41. Nyatakan atau Sembunyikan?

403 44 4
                                    

-oOo-

Ameeza merentangkan tangannya, menghalangi ambang pintu utama. Izzi yang melihat itu mendadak emosi. Sekuat tenaga perempuan itu menepis tangan Ameeza sampai Ameeza merasakan tangannya seperti terpelintir akibat sentakan kasar itu.

Izzi memasuki rumah dengan langkah cepat. Namun, Ameeza lagi-lagi menghalangi. Ia menatap mata Izzi tepat. Walaupun raut wajah judes Izzi terlihat kentara, Ameeza tidak takut. "Kak gue mau bicara."

Izzi mengabaikannya. Perempuan itu melemparkan tasnya kepada Ameeza, dengan sigap Ameeza menangkapnya. Usai melempar, Izzi melangkah ke dapur. Ia menuangkan air dari teko ke gelas. Lantas menghentakkan gelas kaca itu cukup keras, hingga bunyi 'tak' terdengar.

Ameeza menaruh tas Izzi di sofa. Perempuan itu menghampiri Izzi yang ada di dapur. "Gue cuma mau tanya kenapa lo benci banget sama gue? Sejak kapan lo benci gue?"

Izzi tidak menanggapi. Perempuan itu dengan santai membuka kulkas, mengambil sebuah apel lantas memakannya dengan santai. Seolah eksistensi Ameeza tak ada.

"Tolong jawab, Kak!" Ameeza sedikit meninggikan suaranya. Bagaimana pun juga Ameeza tidak suka jika diabaikan.

Izzi menatap Ameeza sekilas dengan pandangan tak terbaca.

Ameeza memutar bola matanya. Ia kesal akan sikap kakak keduanya yang seolah mengabaikan eksistensinya. Padahal niat Ameeza baik, ia hanya ingin berbaikan dengan sang kakak. Tapi, lihatlah bagaimana respon Izzi. Responnya sangat minim dan seolah menghindari topik ini.

Sekali lagi Ameeza berusaha menguatkan pendiriannya agar tak lebih dulu termakan emosi. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue gak maksud jahat. Gue cuma mau berdamai aja, kok." Ameeza menyandarkan tubuhnya di meja bar yang terhubung dengan dinding dapur. Membelakangi kakaknya. "Lo kira kita bakal musuhan sampe kapan? Kalau gue aja gak tahu masalahnya apa, gimana gue bisa faham dan selesain semuanya?" Ameeza sedikit menjeda kalimatnya. "Gue bukan cenayang yang bisa tahu apa yang lo pikirin."

Suara derap lembut terdengar mendekat ke arah Ameeza. Meski Ameeza masih membelakangi, ia tahu suara langkah kaki itu pasti berasal dari Izzi. Izzi berhenti di belakang Ameeza, bedanya sekarang jaraknya cukup dekat dibanding tadi.

"Well, gue tahu ini akan terlihat seperti childish. Gue benci lo karena Kak Angga lebih perhatian dan peduli sama lo. Gue tahu Kak Angga lebih perhatiin lo ketimbang gue. Gue tahu Kak Angga nganggep gue udah cukup dewasa, jadi gak perlu perhatian lebih lagi...." Napas Izzi tercekat. Ia memukul pelan dadanya. "Sakit hati gue, My." Selanjutnya suara isak tangis mulai terdengar semakin keras.

Ameeza berbalik. Ia merengkuh tubuh kakaknya yang bergetar. "Keluarin semua unek-unek lo, Kak," kata Ameeza pelan.

Izzi sedikit menahan sesak di dadanya. "Lo dan Kak Angga gak pernah tahu ... kalau gue pun tersiksa sama lingkup pertemanan di sekolah. Meskipun gue terkenal di sana. Karena itulah yang jadi masalah utamanya, mereka gak pernah tulus buat berteman sama gue." Izzi masih tak membalas pelukan Ameeza. Perempuan itu mengeratkan kepalannya. "Banyak hal yang gue alami di sekolah. Dan gue gak pernah cerita sama kalian." Izzi berhenti sebentar. "Walaupun Kak Angga bilang kalau mau cerita, yah cerita aja. Tapi, itu cuma omong kosong, My. Dia selalu sibuk sama kegiatannya sendiri. Cuma lo doang yang diprioritasin."

Ameeza semakin mengeratkan pelukannya. Ia mengusap-usap punggung sang kakak meski punggungnya tak bergetar lagi, dan suara isak tangis sudah mereda.

AMEEZA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang