15. Berbeda

592 67 14
                                    

-oOo-

Ameeza mencengkeram kerah seragam laki-laki di hadapannya. "Lo!"

Tatapan Ameeza yang menatap tepat pada laki-laki urakan di depannya meredup. Ia baru tersadar bahwa tindakannya ini membuat orang-orang yang ada di rooftop terkejut.

Sial. Sekarang Ameeza terjebak dalam situasi sulit dan lagi-lagi karena cowok irit bicara ini, siapa lagi kalau buka Erga. Yah, laki-laki urakan yang kerah seragamnya dicengkeram itu Erga. Ameeza hanya terkejut dan tak habis pikir dengan perilaku Erga. Mengapa laki-laki itu menjadi nakal? Mengapa Erga melanggar aturan? Setahunya Erga hanyalah laki-laki pendiam, kutu buku dan irit bicara.

Ameeza melepaskan cengkramannya. Ia berbalik menghampiri satu persatu laki-laki yang berada di sana. Terpaksa Ameeza harus bersandiwara dengan melakukan hal yang sama kepada mereka semua seperti yang ia lakukan pada Erga. Tentu saja agar mereka tidak berasumsi macam-macam karena Ameeza hanya berlaku kasar pada Erga.

Jumlah laki-laki yang ada di rooftop ada empat orang termasuk Erga. Ameeza memberikan perintah agar mereka datang ke ruang BK. Beruntungnya anak-anak yang ada di rooftop menuruti apa yang Ameeza perintahkan.

Ameeza lebih dulu menarik tangan Erga, yang kebetulan laki-laki itu berada paling akhir saat akan keluar dari rooftop. Perlakuan Ameeza yang tiba-tiba seperti ini membuat kening Erga sedikit berkerut. Erga tidak berniat untuk menanyakan mengapa Ameeza berlaku seperti ini padanya. Laki-laki itu hanya menatap pergelangan tangannya yang masih dicekal oleh Ameeza.

Sadar akan kemana sorot mata Erga mengarah, Ameeza buru-buru melepaskan cekalannya. Tatapannya berubah menajam. "Kenapa lo jadi kayak gini? Apa, sih yang ada dipikiran lo?"

Wajah Erga masih tetap tenang. Ia hanya menatap Ameeza sekilas tanpa berniat menjawab ucapan perempuan berambut cepol di hadapannya.

"Tingkah lo makin hari makin aneh aja," desis Ameeza tak tahan untuk mengeluarkan semua kata-kata yang bersarang di kepalanya tentang Erga.

"Lo ada masalah apa, sih? Bukannya pas awal lo gak kenapa-kenapa? Seenggaknya kalau lo ada masalah, lo bisa cerita sama gue," tutur Ameeza dengan suara yang memelan diakhir kata. Entah kenapa Ameeza merasakan ada hal yang tidak beres dengan sikap Erga yang berubah akhir-akhir ini.

"Jawab, sialan!" amuk Ameeza seraya menggoyang-goyangkan bahu Erga, sampai akhirnya tepisan dari Erga yang terasa perih itu sukses membuat Ameeza terdiam dengan tangan terkepal kuat di samping tubuhnya.

Wajah Erga masih tetap datar. "Lo peduli sama gue?" tanya Erga pelan. Nada bicara Erga terkesan dingin dan menusuk.

Awalnya Ameeza ragu untuk menjawab pertanyaan dari Erga. Namun, ia segera menepis keraguan itu. "Iya!" sahut Ameeza lantang.

"Karena hutang budi?"

Belum sempat Ameeza menjawab, Erga sudah lebih dulu berbicara, "Gak perlu merasa berhutang, gue gak menuntut. Jadi, sekarang buat apa lo peduli dan nolongin gue?"

Sejenak Ameeza shock dengan lontaran kalimat dari bibir Erga. Ia tak percaya Erga bisa berbicara seperti ini. Ada apa dengan laki-laki ini?

Ameeza berdecak pelan. "Gue kasian sama lo."

"Lebih baik lo berhenti peduli sama gue."

Aura dan amarah yang tergambar di wajah Erga tercetak jelas. Untuk kali ini Ameeza menyesal dan tidak senang dengan Erga yang lebih mengekspresikan diri dan perasaannya.

"Seenggaknya gue bisa jadi teman lo, disaat gak ada satu orang pun yang menganggap keberadaan lo," tegas Ameeza.

Erga segera berbalik, lalu berhenti di depan pintu rooftop. "Teman?" gumam Erga sangat pelan.

Rasanya Erga ingin tertawa kencang saat ini juga. Namun, ia tidak mau bertindak lebih jauh lagi.

Baginya perkataan Ameeza hanya omong kosong. Mengapa Erga harus percaya pada Ameeza? Belum tentu perempuan itu berniat baik. Siapa tahu dia hanya ingin mengulik kisah hidup Erga. Ia paling benci orang yang berpura-pura baik. Seakan-akan dia adalah orang yang selalu ada di sisinya.

Erga memilih segera pergi dari sana sebelum ia benar-benar melewati batas.

-oOo-

"Erga," panggil Ameeza, sembari kakinya mendekati Erga yang sedang duduk di bangkuannya. Kebetulan sekarang sedang jam istirahat, yang tentu saja kelas sepi.

"Lo gak ke kantin?" tanya Ameeza.

Erga masih acuh dengan kehadiran Ameeza. Bibirnya tak sedikit pun ada pergerakan untuk menjawab pertanyaan Ameeza. Lagi-lagi Erga mengabaikan Ameeza.

"Lo keluar dari Club Buku? Kenapa?" tanya Ameeza lagi. Untuk saat ini Ameeza memilih bersabar menghadapi Erga yang entah sejak kapan perilakunya menjadi sangat menyebalkan seperti ini.

Gerakan tangan Erga yang sedang menulis sempat terhenti. Namun, tidak lama kemudian kembali seperti biasanya. Erga masih enggan menjawab, seolah menganggap pertanyaan dari Ameeza tidak perlu jawaban.

Emosi Ameeza memuncak karena dua kali diabaikan. Belum lagi, Ameeza teringat akan kejadian menyebalkan tadi pagi di rooftop.

Kaki Ameeza menendang kursi yang diduduki Erga, hingga laki-laki itu terperanjat. "Lo main-main sama gue? Punya mulut buat apa sih? Pajangan?"

Erga masih bungkam dan hal itu semakin membuat Ameeza kesal. "Jangan salah faham dulu, ada hal yang mau gue omongin sama lo. Ini hal penting. Lo mau tahu 'kan alasan kenapa gue peduli sama lo?"

Kepala Erga menoleh ke samping. Menatap Ameeza tepat. "Apa?"

"Sebelum itu gue mau tanya sesuatu. Kemarin-kemarin kenapa lo bisa ada di kamar mandi? Kenapa lo bisa luka-luka? Ada yang bully lo?" tanya Ameeza beruntun dan hal itu hanya Erga tanggapi dengan dengusan pelan.

"Gak tahu."

Ameeza berdecak. "Lo ngeselin juga, yah."

Tangan Ameeza beralih memijat pelipisnya untuk meredakan sejenak kepalanya yang terasa pusing. "Waktu di ruang eskul bulu tangkis, apa cuma perasaan gue aja lo kayak lagi kelelahan banget gitu. Ada masalah?"

"Lo salah lihat."

Ameeza mengangguk. "Satu lagi alasan apa yang buat lo keluar dari Club Buku?"

"Gak ada alasan."

Tanpa basa-basi lagi Ameeza segera duduk di bangkuannya. Tak lama setelah duduk bel pertanda istirahat pertama selesai terdengar nyaring.

"Gue masih gak percaya sama alasan lo Erga," gumam Ameeza pelan.

-oOo-

AMEEZA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang