun ia tak menyangka kalau saudaranya ada di sana juga.
Dalam hati berusaha menebak apa yang dibicarakan Lintang sampai Ambar tersenyum ceria padahal di pagi hari ketika ia terbangun dari tidur, istrinya bersikap canggung padanya. Saat itu, ia sadar bahwa pada saat ia mabuk, pasti telah menyakiti hati istrinya.
Di toko, Harjo tak bisa bekerja dan terus memikirkan perasaan Ambar. Akhir-akhir ini karena kumpul di restoran milik temannya dan pulang telat sampai mengabaikan keluarganya, tapi istrinya tak pernah marah atau mengomel. Malah Lastri yang sering ngomel dan itu menjadi salah satu alasan lagi, malas di rumah.
Ketika menyadari kesalahannya, Harjo memanggil supirnya untuk membawanya ke pabrik. Dulu sewaktu baru menikah, ia sering mengunjungi Ambar sewaktu sedang bekerja sambil membawa makanan kesukaan wanita itu. Sekarang harus dilakukan lagi.
"Pak ... kita parkir di sini?" tanya supirnya karena sudah lama berhenti di seberang jalan sementara Harjo tak kunjung keluar.
Harjo mendehem kuat.
"Kita ... kembali. Saya ingat ada ramuan yang harus aku kirim secepatnya."
"Baik."
Mobil hijau muda milik Harjo yang dikemudikan oleh supir itu meninggalkan pabrik konveksi.
Nyonya Rumah.
"Ini apa?" tanya Wiwik ketika Ambar masuk ke kamarnya dan memberikan satu tas plastik berisi pakaian wanita.
"Untukmu. Anak gadis mesti pakai pakaian yang layak," jawab Ambar. Wiwik kegirangan. Dikeluarkannya semua pakaian dalam tas dan dilihatnya satu-satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Rumah. (Tamat)
Historical FictionSebuah kisah klasik drama keluarga. Ambar menikah dengan Harjo pada usia 17 tahun karena dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Wanita itu memberikan segalanya demi Harjo, cinta, tenaga, dan masa mudanya. Sepuluh tahun mengabdi pada keluarga Oetom...