38. Menghibur

368 44 17
                                    

-oOo-

Molla menatap Erga yang sibuk memainkan jemarinya sambil menatap lurus ke depan. Padahal tidak ada apapun yang menarik di sana, hanya ada sebuah bangunan yang tampak gelap karena tak ada penerangan. Jadi, apa bangunan itu terlihat menarik?

Usai menarik Erga tadi dengan ekspresi marah, membuat Molla dan Erga jadi tak banyak bicara. Begitupun sekarang, mereka hanya diam dengan pikiran masing-masing.

Molla menatap Erga. "Apa yang buat kamu berubah, sih, Ga? Kenapa kamu berubah jadi jahat banget sama Ameeza?" Molla menghela napas ketika tak mendapat jawaban dari Erga. "Aku tahu masalah kamu sama Ameeza dari orang-orang. Jadi, apa bener kamu ngebentak Ameeza? Kamu ngatain dia menjijikan?"

Erga mengangguk pelan. Lagipula tak ada gunanya ia berbohong. Toh, memang kenyataannya begitu.

Molla susah payah menelan ludahnya sendiri. Tiba-tiba ia membayangkan seberapa sakit dan sesaknya berada diposisi Ameeza. Sejahat apapun seseorang, tak ada salahnya bagi kita untuk memberinya kesempatan sekali. Tapi, ini Erga bahkan tak memberi kesempatan.

Tangan Molla mengurut pelipisnya. Ia bingung mau bicara apa. Disisi lain Erga masih tahap penyembuhan, walau kondisinya cukup membaik dari hari ke hari. Tapi, tidak menutup kemungkinan laki-laki itu kambuh lagi. Namun, kalau Molla membiarkan Erga bersikap seperti itu, justru semakin membuatnya merasa bersalah. Bagaimana pun Molla tahu bagaimana perasaan perempuan. Walaupun Ameeza terlihat kuat, bukan berarti dia perempuan yang tidak akan sakit hati gara-gara ucapan pedas dan sarkas. Bukan berarti juga Ameeza tidak bisa menangis.

"Kamu harus minta maaf sama Ameeza."

Erga diam.

Molla paling benci kalau Erga sudah banyak diam. Perempuan itu beranjak dari tempat duduknya. "Aku memang teman kamu, Ga. Tapi, bukan berarti aku fine-fine aja liat kamu berlaku seenaknya sama Ameeza. Aku tulus banget, kok berteman sama kamu. Aku gak akan ninggalin kamu."

Erga mendongak menatap mata Molla tepat. Mata perempuan berambut sebahu itu terlihat berkaca-kaca.

Sedetik setelah Erga menundukkan kembali kepalanya, tetes bening meluncur membasahi pipi Molla. "Kamu tahu gak, sih, Ga ... sikap kamu terlalu berlebihan." Molla menyusut air matanya pelan, meski air mata itu terus saja menetes membasahi pipi. "Ameeza juga punya hati, Ga. Dia juga sama seperti cewek pada umumnya. Kamu gak bisa sembarangan menjudge seseorang hanya karena dulunya dia berbuat jahat." Molla mengembuskan napas pelan. "Terserah kamu mau bilang apa, mau kamu anggep aku mojokin kamu juga terserah. Tapi, inget satu hal, Ga. Tiap orang punya kesempatan masing-masing buat mengubah hidupnya, buat mengubah sikapnya."

Sampai Molla berbalik pun Erga masih tak kunjung bersuara. Molla berbalik lagi, ia menatap Erga yang masih menunduk. "Aku cuma mau kamu minta maaf sama Ameeza. Tapi, aku mau permintaan maaf itu tulus dari hati bukan karena perintah dari aku."

Erga mengembuskan napasnya pelan menatap langit yang semakin menggelap.

Apa gue udah keterlaluan?

-oOo-

Ameeza melayangkan smash bertubi-tubi ke tim Erga. Emosinya mendadak meledak ketika menatap wajah itu. Ameeza benci mengingat kejadian dimana ia menangis seperti perempuan bodoh.

AMEEZA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang